Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kenangan Malaikat Tampan, Denting Piano di Bukit Doa

29 Agustus 2018   05:55 Diperbarui: 29 Agustus 2018   08:42 812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Islam: "Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan". "Tidaklah Aku mengutusmu (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam"

Kristen Protestan : "Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati, jiwa dan akal budimu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri"

Kristen Katolik : "Dari salib Yesus bersabda, inilah Ibumu". "Tinggallah dalam kasihKu"

Buddha : "Tidak melakukan segala bentuk kejahatan. Senantiasa mengembangkan kebajikan dan membersihkan pikiran. Inilah ajaran para Buddha"

Hindu : "Ia yang tidak menyebabkan penderitaan bahkan mengusahakan keselamatan bagi semua makhluk, ia mendapat kebahagiaan tanpa akhir"

Kaca bening di mata Revan tumpah. Air mata mengabadikan kasih dan cinta. Ia sudah tahu semuanya. Kata Rossie, Calvin mencari. Hanya Calvin yang mau mencari dan peduli. Sahabat-sahabat yang lain antipati, enggan peduli setelah ia membekukan hati untuk memaafkan malaikat tampan bermata sipit.

Kini Revan merasa sedih dan menyesal. Mengapa kepedulian Calvin harus dibalasnya dengan kebencian dan kemarahan? Bukankah Calvin terbukti sangat peduli dan penuh kasih? Kemanakah Revan yang dulu? Revan yang penyabar, penuh perhatian, dan penyayang? Revan yang mendampingi Calvin di saat-saat terberatnya.

Pria tampan berjas biru laut itu menghela nafas panjang. Tak disekanya air mata. Biar saja, biar Tuhan tahu kesedihannya tercurah di pusat keagamaan Minahasa. Di puncak bukit yang penuh kasih dan toleransi. Di bukit itu, dibangun rumah ibadah lima agama: masjid, gereja Katolik, gereja Protestan, vihara, dan pura.

Bisikan angin memainkan rambut pirangnya. Revan terlarut dalam kenangan. Tak henti disesalinya diri. Bodohnya Revan Tendean yang menyia-nyiakan sahabat sebaik Calvin Wan. Ia telah ingkar pada janjinya sendiri. Janji selalu ada untuk Calvin. Dulu, sewaktu Calvin trauma dan sakit, dirinya tak pernah menjauh. Selalu dekat, selalu siap kapan pun dibutuhkan. Bukankah Revan sahabat pertama Calvin?

Lalu, mengapa sekarang ia menjadi begitu jahat? Terkalahkan amarah. Seharusnya, Revan bisa lebih bijak. Calvin sahabatnya, sahabat terbaik yang harus ia perhatikan dan ia kasihi. Terlebih, Calvin tidak akan sembuh lagi. Pengobatan di Tiongkok berujung kegagalan. Mungkin waktunya tak lama lagi. Parahnya, Revan malah menjauh. Menjauhi malaikat tampan yang kini rapuh.

Revan berlutut di rumput. Beristighfar dan melagukan zikir dalam hati. Memohon maaf pada Allah. Meminta maaf karena telah menyia-nyiakan figur berhati malaikat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun