Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Spesial] Mata Pengganti, Pembuka Hati: Tak Ada Hari Libur untuk Mencintai

23 Februari 2018   17:57 Diperbarui: 23 Februari 2018   18:08 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Kacau. Para pemegang saham sok kuasa. Papa membanding-bandingkan cara kerjaku denganmu. Syifa dikirimi surat pengaduan dari konsumen."

"Surat pengaduan? Apa yang mereka katakan?"

Sebagai jawaban, Adica membuka smartphonenya. Memperlihatkan foto surat pengaduan yang dikirimkan Syifa via Whatsappnya. Calvin membaca cepat isi surat itu. Wajahnya berangsur cemas.

"Sayang sekali...Syifa tak mengatakannya padaku. Ini harus segera dibereskan, Adica." katanya sambil mengembalikan ponsel berlogo apel tergigit itu ke tangan pemiliknya.

Adica tersenyum sinis. "Mana mungkin dia memberi tahu kakak tercintanya yang sedang sakit? Sudah, jangan cemas. Syifa dan aku akan membereskannya minggu depan."

Sesaat Calvin ingin mendebat lagi. Namun teringat kalau hari ini Hari Jumat. Sudah malam pula. Bukan lagi office hour.

"Kamu sudah shalat?"

Tangan Adica mendarat mulus ke dahinya sendiri dua detik kemudian. Ia terlupa, sungguh-sungguh lupa. Waktu Maghrib hampir habis. Urusan kantor, kemacetan, dan berulang kali mencemaskan Calvin mengacaukan pikirannya.

Tanpa kata, pria yang beberapa tahun lebih muda dari Calvin itu bergegas mengambil wudhu. Shalat di depan ranjang. Tak terpikir lagi untuk shalat di masjid yang terletak di seberang rumah sakit.

Jumat petang yang melelahkan untuk Adica. Jumat petang yang suram untuk Calvin. Di luar, berkas-berkas kemerahan sisa senja menghilang. Langit berubah gelap. Bulan keperakan tersenyum lemah, diikuti kerlip beberapa butir bintang.

**      

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun