Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Materi Minimal, Solidaritas Maksimal

28 Mei 2019   06:00 Diperbarui: 28 Mei 2019   06:17 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak Afganistan (Pixabay.com)

Akhir pekan lalu, di rumah Young Lady cukup sibuk. Acara berbagi sedikit lebih banyak dari biasanya. Sekitar 60 porsi makanan disiapkan.

Tidak memungkinkan bagi Young Lady cantik untuk mengerjakan bagian yang berat-berat. So, Young Lady bantu semampunya. Ambil pekerjaan yang ringan, for example packing. Walau tangan tetap kotor juga akhirnya.

Proses pengerjaannya lama sekali. Sorenya, barulah 60 porsi itu beres. Pas kan waktunya?

Tiba saatnya berkeliling ke jalan untuk membagi-bagikannya. Tak ada kendala khusus. Seperti biasa, Young Lady menyasar target para pekerja kasar yang tak punya cukup uang untuk membeli makanan. Sementara tiap sore mereka berhadapan dengan banyak sekali pedagang.

Tak terasa, tinggal tersisa beberapa porsi lagi. Kerumunan pekerja kasar yang tengah beristirahat di rerimbunan pohon adalah sasaran terakhir. Reaksi pertama standar saja: rasa terima kasih. Reaksi kedua lebih ekspresif lagi: kegembiraan yang terungkap dalam nada suara dan raut wajah. Mereka nampak bahagiaaaa sekali menerimanya.

Reaksi ketiga mencengangkan. Seorang bapak-bapak gendut tetiba bertanya,

"Masih ada lagi nggak? Buat teman saya...yang lagi bawa muatan."

Antek-anteknya yang lain pun menyahuti. Syukurlah masih ada seporsi lagi. Dalam waktu singkat, porsi terakhir itu berpindah tangan.

Dan...Young Lady pun berlalu.

Cukup sampai di sini? Cieee...kayak liriknya D`Masiv. Nggak dong.

Dalam perjalanan pulang, Young Lady cantik berpikir. Mereka solid ya. Orang-orang duafa yang punya solidaritas luar biasa.

Momen seperti itu terjadi berulang kali. Saat mereka kebagian jatah makanan gratis, mereka akan memintakan jatah buat temannya. Bukankah solid sekali?

Kita bisa belajar dari mereka. Mereka boleh miskin materi, tetapi mereka kaya solidaritas. Kantong mereka setipis kartu ATM, tetapi semangat persahabatan mereka setebal kitab suci Alquran.

Sesungguhnya, orang-orang seperti inilah yang layak disebut forgotten heroes dan hidden winner. Perjuangan hidup mereka sangat keras. Hari-hari mereka tak pasti. Di tengah sempitnya nafas perekonomian, di tengah belitan hidup, mereka tetap memelihara semangat persahabatan. Mereka tak lupa teman saat mendapat kesenangan.

Di tangan mereka, boleh jadi tak ada gadget canggih. Bisa saja mereka tak pernah eksis di medsos. Akan tetapi, eksistensi solidaritas mereka tak pernah pudar. Salut buat mereka.

Nah, bagaimana dengan kita? Harusnya kita malu pada mereka. Sering kali kita masih dijajah virus egoistis dan individualis. Mentang-mentang sudah cukup secara ekonomi, punya kehidupan yang mapan, berhadapan dengan kecanggihan teknologi tiap hari, dan terjebak arus modernisasi yang melaju kencang. Mestinya kita berkaca dari mereka.

Tak ada kata terlambat untuk memulai. Cobalah memiliki semangat solidaritas. Jangan hanya perhatikan diri sendiri, tetapi juga orang-orang terdekat kita. Usahakan tidak menikmati kebahagiaan hanya untuk diri sendiri. Bagilah, bagilah, dan bagilah. Beri kesempatan orang-orang terdekat kita untuk merasakannya.

Kompasianer, sudahkah kita memelihara semangat solidaritas?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun