Dalam perjalanan pulang, Young Lady cantik berpikir. Mereka solid ya. Orang-orang duafa yang punya solidaritas luar biasa.
Momen seperti itu terjadi berulang kali. Saat mereka kebagian jatah makanan gratis, mereka akan memintakan jatah buat temannya. Bukankah solid sekali?
Kita bisa belajar dari mereka. Mereka boleh miskin materi, tetapi mereka kaya solidaritas. Kantong mereka setipis kartu ATM, tetapi semangat persahabatan mereka setebal kitab suci Alquran.
Sesungguhnya, orang-orang seperti inilah yang layak disebut forgotten heroes dan hidden winner. Perjuangan hidup mereka sangat keras. Hari-hari mereka tak pasti. Di tengah sempitnya nafas perekonomian, di tengah belitan hidup, mereka tetap memelihara semangat persahabatan. Mereka tak lupa teman saat mendapat kesenangan.
Di tangan mereka, boleh jadi tak ada gadget canggih. Bisa saja mereka tak pernah eksis di medsos. Akan tetapi, eksistensi solidaritas mereka tak pernah pudar. Salut buat mereka.
Nah, bagaimana dengan kita? Harusnya kita malu pada mereka. Sering kali kita masih dijajah virus egoistis dan individualis. Mentang-mentang sudah cukup secara ekonomi, punya kehidupan yang mapan, berhadapan dengan kecanggihan teknologi tiap hari, dan terjebak arus modernisasi yang melaju kencang. Mestinya kita berkaca dari mereka.
Tak ada kata terlambat untuk memulai. Cobalah memiliki semangat solidaritas. Jangan hanya perhatikan diri sendiri, tetapi juga orang-orang terdekat kita. Usahakan tidak menikmati kebahagiaan hanya untuk diri sendiri. Bagilah, bagilah, dan bagilah. Beri kesempatan orang-orang terdekat kita untuk merasakannya.
Kompasianer, sudahkah kita memelihara semangat solidaritas?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI