Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menikah atau Selibat, Itu Pilihan

28 April 2018   07:44 Diperbarui: 28 April 2018   08:59 1021
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: pixabay.com

Di dalam lingkaran keluarganya, Surya dikenal sebagai pria yang baik, rupawan, sukses, dan kaya. Ia punya daya pikat yang lebih kuat dibandingkan sepupu-sepupunya. Berulang kali ia ditanyai kapan menikah saat pertemuan keluarga.

Memiliki wajah dan karier bagus ternyata bukan jaminan asmara pun mulus. Buktinya, sampai pertengahan usia 35, Surya tak juga menikah. Ia tetap saja single. Sementara sepupu-sepupunya satu per satu melangkah ke pelaminan.

Sedihkah Surya dengan keadaan ini? Ternyata tidak. Ia menikmati kesendiriannya. Dengan tidak menikah, pria tampan itu leluasa menjalankan proses single parent adoption. Surya mengadopsi Luna, keponakannya. Luna dirawat dan dibesarkannya dengan penuh kasih. Keluarga besar mengapresiasi keputusannya ini. Sebaliknya, Luna pun sangat menyayangi Surya.

Sejak saat itu, Surya memutuskan untuk hidup selibat. Ia tidak ingin menikah. Fokusnya kini hanyalah mencintai Luna. Sebagian anggota keluarga menentang, sebagian lagi menghormati keputusannya. Sementara itu, Luna tak keberatan hidup tanpa sosok seorang ibu. Seorang ayah yang sangat baik dan sangat kaya sudah cukup untuknya.

Kisah Surya dan Luna bukanlah fiktif belaka. Telah banyak terjadi. Hanya orang-orang tertentu yang berani dan berprinsip kuat yang mau melakukannya. Alasan mereka tidak menikah adalah sibuk dengan karier dan mengasuh anak adopsi.

Menikah atau selibat adalah pilihan. Sebuah pilihan yang sangat private. Selibat tak harus karena ikrar kaul kemurnian atau keperawanan atau semacamnya. Sekali lagi, pilihan untuk selibat/tidak menikah datang dari diri sendiri. Tanpa paksaan, desakan, kaul, janji, nazar, atau dorongan dari pihak lain.

Ada pula yang memutuskan tidak menikah karena pelampiasan. Tak bisa move on dari cinta masa lalu, dan menganggap semua lawan jenis sama saja. Alasan seperti ini berbahaya. Namun sekali lagi, ini pilihan.

Young Lady cantik juga punya seorang sepupu jauh. Ia tampan, baik hati, saleh, dari keluarga kaya, namun belum juga menikah. Padahal usianya sudah cukup matang. Single pula. Apa yang terjadi? Pastinya bukan karena tidak laku kan? Jelas-jelas ia tampan dan memiliki segalanya. Lalu, apa yang kurang?

Takdir cinta. Seperti kata Rossa di lagunya. Takdir cinta yang menuntun hati pada pilihan untuk menikah atau selibat. Betul bahwa setiap manusia ditakdirkan berpasang-pasangan. Namun, konteksnya dimana? Apakah berpasangan di dunia, atau berpasangan di akhirat?

Jodoh belum tentu hadir di dunia. Bisa jadi, jodoh dan pasangan telah disiapkan di akhirat. Di dunia, bisa saja selalu sendiri. Para single kesepian yang menikmati kesendiriannya. Namun kelak nanti, di akhirat, barulah hadir pasangan hidupnya. Ada banyak kemungkinan soal jodoh dan cinta.

Young Lady pernah pula bertemu seorang wanita tua yang masih segar dan kuat dalam usia 69 tahun. Baru beberapa minggu lalu bertemu. Sekilas mungkin kelihatannya ia sudah punya cucu. Realitanya, sama sekali tak begitu. Wanita tua itu tidak pernah menikah. Tidak pula memiliki keturunan. Di tengah kesibukan kariernya dulu, ia sibuk mengurus keponakan-keponakannya. Tapi ia tetap sehat, segar, dan bahagia. Tak tahu apa kuncinya, sebab Young Lady tak bertanya sampai ke sana.

Anggapan Nyonya Besar yang masih sempit dan dangkal tentang orang yang tak menikah dan tak punya anak ternyata keliru. Tak menikah dan tak memiliki keturunan tidak selamanya mengundang berbagai penyakit. Tidak, buktinya masih ada orang sehat yang tidak menikah dan tanpa keturunan.

Menurut hasil studi yang dipublikasikan di British Medical Journal, pria yang menikah jauh lebih sehat dibandingkan pria lajang. Hal ini tak luput dari stabilitas finansial. Benarkah begitu? Apakah semua pria yang menikah jauh lebih sehat, finansialnya stabil, dan berumur panjang? Sayangnya, itu tidak berlaku bagi wanita. Hasil studi itu hanya difokuskan pada pria.

Umur, kesehatan, dan rezeki, hanya Tuhan yang bisa memastikan. Tuhan telah mengaturnya. Menikah atau tidak, jika Tuhan berkehendak memberikan umur panjang, kesehatan yang baik, dan rezeki berlimpah, siapa yang bisa mengelak? Menikah bukan jaminan hidup bahagia. Bagaimana bila setelah menikah hidup justru tak bahagia? Pertengkaran tanpa henti dengan pasangan, kondisi finansial tidak baik, ketiadaan keturunan, wanita yang hanya jadi boneka seks, atau masih dibayang-bayangi masa lalu.

Hmm...tidak semua yang menikah itu baik. Dan tidak semua yang selibat itu buruk. Kalau Kompasianers tanya Young Lady, maka Young Lady akan menjawab: tidak ingin menikah. Alasannya? Simple saja. Semua pria jahat. Yang baik hanya Nabi Muhammad.

Kompasianers, apa pilihan kalian?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun