Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jadi Pribadi 'Lovable', Mengapa Tidak?

25 Maret 2017   14:07 Diperbarui: 28 Maret 2017   04:00 1252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Rasanya sia-sia bila masa kuliah hanya digunakan untuk kuliah saja. Ada hal-hal lain di luar kegiatan akademik yang bisa dilakukan untuk membuat masa studi menjadi bermakna. Setidaknya, itulah yang saya rasakan.

Mengembangkan soft skill, mengikuti unit kegiatan mahasiswa, sebanyak mungkin menolong orang lain, terlibat dalam ajang-ajang berprestasi, dan banyak hal lainnya bisa dilakukan. Begitu pun mengembangkan hubungan baik dengan dosen dan teman-teman sesama mahasiswa. Itu juga bisa kita lakukan.

Salah satunya saat saya mengikuti acara Mahasiswa Berprestasi Jumat lalu. Saya pikir, saya akan bertemu dengan mahasiswa-mahasiswa semester 4 lainnya. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Saya bertemu dengan mahasiswa-mahasiswa semester 6. Mereka semua kakak tingkat saya. Dari angkatan saya, tidak ada yang mengikuti acara tersebut. Alhasil saya jadi yang paling muda di antara mereka. Entah mengapa, hal ini sering saya alami tiap kali mengikuti berbagai acara.

Acara berlangsung menyenangkan. Dosen dan mahasiswa terlihat begitu akrab dan dekat. Seolah tak ada jarak dan sekat. Semua mahasiswa semester 6 memperlakukan saya seperti adik mereka sendiri. Beberapa tanpa ragu melontarkan panggilan sayang pada saya. Mereka mengajak saya duduk bersama dan makan-minum bersama. Bahkan salah seorang kakak tingkat mengajak saya ke ruang sebelah dan membuatkan teh hangat dengan campuran lemon untuk saya.

Saat presentasi makalah, ada satu hal yang membuat saya tersentuh. Tanpa diminta, dosen wali berada di sisi saya selama presentasi. Saya dekat dengan beberapa dosen. Dosen yang paling dekat adalah dosen wali saya. Sejak semester 1, sebelum pemilihan dosen wali untuk mahasiswa baru diputuskan, kami sudah dekat. Mungkin karena kami sama-sama punya passion di bidang psikologi dan hipnoterapi. Ayah satu putri ini sangat cerdas. Ilmunya di bidang psikologi dan medis membuat saya kagum. Saya mempercayainya, dan beliau tahu masalah-masalah serta kesedihan yang saya alami. Sejak awal, saya sudah berdoa memohon agar beliau menjadi dosen wali saya. Ternyata doa saya dikabulkan Tuhan.

Selama presentasi makalah, dosen wali saya terus mendampingi. Dua orang dosen lainnya menanyai saya tentang materi dalam makalah dan tentang prestasi. Lalu, tibalah wawancara dalam Bahasa Inggris. Ada tiga pertanyaan yang diajukan dosen wali saya: tentang motivasi hidup, orang-orang yang paling berpengaruh di hidup saya, dan keputusan saya melanjutkan S2 atau tidak nantinya. Semuanya saya jawab sebaik mungkin. Saya katakan bahwa motivasi hidup saya ingin membantu dan menyembuhkan orang lain. Saya sebutkan siapa saja orang yang paling berpengaruh di hidup saya. Tepatnya, orang-orang yang sangat saya sayangi dan telah mengajarkan saya banyak hal. Lalu, saya menjawab pertanyaan ketiga mengenai keinginan langsung lanjut S2 dan alasannya. Sebab saya ingin menjadi psikolog dan terapis wicara.


Setelah semua pertanyaan terjawab, sesuatu terjadi di luar dugaan. Dengan lembut, bangga, dan penuh kasih sayang, dosen wali saya membanggakan saya di depan para dosen lain. Mengatakan jika saya juga hypnotherapyst seperti beliau. Para dosen lainnya terkagum-kagum. Saya kaget dan tersentuh. Dapat saya rasakan energi positif dan kasih sayang yang tulus dari seorang pendidik pada muridnya dalam setiap kata-kata beliau. Begitulah pendidik yang baik dan tulus, pikir saya. Baik hati, penuh kasih, dan tulus menyayangi murid-muridnya.

Presentasi usai. Dosen wali saya itu meraih tangan saya. Menemani saya kembali ke ruangan tempat mahasiswa yang lain menunggu. Dosen muda yang sama-sama lahir di Bulan September itu tanpa sengaja menginjak ujung maxi dress yang saya kenakan. Kami tertawa karenanya.

Kakak-kakak tingkat bersorak dan bertepuk tangan saat saya kembali. Meski tidak menyaksikan secara langsung, di ruangan itu diperlihatkan tayangan secara live proses presentasi dan wawancara. Sehingga kami bisa menonton penampilan yang lain. Kembali saya terenyak. Perlakuan yang diberikan dosen sekaligus hypnotherapyst pada saya itu, tidak diberikan pada mahasiswa lain. Saya bersyukur selama ini dikelilingi orang-orang yang baik dan menyayangi saya. Sejak kecil sampai sekarang, saya belajar cara menyayangi dan mencintai dari semua orang di keluarga, lingkungan, sekolah/universitas, dan tempat-tempat lainnya.

Kasih sayang adalah sesuatu yang indah. Semua orang membutuhkannya. Akan tetapi, tidak semua orang bisa mendapatkannya.

Orang yang disayangi akan tahu cara menyayangi orang lain. Merasa dirinya disayangi dan dicintai, ia akan memberikan hal yang sama. Ia tak ragu menunjukkan perhatian dan kasih sayang pada siapa pun yang menurutnya pantas memperoleh semua itu. Pertanyaannya adalah: bagaimana menjadi pribadi yang lovable? Pribadi yang kata Evelin Jingga dalam novelnya, Love in Sunkist, ‘enak buat disayang’?

Jadi pribadi lovable memang tidak mudah. Terlebih bagi mereka yang kekurangan perhatian dan kasih sayang. Namun bukan berarti tidak bisa dicoba. Mau coba jadi pribadi yang lovable? Ini caranya.

1. Perhatikan penampilan

Dimulai dari hal yang paling dasar. Banyak orang yang menganggap penampilan tidak penting. Jangan salah. Penampilan adalah hal pertama yang dilihat orang lain dari kita. Bayangkan bila kita berpakaian lusuh. Atasan dan bawahan tidak matching, tidak fashionable, dan ketinggalan mode. Wajah yang terlihat kusam, tanpa ekspresi,  senyum.   Rambut berantakan, malas pakai parfum, make up, pomade, dan sejenisnya. Pokoknya penampilan acak-acakan dan kurang kece. Bagaimana orang akan tertarik dan menyebut kita lovable?

Nah, untuk menyikapi hal ini, mulailah perhatikan penampilan. Pastikan penampilan kita rapi, segar, dan wangi. Tak sampai di situ saja. Berikan senyuman tulus untuk orang lain. Senyum akan memberikan kesan ramah dan hangat.

2. Pandai membawa diri

Lihat situasi di sekeliling kita. Tampilkan pembawaan yang rileks, tidak kaku, dan menyenangkan. Saat kita di depan guru/dosen, pimpinan, keluarga, kekasih, dan teman-teman, kita tidak akan merasa canggung jika pandai membawa diri.

3. Cerdas dan berwawasan luas

“Kamu tahu nggak sih, film yang baru keluar bulan ini?”

“Siapa sih pemeran Legolas di The Lord of The Rings?”

“Kamu tahu nggak, sekolah model apa yang bagus di kota ini?”

“Hei, kamu bisa bantu aku ngerjain makalah nggak?”

Orang-orang yang cerdas dan berwawasan luas takkan kesulitan disodori potongan dialog di atas. Mereka tahu hal-hal yang sedang hits. Topik apa pun selalu bisa mereka ikuti. Dengan kecerdasannya, mereka pun bisa membantu dan mengajari orang lain. Kecerdasan dan wawasan itu penting, kan?

4. Kembangkan sikap hangat dan sabar

Bagi mereka yang terbiasa bersikap dingin dan tidak peduli, mungkin hal ini agak sulit. Cobalah pelan-pelan. Kembangkan sikap hangat dan sabar. Jangan ragu menyapa duluan, menanyakan kabar, dan memberi perhatian. Sabar mendengarkan orang lain dan menunjukkan simpati serta empati. Peka dan peduli pada perasaan orang lain.  Tidak egois, individualis,  meremehkan orang lain, dan menyakiti perasaan orang lain. Menerima kehadiran orang lain dengan tangan terbuka dan tidak menganggap orang lain sebagai pengganggu.  Mereka yang berkepribadian hangat dan sabar lebih mudah disukai, apa lagi disayangi. Peluang untuk menjadi pribadi lovable terbuka lebar.

5. Tulus

Ketika orang lain membutuhkan kita, bantulah mereka dengan tulus. Sediakan waktu untuk mereka tanpa mengeluh. Selalu ada untuk siapa saja yang membutuhkan kita. Mempedulikan dan memperhatikan orang lain tanpa mengharapkan balasan yang sama. Di awal terasa sulit, namun pada akhirnya kita akan terasah untuk menjadi pribadi yang tulus karena sudah dibiasakan.

6. Pancarkan aura positif

Aura positif yang terpancar menjadikan diri kita memesona. Orang akan terpesona pada kita. Mereka melihat diri kita begitu charming. Cara memancarkan aura positif mudah saja. Berpikiran positif dan mengakui kelebihan-kelebihan dalam diri kita. Berhenti berpikir, berbuat, dan berkata sesuatu yang negatif. Orang akan nyaman dan senang berdekatan dengan kita.

Semuanya kembali pada diri kita masing-masing. Manakah yang akan kita pilih: menjadi pribadi yang disayangi, atau menjadi pribadi yang tidak disukai/dibenci?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun