Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Melodi Silvi] Merangkap Dokter Cinta

5 April 2018   06:47 Diperbarui: 5 April 2018   06:58 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ruangan meeting berbentuk oval, kursi-kursi empuk, AC, slideshow, coffee break, dan para petinggi perusahaan berjas rapi mendominasi suasana rapat pagi ini. Tepat waktu dan disiplin. Tak ada yang mengantuk, mengobrol yang tak penting dengan tetangga duduknya, atau bermain gadget. Calvin berhasil menjadi pemimpin rapat yang baik. Ia buat semua mata tertuju padanya.

Adica duduk di sampingnya. Cemas dan kalut menjadi satu. Bukannya ia tak berani menghadapi belitan permasalahan fitnah di perusahaan, melainkan ia tak ingin menyusahkan Calvin lagi. Detak jantungnya serasa memukul-mukul tulang rusuknya. Seakan organ terpenting dalam kehidupan itu ingin melompat keluar dari tubuhnya. Dada kirinya terasa amat sakit. Terasa berat tiap kali menarik napas. Ayah kandung Rossie dan si kembar Julia-Calisa itu hanya bisa berdoa meminta kekuatan.

"Allahumma maalikal mulki tu'tiil mulka man tasyaa-u watanzi'ul mulka mimman tasyaa-u watu'izzu man tasyaa-u watudzillu man tasyaa-u biyadikal khairu innaka 'ala kulli syai-in qadiirun." lirihnya.

Sekilas Calvin mendengar suara bariton di sampingnya menggumamkan doa itu. Ia tahu doa itu ada dalam Al-quran. Doa meminta kekuatan pada Allah, ada di ayat ke26 Surah Ali Imran.

Walaupun tenang dan berwibawa saat memimpin rapat, Calvin merasakan denyut kecemasan. Pertama, ia mencemaskan kondisi Adica. Kedua, ia mengkhawatirkan kondisinya sendiri. Sungguh ironis dan nyaris tak masuk akal. Seorang surviver kanker mendampingi, menjaga, dan merawat penderita gagal jantung. Sesungguhnya Calvin tak berdaya. Namun demi Adica, ia kuat.

Sesuatu yang tak terduga terjadi seusai rapat. Ketika Calvin dan Adica keluar dari meeting room, seorang lelaki berkemeja coklat mendekati mereka. Wajah kusutnya berangsur cerah.

"Selamat siang Pak Adica, Pak Calvin." sapanya, dengan sopan menyalami mereka.

Lelaki itu tak lain Sihar. Nada suara Calvin lebih dingin saat membalas sapaan staf seniornya. Sebaliknya, Adica tetap ramah dan hangat. Nampaknya tak ada dendam pada staf yang telah memfitnahnya.

"Pak Adica, saya minta maaf. Saya mengaku salah. Sengaja saya tunggu Anda selesai rapat hanya untuk meminta maaf." Sihar berujar setulus-tulusnya.

Adica tertegun. Tak menyangka stafnya berani datang meminta maaf langsung padanya. Sihar melanjutkan. "Saya sudah tahu semuanya...termasuk tentang sakitnya Bapak. Bahkan saya baca tulisan-tulisan di blog Anda. Sejak itu, saya menyesal. Tolong maafkan saya."

"Sihar, apa kamu merasa bersalah dan meminta maaf karena kasihan pada saya?" tanya Adica.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun