Mohon tunggu...
Ilas
Ilas Mohon Tunggu... Guru - Pekerja biasa yang mencoba menjadi orang luar biasa.

Mencoba menulis hal menarik di sekitar kehidupan sehari-hari untuk mengisi waktu disela sela rutinitas agar hidup terasa lebih berwarna.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Perjalanan ke Kampung Baduy Luar

30 Desember 2021   02:11 Diperbarui: 30 Desember 2021   02:18 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Entah dorongan apa yang membuat aku memberanikan diri mengikuti open trip ke daerah baduy luar. Sekedar mendapatkan informasi dari salah satu grup perjalanan di facebook yang mencari tambahan orang untuk ikut trip ke Baduy luar aku tertarik dan mengontak pesan tersebut. 

Mungkin karena dimotivasi dari rasa bosan terkurung di rumah selama pendemi, tidak bisa kemana-mana. Mungkin dalam pikiran bawah sadar, ikut trip ke kampung di daerah gunung nun jauh disana relatif lebih aman dari wabah pendemi.... 

Jadi, setelah ngobrol beberapa kali dengan tour leadernya melalui chat wa, akhirnya aku transfer biaya yang diminta,kemudian diajak bergabung ke grup whatsap peserta yang akan berangkat. Sebut saja nama tour leadernya Mas NB. 

Melalui grup tersebut diberikan beberapa informasi terkait perjalanan yang akan dilakukan, seperti apa yang harus disiapkan dan di bawa, serta arahan-arahan lain terkait perjalanan yang akan dilakukan.

Apa yang sebaiknya dibawa dan apa yang sebaiknya tidak usah dibawa. Cukup jelas sih syarat dan ketentuannya karena sepertinya tour leadernya sudah cukup berpengalaman trip ke daerah Baduy. Itu kesan yang aku dapatkan dari penjelasannya di grup tersebut. 

Sebelumnya Aku juga sudah searching di internet tentang route perjalanan yang akan dilalui. Dalam pikiran sih, sudah membayangkan akan melewati jalan tanah di hutan dan membayangkan banyak nyamuk dan pacet.Aku tidak mau menduga-duga tentang perjalanan tersebut, karena kalau sudah memprediksi duluan malah jadinya takut sendiri dan bisa-bisa batal berangkat. 

Cukup sekedarnya saja mencari informasi. Sesuai ketentuan, semua peserta bertemu di stasiun Rangkasbitung ,tetapi di stasiun Tanah Abang pun sebenarnya sudah bisa ketemu. Melalui chat kita semua sebenarnya satu kereta hanya beda gerbong. Saat berkumpul di stasiun Rangkasbitung, kita semua tidak berkenalan secara formil, hanya sekedarnya saja. 

Tidak banyak waktu yang di habiskan di stasiun,, kita semua lalu di arahkan kebelakang stasiun untuk menuju pangkalan kendaraan yang akan kita gunakan selanjutnya yaitu mobil angkutan umum jenis elf yang biasa di gunakan oleh tour leader tersebut. Ada kejadian unik saat akan naik mobil elf tersebut. 

Buat aku yang tidak pernah berkegiatan seperti itu, kejadian tersebut benar-benar membuat takjub.Saat kita semua akan menaiki mobil elf, diawali dengan merapikan barang-barang bawaan keatas mobil. 

Karena ada 12 orang tentunya perlengkapannya banyak. Dengan entengnya Mas NB, tour leader kami naik ke atap mobil untuk merapikan barang tersebut.Buatku ini belum membuat heran karena dia laki-laki.Yang membuat aku takjub, perempuan salah satu peserta juga ikutan naik ke atap mobil elf membantu merapikan barang barang tersebut. 

Dengan gampang dan ringannya dia memanjat ke atap mobil elf tersebut dan menerima barang-barang yang diulurkan dari bawah.Padahal aku yakin, carrier yang aku bawa sudah cukup berat. Apalagi ada 10 peserta lain dengan bawaan yang lebih kurang sama beratnya. Sepertinya memang perempuan ini sudah biasa ikut jalan dengan tour leader ini. 

Mereka terlihat cukup akrab berbincang bincang sebelumnya.Aku dan teman yang biasa aku ajak jalan hanya bisa berpandang-pandangan mata, takjub dan terpesona melihat kelincahan dan kekuatan perempuan tersebut. 

Belakangan aku baru tau namanya, sebut saja namanya Mbak NN.Dengan postur tubuh tinggi kurus tapi kuat, ternyata dia adalah pendaki gunung sejati sama juga dengan tour leader Mas NB. Mbak NN sehari-hari bekerja sebagai guru tari di sekolah. Dalam hati aku sudah berpikir bahwa ini akan jadi perjalanan yang luar biasa bertemu dengan orang-orang seperti mereka. Setelah urusan merapikan barang selesai, kita semua masuk ke dalam mobil dan memilih kursi masing-masing. 

Teman baikku yang ikut tidak mau duduk di belakang, dia minta untuk duduk di depan disebelah sopir, dan mengajak salah satu perempuan yang juga ikut di trip tersebut. Perempuan yang ini ikut trip bersama anak laki-lakinya, mahasiswa akhir di salah satu perguruan tinggi negeri di jakarta dan juga satu laki-laki lain, teman main satu sekolah SMP .

Ibu A, ternyata juga pendaki gunung sejati bersama dengan anak laki-lakinya. Sudah banyak gunung di Pulau Jawa dan Pulau Sumatra dia taklukan. Ibu A sudah melakukan kegiatan pendakian dari sejak jaman dia masih kuliah di salah satu universitas di Jakarta. Punya keluarga dan anak tidak menghalanginya untuk tetap mengikuti kegiatan tersebut. 

Karena suaminya pun adalah teman masa kuliah yang biasa menemaninya mendaki ketika mereka masih kuliah dan sampai sekarangpun masih tetap melakukan kegiatan pendakian. Teman laki-laki Ibu A, sama seperti aku, orang awam di dunia pendakian. Benar-benar kegiatan yang menarik, bertemu dengan mereka semua. Saat perjalan, aku duduk bersama perempuan muda lain yang ada di dalam rombongan kami, ternyata perempuan muda ini adalah sepupunya Mbak NN. 

Mereka ada lima orang bersaudara sepupu ikut bersama dalam perjalanan tersebut, dua perempuan dan tiga laki-laki muda. Perempuan muda yang duduk di sebelahku ini hanya terdiam sepanjang perjalanan. 

Aku sudah berusaha membuka percakapan dengan topik apapun , yang kupikir bisa memecah keheningan sepanjang perjalanan, tapi tidak mendapatkan respon yang seimbang. Aku sempat berpikir dia terlalu pendiam tidak mau bercakap-cakap. Belakangan aku baru tau dia tidak nyaman melakukan perjalanan menggunakan kendaraan darat mobil tertutup, kepalanya pusing dan mual makanya dia tidak mau berbicara. 

Dari arah belakang tempat duduk, Mbak NN sudah berusaha ikut nimbrung bercakap cakap dengan aku dan saudara sepupunya yang duduk di sebelahku.Akhirnya lebih banyak aku dan Mbak NN yang berbincang bincang sepanjang perjalanan tersebut. 

Orang lain di dalam perjalan tersebut asyik bercakap-cakap dengan teman teman nya yang memang sudah di kenalnya. Tidak ada yang berusaha untuk mengenal orang yang belum mereka kenal. Aku sempat berpikir, kalau teman seperjalanan seperti ini bagaimana nanti perjalanan di hutan yang butuh kerja sama. 

Kalau tidak saling mengenal kan mungkin akan ada rasa sungkan untuk saling meminta bantuan. Hal itu sempat terlintas di dalam pikiranku. Tetapi belakangan terbukti bahwa pikiran ku itu salah. 

Walaupun di kendaraan mereka terkesan cuek seperti tidak mau saling kenal, tetapi saat di perjalanan di tengah hutan sifat asli mereka sebagai petualang sejati yang telah teruji benar benar bagus. 

Mereka benar benar mau membantu teman satu rombongan yang terengah-engah menapak selangkah demi selangkah melewati jalan tebing terjal menanjak menuju perkampungan baduy luar. Setelah lebih kurang menempuh perjalanan selama 2 jam, kami turun di terminal Cibolegar,pemberhentian terakhir jika akan ke Baduy luar. 

Cukup lama kami duduk dan menunggu orang Baduy luar yang akan menjadi pemandu. Sembari menunggu di pinggir toko yang banyak di sekeliling terminal kecil tersebut kami membeli makan siang dan melihat barang-barang yang di tawarkan di kios-kios yang ada di seputran terminal tersebut. 

Aku tertarik dengan durian yang di tawarkan, tetapi sepertinya belum ada yang tertarik sehingga aku mengurungkan niat untuk membeli. Saat duduk menunggu di pinggiran toko, aku melihat ada ikatan tongkat kayu, cukup banyak dalam satu ikat besar. 

Aku jadi ingat dengan Bapakku. Kalau dulu kami diajak ke kebun karet saat berjalan di kebun karet yang semak oleh tanaman perdu, Bapakku selalu mencari dan membuatkan aku tongkat kayu seperti yang di pinggiran toko itu. Aku lalu bertanya pada Si Bapak yang menunggunya, apakah tongkat kayu tersebut dijual. 

Ternyata memang tongkat kayu itu untuk dijual pada orang-orang yang akan ke baduy dalam ataupun baduy luar. Untuk menjadi penopang tubuh membantu saat jalan menanjak. Aku menjadi orang yang membeli pertama tongkat kayu tersebut. 

Temanku tidak ikut membeli karena tidak memikirkan pentingnya memiliki tongkat kayu saat berjalan di hutan, dan aku sebagai temannya juga tidak memaksa dia untuk ikutan membeli. 

Kelompok lain yang bergerombol di dekat rombongan kami, juga banyak yang akhirnya ikut membeli tongkat tersebut. Kalau rombonganku yang membeli hanya aku dan teman laki-laki Ibu A yang membeli. 

Setelah diperjalanan, terbukti bahwa tongkat tersebut sangat luar biasa membantu melewati route perjalanan yang berliku dan menanjak. Memang di saat awal chat sebelum perjalanan dilakukan, Mas NB sudah menyebutkan salah satu barang yang sebaiknya dibawa yaitu trekking pole, jika punya. Ya, lebih dan kurang tongkat kayu tersebut sama fungsinya dengan trekking pole pendaki gunung. 

Ibu A sudah membawa trekking pole miliknya yang biasanya dia bawa saat menjelajahi gunung. Satu peserta perempuan di kelompokku, Mbak LL yang juga pendaki gunung sejati sudah membawa trekking pole miliknya. Teman laki-lakinya yang juga ikutan juga sudah membawa trekking pole lain milik Mbak LL . 

Mas NB terlihat beberapa kali berusaha menelpon kontak telpon orang baduy yang akan dituju. Setelah beberapa kali dan mencoba tidak berhasil, dia memutuskan rombongan untuk langsung jalan saja kekampung Baduy yang dituju karena sudah terlalu lama menunggu. Kami pun berjalan menanjak ke atas dari terminal tersebut. Mas NB sebelumnya membeli satu kardus aqua botol dan membagikan ke masing masing peserta. Sisa aqua dia masukan kedalam tas carrier nya yang memang masih terkesan kosong. 

Dari awal aku sudah heran melihat tas carrier nya yang besar kok kosong. Ternyata itu gunanya dia mengosongkan tas tersebut. Perasaanku antara kagum dengan heran melihat gayanya memimpin rombongan ini. Dengan gayanya yang tidak banyak bicara, tapi dia sangat tau dengan apa yang harus dia lakukan.

Carriernyapun langsung penuh dengan tambahan aqua tersebut dan beberapa barang lain yang entah apa yang dia beli. Dan lagi lagi dia dengan enaknya membawa carrier tersebut di punggungnya. Perjalanan menuju kampung Baduy luar pun dimulai. 

Melalui jalan berbatu rapi dan cukup lebar serta menanjak pun dilewati dengan cukup mudah, apalagi di pinggir kiri kanan jalan masih melewati toko-toko souvenir baduy. Semua masih berkumpul dalam satu rombongan merapat satu dengan lainnya. 

Tawa dan canda antar sesama rombongan masih terdengar. Entah kapan mulainya, tau-tau saja rombongan mulai terpecah menjadi satu persatu dengan jarak beberapa meter. 

Aku melangkah perlahan dan berpikir tidak mau tertinggal dengan tour leader. Aku berpikir patokan kekuatanku hanya pada dia sebagai orang kupercaya. Perjalanan melewati pinggiran tanah ladang : menanjak , menanjak, dan menanjak tidak ada yang landai. Kadang jalan setapaknya sudah di beri alas batu-batu kali yang lumayan enak untuk di tapaki, tetapi juga terkadang hanya jalan tanah. 

Teman baik ku sudah jauh tertinggal di belakang, hanya sayup sayup suaranya terdengar bersama rombongan Mbak NN dan empat saudara sepupunya. Mas NB sebagai tour leader memimpin di depan. Dibelakangnya diikuti oleh laki-laki Mas A, kemudian Mbak LL dan temannya, Ibu A dan temannya selanjutnya aku. 

Aku sebenarnya terseok seok mengikuti langkah mereka melewati jalan yang terus menanjak tersebut. Aku mengatur kekuatan dan tenaga, berjalan beberapa meter aku selalu istirahat. Tidak mau memaksakan diri. Tapi aku juga tetap berusaha agar tidak tertinggal terlalu jauh dengan rombongan di depan. 

Rombongan di belakang sudah terlalu jauh tertinggal karena suaranya sudah tidak terdengar sama sekali. Aku tidak banyak berpikir yang tidak tidak melewati perjalanan tersebut. Hanya berpikir optimis aku bisa melewati jalanan ini. Teman lelaki Mbak Ll beberapa kali terpeleset melewati jalan tanah berbatu itu.Walaupun berusaha di jadikan lelucon, tetap saja aku merasa melihat nyalinya ciut melewati perjalan ini. 

Menjelang sampai ke perkampungan yang dituju, hanya tinggal aku berdua berjalan bersama teman lelakinya Mbak LL yang belakangan aku tau namanya Mas DD.

Terengah engah kami melangkah melewati jalan tebing menanjak terakhir sebelum masuk kampung Cicampaka.Peluh keringat membasahi sekujur badan dan baju pun bisa di peras seperti cucian , akhirnya dengan disambut tepuk tangan teman yang sudah berhasil sampai duluan, akupun berhasil sampai di tujuan. Kampung Baduy luar Cicampaka. 

Perkampungan sepi, hanya ada beberapa rumah tertutup yang ada di kampung tersebut. Diteras rumah yang kami tuju,ada tiga anak kecil yang sedang duduk dan bercengkerama di sana. Setelah sedikit hilang rasa penat, jiwa penasaran ku mulai timbul. Aku mendekat kearah mereka dan berusaha membuka percakapan dengan salah satu anak paling besar,bertanya siapa namanya, sekolah apa tidak,rumahnya yang mana, orangtuanya kemana. 

Dengan sedikit mengorek-ngorek ingatan akan bahasa Ibuku, aku berusaha bercakap cakap dengan mereka. Walaupun terbata-bata gadis kecil itu berusaha menjawab pertanyaanku. Menurut pendapatku, memang pada dasarnya orang baduy itu pemalu, setelah beberapa menit berbincang bincang ketiga anak itu pun menghilang dari dekat kami dan tidak pernah lagi kelihatan selama kami berada di sana. 

Cukup lama kami duduk di depan rumah kosong. Rupanya Mas Nb belum juga berhasil mendapatkan kabar dari orang baduy yang akan kami tuju. Sinyal telpon di daerah tersebut memang masih terbatas. Rombongan terakhir akhirnyapun tiba di kampung. Ternyata teman baikku, nyaris tidak sampai ke kampung baduy. 

Dia sudah hampir mau menyerah tidak kuat dan tidak sanggup lagi berjalan. Dengan dorongan semangat serta motivasi dan bantuan dari Mbak NN dan laki-laki sepupunya, akhirnya diapun bisa sampai di kampung. Semua tas barang yang ada di badannya, sudah dibawakan oleh Mbak NN dan laki-laki sepupunya. Dia hanya tinggal membawa badan sendiri melangkah melewati jalan tebing menanjak. 

Padahal anak laki-laki sepupu Mbak NN itu saat di mobil seperti nya acuh tak acuh saja dengan kami. Tetapi merekapun ternyata petualang alam berpengalaman jadi sudah biasa menghadapi orang yang lemah di perjalanan. Sudah tau apa yang harus dilakukan untuk menghadapinya. Mereka benar benar membimbing dan membantu. 

Mereka membantu menarik di saat jalan menanjak dan mendorong temanku melewati jalan tanah terjal dan licin serta berbatu tersebut. Belakangan hal ini di ceritakan oleh temanku saat kami di kereta perjalanan pulang. Ternyata perasaanku di awal tentang mereka yang cuek adalah salah. Mungkin di perjalanan menggunakan kendaraan mereka sadar mereka tidak di butuhkan. 

Tetapi ketika sudah di alam, dimana kekuatan kaki adalah dibutuhkan disitulah mereka tau bagaimana cara yang benar untuk bersikap. Bagaimana caranya harus mengiringi langkah orang yang sudah terseok seok melewati tebing dan jalan tanah. Aku salut dengan sikap dan perilaku mereka semua. 

Akhirnya tuan rumahpun pulang dari ladang. Namanya Mursid, penduduk asli Baduy luar dari kampung Cicampaka tempat kami menumpang menginap malam itu. Tak lama istrinyapun terlihat keluar masuk kedalam rumah, tapi karena memang orang baduy itu pemalu, tidak ada satu sapaanpun keluar dari mulutnya buat kami para tamu yang berkunjung kerumahnya. 

Dia hanya sibuk memasak air di dapur dan menyajikan teko air beserta beberapa gelas kepada kami, dibantu oleh Mas Nb yang sudah sering datang berkunjung ke kampung baduy tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun