Mohon tunggu...
Mufidah
Mufidah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya Mufidah, seorang perempuan yang percaya akan arti kesetaraan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

"Dou Donggo", Membongkar Stereotip yang Meremehkan

5 Maret 2024   14:14 Diperbarui: 5 Maret 2024   14:40 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desa Mbawa (Maleme) | Sumber: flickr.com

"Suku Donggo" atau yang biasa disebut dengan "Dou Donggo", merupakan salah satu suku yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Suku "Donggo" atau Dou Donggo kerap kali menjadi kontroversi dikalangan masyarakat Bima. Dimana, perbedaan makna kata Donggo menjadi salah satu alasan hadirnya konflik antara "Dou Donggo" dengan Suku lain yang berada di Bima. 

Dari tahun ke tahun kata "Donggo" ini terus menjadi buah bibir, pasalnya "Donggo" memiliki banyak makna, namun kita sudah mengetahui secara bersama bahwa "Donggo" juga adalah sebuah Etnis yang khususnya terletak di Kabupaten Bima. 

"Donggo" atau pun makna terkait dengan kata itu hendaknya dipahami dalam perspektif linguopolitis bahasa dan sejarah politik bangsa Bima. Dalam bahasa Bima, banyak kata yang berbunyi sama tetapi bermakna berbeda. Tetapi, generasi terkini kehilangan jejak makna dari setiap hamparan kata bahasa Bima, sehingga kerap kali menghadirkan konflik antar masyarakat.

Kita gagal dalam memahami kata "Donggo"  entah dalam konteks "Dou Donggo" merupakan akibat dari kegagalan kita bersama dalam merawat keharmonisan Masyarakat Bima, gagal merekam jejak bunyi dan makna yang telah diwariskan oleh leluhur kita.

Padahal, Donggo sebenarnya secara politis dan historis, rakyat Bima terbagi sesuai peran sertanya dalam tatanan kerajaan. Dan, orang Donggo adalah pembela raja yg setia. Mungkin karena sebelum jadi Raja sang Sultan adalah Raja Donggo (Manggampo Donggo) yang merupakan jabatan yang diembankan pada putra mahkota raja Bima (misalnya Manggampo Donggo (Sultan Salahuddin) sebelum mereka "menggantarkan" beliau menjadi raja Bima.

"Donggo" memiliki peran penting dan struktur penting dalam tatanan kerajaan Bima, namun kita terus terperangkap dalam pertarungan makna yang kita sama sama ketahui bahwa itu tidak akan ada ujungnya, karena saling egois dalam mempertahankan argumentasinya terkait makna "Donggo".

Ditambah lagi dengan hilangnya peran sentral "Dou Donggo" pada masa orde baru serta termarjinalkan masyarakat pinggiran (Termasuk Donggo) sehingga kita lebih dominan mengetahui makna kata "Donggo" itu dengan artian "Dunggu" dan kita lupa bahwa makna kata "Donggo"  yaitu "Menghantar".

Mari kita cerahkan cara berpikir kita, "Donggo" bukan "Dungu" tetapi penghantar raja ke singgasana. Sehingga, jangan dipergunakan untuk menghina dan jangan pula merasa terhina. 

Penulis: Mufidah

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun