Sesaat Ayah Calvin tenggelam dalam sepi. Tenggelam dalam pusaran pikirannya sendiri. Sampai akhirnya...
Tes.
Darah segar jatuh ke meja. Pada saat bersamaan, Ayah Calvin merasakan sesuatu mengalir pelan dari hidungnya. Kepalanya serasa dihujam revolver.
Susah payah dicobanya tetap bertahan di posisinya. Tidak, ini belum selesai. Tapi...Ayah Calvin tidak kuat menahannya sendirian.
Brak!
"Calvin!"
Pintu ruang kerja di lantai sembilan itu berdebam terbuka. Lupakan soal kesopanan. Urgen. Paman Revan berlari masuk, jas birunya berkibaran. Iris matanya yang sewarna safir mengerjap cemas.
"Apa yang kutakutkan terjadi..." ujarnya seraya memapah Ayah Calvin ke sofa.
"Aku ingin sendiri!" tolak Ayah Calvin dengan suara melemah.
"Jangan sok kuat. Kau tak mungkin dibiarkan sendirian. Sudahlah, hari ini aku temani."
** Â Â