Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Jadikan Wanita sebagai Boneka Seks

2 Maret 2018   05:28 Diperbarui: 2 Maret 2018   16:21 2026
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Boneka Seks (Getty Images /Taro Karibe Via Huffington Post)

Selama menikah dengan Tian, Silvi tidak bahagia. Tian tidak pernah mencintainya. Silvi hanya dijadikan sebagai boneka seksnya.

Tak tahan menjalani pernikahan itu, Silvi menggugat cerai suaminya. Praktis mereka pun bercerai. Tiga tahun setelah bercerai, Silvi menikah lagi dengan Calvin.

Calvin pria istimewa. Ia tampan, kaya, dan multitalenta. Sama seperti Silvi, ia juga seorang model dan penulis terkenal. Silvi bahagia bersama Calvin.

Silvi sadar bahwa Calvin tipe pria penyabar, setia, dan konsisten. Hatinya lembut, sempurna untuk dicintai. Bukti konsistensinya adalah, Calvin tak pernah menyentuh Silvi. Tak pernah melukai dan menyiksa Silvi demi kepuasan biologisnya. Calvin pun berjanji untuk tidak menduakan Silvi.

Memiliki suami super tampan tetapi infertil dan punya riwayat kanker sama sekali bukan aib memalukan untuk Silvi. Kini ia justru sangat bahagia.

Kompasianer, apa pendapat kalian tentang ilustrasi di atas? Selain poligami dan pengkhianatan, hal lain yang paling dibenci Young Lady adalah seks. Bukan hanya karena seks adalah hal tabu yang tidak layak diperbincangkan secara terbuka. Melainkan juga ada ketakutan tersendiri terhadap hal-hal yang berhubungan dengan seks.

Ironisnya, seks yang menjadi hal sensitif dan tabu, justru dipraktikkan secara menyimpang di ranah agama. Lihat saja tagar "MeToo", "MosqueToo", dan "ChurchToo" yang berkelebatan di media sosial. Mencerminkan pengakuan wanita-wanita yang menjadi korban pelecehan seksual di tempat ibadah, saat melakukan ibadah, dan oleh pemuka agama.

Dilansir dari bbc.com, puluhan wanita, termasuk juga wanita Indonesia mengaku pernah mengalami pelecehan seksual saat beribadah Haji. Hal ini memicu keberanian para wanita untuk menceritakan yang sebenarnya. Bahwa mereka pun pernah mengalaminya. Tagar "MeToo" menjadi antitesis dari ketakutan wanita-wanita korban pelecehan seksual oleh pemuka agama. Mulanya mereka takut, kini keberanian mulai bangkit untuk mengungkap cerita kelam.

Miris sekali mendapati praktik-praktik pelecehan seksual pada wanita justru terjadi di lingkungan keagamaan yang kuat. Tempat ibadah yang idealnya menjadi tempat aman bagi umat, berubah menjadi tempat pelecehan seksual tersembunyi oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab. Pemuka agama, yang semestinya memiliki iman, kharisma, dan cinta kasih, memberikan ketenangan dan rasa nyaman bagi umat, berganti rupa menjadi sosok pemburu seks yang menjadikan umat wanitanya sebagai boneka pemuas kebutuhan biologis. Keselamatan wanita menjadi terancam di rumah ibadahnya sendiri.

Tulisan cantik ini bukan hanya teguran bagi para pemuka agama saja. Melainkan untuk semua pria yang membacanya. Young Lady ingin tegur kalian. Jangan tersinggung ya.

Coba jawab dengan jujur: saat para pria jatuh cinta dengan wanita, apa soal seks menjadi pertimbangan utama? Bagaimana wanita cantik dan seksi, menarik di mata pria sebagai objek. Atau wanita yang kurang dalam masalah seks menjadi tidak menarik di mata kalian?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun