Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Non-Native Curang dan Pelit, Sebuah Stereotip

3 Juli 2018   06:51 Diperbarui: 3 Juli 2018   10:20 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Young Lady kesal oleh celotehan seorang penjual bunga. Penjual bunganya seorang wanita tua yang banyak bicara dan sering tertawa. Seraya mengambilkan bunga yang ingin dibeli, si penjual bunga mengoceh panjang. Ia curhat tentang rumah yang baru saja dijualnya. Rumahnya dibeli seorang non-native. Tahu kan non-native itu? Ok, maksud Young Lady cantik itu Non-Pribumi. Tapi biar lebih enak dan cantik, sebutnya non-native saja ya.

Back to focus. Rumah si penjual bunga dibeli oleh seorang non-native. Si penjual bunga tak puas. Menurut dirinya, Non-native itu curang dan pelit. Entah apa yang membuatnya tidak puas akan transaksi jual-belinya dengan si pembeli non-native hingga mendorongnya untuk mengata-ngatai non-native.

Mendengar penjual bunga itu menyebut non-native curang dan pelit, langsung saja Young Lady pelototi dia. Kedua tangan ini diletakkan di atas pinggang pertanda marah. Mata biru ini menatapnya tajam. That's too bad, beraninya mengatai non-native curang dan pelit. Beraninya mendiskreditkan sesamanya Young Lady cantik hanya karena kelakuan buruk satu orang?

Walaupun telah dipelototi dan diberi gesture arogan, masih saja si penjual bunga berceloteh dengan cerewetnya. Malah sambil tertawa. Apa yang lucu? Young Lady tatap tajam dari mata...ups, kayak lirik lagunya Jaz. Pokoknya Young Lady tatap tajam dari mata hingga kepalanya yang tertutupi hijab merah. Dalam hati kesal dan sakit hati padanya.

Cepat sekali seorang native menggeneralisir hanya karena satu kasus. Terlalu cepat mengambil kesimpulan, pikir Young Lady. Ataukah si penjual bunga ini berpandangan sempit dan kurang wawasan? Ataukah ia hanya mau bergaul dengan native saja?

Sebenarnya, siapa sih yang disebut non-native itu? Indonesia ini multikultural, guys. Janganlah mengkotak-kotakkan native dan non-native begitu. Setahu Young Lady, non-native itu orang Indonesia yang memiliki darah campuran China, India, Arab, dan Eropa. WNA yang tinggal di Indonesia juga disebut non-native. Mengingat negara kita kaya, maka menarik minat sejumlah orang dari negara lain untuk mengeksplornya.

Namun, tampaknya kita lupa sejarah. Coba Young Lady tanya sama Kompasianers. Nenek moyangnya orang Indonesia dari mana? Ya, dari Yunan, China Selatan. Actually, orang Indonesia ini ya pendatang juga. Mayoritas orang Indonesia memiliki darah campuran Arab, China, dan India. So, kalau ada yang berani mengkotak-kotakkan siapa native dan siapa non-native di Indonesia, berarti ia tak pernah belajar sejarah.

 Dia tak punya cermin di rumahnya. Jelas-jelas bangsa Indonesia ini pendatang. Berdarah campuran juga dong, walau memang ada yang sudah tidak kelihatan lagi darah campurannya. Tapi, yang jelas, dalam diri orang Indonesia, terkandung darah campuran dari negara lain. Atau kalian merasa native karena merasa keluarga kalian datang dan menetap lebih dulu di Indonesia? 

Hello, soal datang dan menetap duluan atau belakangan jangan jadi alasan. Hanya karena merasa generasi kalian lebih lama datang dan menetap di Indonesia, lalu menganggap diri kalian native, dan berhak mendiskreditkan orang yang datang belakangan sebagai non-native? Pemikirannya sempit sekali kalau begitu.

Ok, balik lagi ke masalah generalisasi non-native ya. Apakah kita pantas menghakimi non-native dengan sudut pandang negatif hanya disebabkan oleh perbuatan buruk satu atau segelintir orang? Tidakkah kita ingin berkaca lagi? 

Di negeri ini, banyak non-native yang baik, bahkan berjasa besar untuk Indonesia. Lihat saja Pak Basuki Tjahaja Purnama, Pak Anies Baswedan, atau Pak Ignasius Jonan. Lalu ada Alwi Shihab, Ali Alatas, Yusuf Hamka, Steven Indra, Nadine Chandrawinata, Mari Elka Pangestu, Fuad Bawazier, Bob Hasan, dan Amir Syamsudin. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun