Macao International Airport, mereka datangi. Mengedarkan pandang ke sekeliling, Silvi mulai resah. Sudah tepatkah destinasi wisata kali ini?
![http://www.aircargoweek.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/12/13/macau-696x464-5a306a8616835f5e407c8bd3.jpg?t=o&v=770)
Calvin tersenyum menawan. Memegang halus tangan Silvi. "Yakin, Clara. Selama ini kamu hanya melihat Macao dari sisi negatifnya."
Menatap sangsi suami super tampannya, Silvi menggandeng tangan Calvin. Mereka berdua meninggalkan bandara. Tujuan pertama mereka adalah Mosquita de Macao, satu-satunya masjid di Macao. Traveling boleh saja, namun ibadah nomor satu.
Taksi membuat Calvin merasa eksklusif. Sebagai gantinya, ia ajak istrinya naik bus. Akses transportasi cukup mudah di sini. Selain mudah, nyaman pula.
"Wow...!" desah Silvi kagum. Terkesan pada bangunan bersejarah dengan arsitektur perpaduan Portugis yang memikat.
"Indah, kan? Sudah kubilang, Silvi. Kamu takkan menyesal." ujar Calvin.
"Tapi...masih ada lagi yang kukhawatirkan. Calvin, bagaimana dengan makanan halal? Di sini pasti tidak banyak." ungkap Silvi.
"Jangan khawatir, Love. Di sini kita bisa menemukan restoran halal. Nanti aku ajak kamu ke Loulan Islam Restaurant. Egg tart, Galinha a Africana, dan Plate of Clams juga halal untuk kita." Calvin berkata menenangkan.
![Macau Clam Dishes (https://www.lonelyplanet.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/12/13/clams-macau-5a306aaacf01b45f9a6c43e4.jpg?t=o&v=770)
Dari Mosquita de Macao, mereka pergi kee Hotel Venetian. Di hotel mewah itulah mereka akan menginap. Satu malam penuh kemewahan di Las Vegasnya Asia itu.
"Calvin, apa ini tidak terlalu berlebihan? Hanya semalam di Macao, tapi kita menginap di hotel bintang lima gaya Italia macam begini." Silvi resah lagi, menatap Calvin penuh tanya.
Mengacak rambut panjang Silvi, Calvin meyakinkan istrinya jika ini tidak berlebihan. Mudah mencari hotel dan penginapan di Macao. Harga dan kualitasnya bervariasi, mulai dari hotel bintang dua sampai bintang lima. Namun Calvin ingin memberikan yang terbaik untuk wanita Sunda-Inggris yang telah lama menempati relung hatinya itu. Hotel Venetian inilah yang terbaik menurutnya.
![Gondola ride at the Venetian (http://mithunonthe.net)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/12/13/venetian-gondola-ride-canal-macau-china-5a306ac8ab12ae6627628a82.jpg?t=o&v=770)
"Begitulah, Silvi. Kota Venesia seakan pindah ke sini." Calvin berkata lembut seraya memeluk pundak Silvi.
Tak dapat dipungkiri, Venetian Resort menjadi spot romantis di Macao. Tempat wisata recomended bagi pasangan-pasangan yang sedang kasmaran. Naik gondola menjadi klimaks dari keromantisan Venetian Resort.
"Sebenarnya ini kegilaan atau kenekatan, Calvin. Pulang dari rumah sakit, tetiba saja kamu mengajakku ke bandara. Katamu, kita akan ke Macao. Mengagetkan...aku kan belum prepare sama sekali. Belum lagi urusan visa. Tapi, kamu bilang kalau ke Macao bebas visa. Flightnya cukup sekali saja. Tidak perlu ganti penerbangan. Ah...ini perjalanan yang nekat, Sayang."
Mendengar itu, Calvin tertawa. "Gila kan? Nikmati saja, Silvi."
Turun dari gondola, Calvin merasakan sakit luar biasa di hidung dan mata sebelah kirinya. Silvi memegang tangannya erat, sadar bila suaminya kesakitan.
"Calvin, are you ok? Sebaiknya kita tidak usah melanjutkannya. Atau kamu mau ke rumah sakit?"
"I'm ok. Kita lanjutkan, Silvi. Masih banyak tempat yang belum kita kunjungi."
Dengan hati berat dipenuhi kecemasan, Silvi menurut. Sementara Calvin berdoa dalam hati agar Rabdomyosarcoma tidak menghalanginya untuk membahagiakan Silvi. Sebelum kemoterapi terakhir, sebelum maut menjemput, ingin ditunjukkannya keindahan bekas koloni Portugis yang telah menjadi daerah administrasi khusus Republik Rakyat Tiongkok ini.
Pernah dikuasai Portugis membuat percampuran budaya Timur dan Barat terlihat jelas di Macao. Bukan hanya dari arsitekturnya. Melainkan dari bahasanya pula. Di Macao, terdapat tiga bahasa: Kantonis, Portugis, dan Inggris. Adanya tiga bahasa dan percampuran budaya ini menjadi keunikan tersendiri. Calvin dan Silvi sangat menikmatinya. Sejenak lupa pada kecemasan dan rasa sakit.
** Â Â Â
Kenyataan yang ada
Tak cukup sanggup menghapuskan cinta
Meski kita berbeda
Namun rasa ini kan terus ada
Biarlah rintangan menghadang
Pastikan kita seirama
Mengenang kisah kita berdua (Calvin Jeremy-Nostalgia).
** Â Â Â
![Guia Light House (https://www.thejigsawpuzzles.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/12/13/guia-lighthouse-fortress-and-chapel-macau-5a306b3fab12ae52c16da563.jpg?t=o&v=770)
A-MA Temple menjadi tempat kedua. Silvi memandang Calvin penuh arti, berkata halus.
"Seperti tanah air keduamu, kan?"
"Iya. Darah Tionghoa mengalir di tubuhku, berada di sini seperti kembali ke tanah air kedua. Tidakkah kamu merasakannya juga?"
"Yups. Macao ini seperti kita berdua. Budaya Timur dan Barat yang disatukan. Kalau kita menyatukannya dengan cinta."
![Taipa Village (http://www.scmp.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/12/13/hdp-photographyservices-com-panorama-high-res-re-5a306c37cf01b46086059815.jpg?t=o&v=770)
![Macao Giant Panda Pavilion (https://www.tripadvisor.com.sg)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/12/13/filename-p1130371-jpg-5a306b7fcf01b453cc00a054.jpg?t=o&v=770)
"Aku sehat, Silvi. Sayang kalau kita menyudahinya sekarang. Masih banyak keindahan yang ingin kubagi denganmu." Calvin menolak halus, mengelus rambut wanitanya.
Keindahan belum berakhir. Calvin mengajak Silvi ke Macao Tower. Di sana, mereka bisa melihat Macao dari ketinggian. Sensasinya lebih terasa karena mereka bisa melihat keindahan Macao dari ketinggian 338 meter. Tak sedikit wisatawan yang datang ke sini untuk melakukan bungee jumping.
Mata Calvin memerah. Hidungnya berdarah. Kesakitan luar biasa datang lagi. Namun Calvin berkeras melanjutkan perjalanan. Ada satu tempat terakhir yang ingin diperlihatkannya pada Silvi.
Mereka tiba di Ruins St. Paul. Tanda cinta Serikat Jessuit untuk Santo Paulus. Kebakaran hebat tahun 1835 hanya menyisakan bagian depan gereja. Kini, Luins St. Paul menjadi spot yang Instagramable.
Di depan tangga dan dinding penuh ukiran indah, Calvin dan Silvi berpelukan. Saling mengungkapkan cinta tanpa kata. Cinta mereka hampir sama seperti reruntuhan gereja ini: sebbagian besar terbakar dan hancur, namun masih ada yang bertahan.
"Kenyataan takkan menghapuskan cinta kita, Calvin. Tubuhmu boleh saja hancur karena kanker jaringan lunak, tapi cintamu tidak." ucap Silvi.
"Silvi Mauriska...aku mencintaimu." Calvin berbisik. Mendekatkan wajahnya pada Silvi, lalu mencium keningnya.
"Aku juga mencintaimu, Calvin Wan."
Berjalan bertautan tangan, Calvin dan Silvi melewati deretan makam para biarawan berlapis kaca. Memasuki Sacred of Artand Crypt Museum, mereka berjalan sambil bernyanyi bersama.
![http://www.macaumuseum.gov.mo](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/12/13/stpaulmuseum1-5a306bdb16835f62d4747833.jpg?t=o&v=770)
"Walau kau masih memikirkannya...aku masih berharap kau milikku." Calvin membalas nyanyian Silvi dengan suara bassnya.
Berjalan mengelilingi museum kecil itu sambil bernyanyi. Praktis menarik perhatian para turis. Mereka melirik pasangan beda etnis itu. Ada yang tertarik, tertawa kecil, tersenyum, terpesona, dan terganggu. Calvin dan Silvi tebar pesona di depan wisatawan lainnya.
Puas mengelilingi museum, mereka kembali ke reruntuhan. Kembali berpelukan erat. Dalam pelukan Silvi, Calvin terbatuk. Darah segar mengalir. Silvi mengusap darah di sudut bibir dan dagu Calvin.
"Sudah menyebar...kamu ingat? Tidakkah kamu ingin dioperasi saja? Mengangkat sel kanker sampai ke akarnya?" bujuk Silvi halus.
Calvin tak menjawab. Hanya mempererat pelukannya, menempelkan keningnya di kening Silvi. Bukan hanya mengangkat sel kanker, operasi itu akan membuat Calvin harus kehilangan setengah dari wajah tampannya. Kulit pipi, mata kiri, dan sebagian wajahnya harus diangkat.
"Aku pasrah...aku ikhlas. Andai saja Allah mengizinkan, aku ingin meninggal di kota seindah ini. Di pelukanmu...seperti keinginan Rene Angelil pada Celine Dion." lirih Calvin.
Air mata Silvi membasahi wajah cantiknya. Calvin begitu pasrah, ikhlas memasrahkan akhir hidupnya secara total pada Allah. Akankah keinginan terakhir Calvin terkabul?
**
   Â