Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Surat Terbuka untuk Kompasianer yang Saya Sayangi dan Belum Tentu Menyayangi Saya

1 Juni 2018   05:10 Diperbarui: 1 Juni 2018   05:18 937
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya rasakan betul, sungguh tak enak jadi minoritas di tengah mayoritas. Menjadi minoritas membuat orang lain sulit dipahami. Menjadi minoritas membuat tak semua orang mau membuka hati dan menerima keminoritasan kita dengan tangan terbuka. Makin jarang orang berpikiran terbuka belakangan ini.

Sudah jadi minoritas, dianggap menyusahkan pula. Padahal saya tidak seperti itu. Bukankah sejak bersekolaah di Senior High School saya dilatih untuk bepergian sendiri? Siapa bilang saya selalu tergantung pada orang saat akan bepergian, beraktivitas, atau menggapai mimpi? Nope, mereka tidak tahu diri saya luar-dalam. Hanya karena ada sebagian keluarga yang tidak mengizinkan saja, kini akhirnya saya tidak bisa lagi pergi sendirian. Namun kalau disuruh lagi, saya masih bisa dan masih kuat melakukannya sendiri.

Sering kali saya berpikir. Mengapa keluarga saya mempunyai teman-teman yang baik, relasi yang mulus dengan pasangan, sementara saya justru sering berhadapan dengan teman-teman yang jahat? Mengapa saya tidak pernah mulus dalam berelasi dengan orang yang saya cintai? Refleksi diri berulang kali, apa yang salah dengan diri ini? Saya takut, takut jadi orang jahat. Selama ini, saya terbiasa belajar berbagi apa yang saya miliki. Entah, saya senang memberi pada orang lain, baik orang yang saya kenal maupun tidak. Baik pemberian dalam bentuk materi, maupun non materi.

Termasuk pada teman-teman di lingkup grup kelas saya. Semester kemarin, saya lagi senang-senangnya membagikan coklat pada mereka. Mereka jelas senang menerimanya, bahkan mengakui kalau produk coklat asli yang saya bagikan itu enak. Saya ikut senang. Tapi, ya seperti biasa lagi. Mereka tetap apatis dan tidak peduli. Senangnya hanya sebatas ketika diberi coklat dan dibantu saja. Setelah itu, jangan harap mereka akan menghampiri saya ketika saya berduka.

So, saya tidak tahu apa salah saya. Mengapa kursi di sebelah saya selalu kosong tanpa diduduki satu pun yang mau menemani? Mengapa hati ini selalu hampa tiap kali ada yang bertanya, siapa sahabat terbaikmu? Tidak ada orang yang mau bersama sosok minoritas yang sering kali dianggap merepotkan seperti saya.

Walau begitu, saya tetap teguh pada pilihan hidup saya: menolong sebanyak mungkin orang dengan hypnotherapy. Kalaupun tidak ada manusia yang menolong, biarlah Tuhan dan malaikat-malaikatNya yang terpilih untuk menolong saat saya dalam kesulitan. Selain pilihan sebagai therapyst, saya juga ingin tetap menulis, berbagi, bermain musik, dan mengajar. Selama saya masih mampu.

Kompasianers,

Di hari ke15 Ramadan, Nyonya Besar a.k.a My Mom, mengajak saya keluar untuk berbuka puasa bersama. Hanya berdua. Awalnya semua normal-normal saja. Aneh, kami sudah berbuka di rumah tapi tetiba ingin berbuka lagi di luar. Entah dari mana mulainya, My Mom bicara tentang sesuatu. Pertanyaannya sederhana saja.

"Siapa penerus Mama yang jaga kamu kalau Mama sudah tidak ada?"

Seperti tamparan di hati. Mom, bagaimana kalau saya tidak ingin dijaga manusia? Bagaimana kalau saya hanya ingin dijaga Tuhan saja? Bukankah penjagaan Tuhan lebih baik dari bentuk proteksi mana pun yang bisa diberikan manusia? Manusia saja dihidupkan dan dimatikan oleh Tuhan.

Saya diam saja. Sebab saya tidak lagi meletakkan harapan untuk dijaga manusia. Biarlah Tuhan Allah saja yang melindungi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun