Mohon tunggu...
Laode AbdulHaq
Laode AbdulHaq Mohon Tunggu... Lainnya - Bismillah 47

bismillah 47

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskursus Penyatuatapan Peradilan Agama di Bawah Mahkamah konstitunsi (Studi Hukum Responsif)

17 Oktober 2021   23:33 Diperbarui: 17 Oktober 2021   23:52 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal yang penting dilakukan adalah berkaitan dengan penguatan kekuasaan kehakiman dalam perspektif kelembagaan dan teknis adminstrasi peradilan.

Namun, seiring berjalannya waktu penyatuatapan ini pun dilakukan tapi tidak semulus yang dibayangkan ataupun sama dengan penyatuatapan  badan-badan lainnya. Setelah mengalami pro dan kontra, pada penelitian yang dilakukan salah satu peneliti mendapatkan responden yang memberikan tanggapan mereka terkait penyatuatapan ini. 

Dimana ada 518 responden kategori A yang berasal dari lingkungan Peradilan Agama memberikan tanggapan atau pendapatnya bahwa ada 482 org atau 93% yang memilih setuju jika diadakannya penyatuatapan.  Kemudian, hanya 2,9% menyatakan tdk setuju penyatuatapan peradilan agama. Tidak hanya yang berasal dari lingkungan peradilan agama. Responden juga berasal dari luar PA. Sejumlah 76,8% menyatakan tidak setuju dan hanya 14% menyatakan setuju.

Ada hal menarik pada penelitian ini dimana dari 93% yang setuju penyatuatapan, ternyata alasannya adalah 63,3% karena material dan 22,2% karena alasan struktural. Sehingga hal yang membuat orang menyetuji penyatuatapan ini dikarenakan orientasinya pada hal-hal yang bersifat materi, terutama menyangkut tentang perbaikan sarana dan prasarana, termasuk juga bentuk material lainnya, semisal gaji/tunjangan dan penghasilan lain serta biaya operasional peradialan agama, daripada alasan struktural, yakni, untuk menyatukan badan-badan peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman di bawah MA sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman tertinggi

Menteri Agama Prof Dr.Said Agil Husin menyetujui adanya penyatuatapan ini dengan memberikan syarat bahwasanya para ulama juga harus menyetujui hal ini. Dengan usaha yang keras dan pendekatan yang begitu intens akhirny para ulama juga menyetuji penyatuatapan Peradilan Agama ke Mahkamah Agung. 

Hal ini sebagai realisasi dari Pasal 42 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 dan Keppres No. 21/2004 Menteri Agama telah menyerahkan organisasi, administrasi, dan finansial Peradilan Agama kepada Ketua Mahkamah Agung pada tanggal 30 Juni 2004. 


Yang sebelumnya pada tanggal 31 Maret 2004 Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia telah menyerahkan organisasi, administrasi dan finansial dalm lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara kepada ketua Mahkamah Agung. Selanjutnya pada lingkungan Peradilan Militer pada tanggal 09 Juli 2004.

Dengan demikian empat lingkungan peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman di Negara kita baik pembinaan teknis yuridis dan pengawasan maupun organisasi, administrasi, dan finansial berada dalam satu atap di bawah Mahkamah Agung sehingga kemerdekaan seorang hakim di harapkan benar-benar lebih terjamin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun