Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Apel Tergigit dari Malaikat Tampan Bermata Sipit

22 Juni 2018   06:25 Diperbarui: 22 Juni 2018   08:26 888
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ada apa, Khrisna?" Calvin menanyainya ramah.

Khrisna menarik nafas panjang. Gamang menatap meja besar, seperangkat komputer lengkap dengan printer dan scanner, sofa empuk, dan tumpukan dokumen. Pria sederhana pekerja keras ini pun tak tahu mengapa dirinya bisa berada di sini. Satu hal yang ia rasakan: Calvin Wan orang yang bisa dipercaya.

"Anak saya kabur dari rumah..." desisnya.

Tenang, satu garis wajah yang ia usahakan tetap bertahan di wajah tampannya. Tetapi tetap saja, Calvin tak bisa menahan kekagetan.

"Hassan kabur? Kenapa?" tanya Calvin, nyaris tak percaya.

"Sepertinya dia marah pada saya. Saya memang ayah yang mengecewakan."

Wajah Khrisna tertunduk pasrah. Luka, luka hati seorang ayah tergambar nyata. Hati Calvin membisikkan empati. Ia juga pernah menjadi seorang ayah. Kini, nanti, dan selamanya, Calvin tetaplah seorang ayah. Status yang akan terus melekat dan tak terhapus lagi.

"Satu bulan lalu, saya menjanjikan iPhone untuknya kalau ia dapat ranking pertama. Dia membuktikan pada saya. Dia berhasil, bahkan jadi juara umum di sekolahnya. Tapi, saya gagal menepati janji. Uang yang seharusnya untuk membelikan iPhone saya gunakan untuk keperluan lain. Hassan kecewa, lalu malamnya dia kabur dari rumah."

Mendengar cerita Khrisna, Calvin terenyak. Ia tempatkan dirinya dalam posisi netral. Hassan tidak salah, Khrisna pun tidak. Pasti ada alasan tertentu yang mendasari ayah dan anak itu melakukan tindakan yang terpikir di benak mereka.

"Saya ikut bersimpati, Khrisna. Di sini saya tidak akan menyalahkan siapa pun." ujar Calvin.

Inilah hal pertama yang dicari Khrisna: motivasi penyejuk hati. Bukan raut wajah menyalahkan, justifikasi, atau tuduhan ingkar janji. Calvin memang orang yang tepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun