Mohon tunggu...
Lany Hardila
Lany Hardila Mohon Tunggu... Guru - Seorang anak perempuan, istri, guru dan akan menjadi ibu.

Semangat menjadi penulis! Semangat menjadi guru inspiratif! Semangat menjadi orang yang bermanfaat!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Raut Duka Indonesia

24 Desember 2018   21:17 Diperbarui: 25 Desember 2018   02:58 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
by Agnes Cecile (pinterest/eduardo melo)

Ada yang tawanya dipotong duka dalam bencana nan belum jua usai.  

Selalu, di museum keabadian kita letakkan kenangan pada batas senja ingatan yang belum rampung menua.

Deburan kesakitan, reruntuhan air mata, puing-puing raga yang senantiasa tumpah pada ibu pertiwi.

Satu hari yang lalu, satu minggu yang lalu, satu bulan yang lalu, dan satu tahun yang lalu, sorak-sorak kesakitan pada buletin harian di ibu pertiwi tak bosan mengeja ada bencana lagi dan lagi.

Ada anak-anak yang senang bermain air, ada ibu-ibu yang berharap subuh mencuci baju, ada lelaki tua yang mengkhayalkan saku yang esok penuh yang bisa disisihkan membeli segelas kopi dan membeli topi pelindung kepala cucunya yang lusa akan masuk sekolah. Harapan mereka dikoyak-koyak traedi ibu pertiwi.

Duka kita tak hanya air mata hari ini, ada tulang rusuk dan juga tulang punggung yang mesti dikubur tragedi bencana negeri. Pada tubuh mereka ada harapan yang mesti layu.

Peluh mereka disapu ombak, harapan mereka digusur lumpur-lumpur dan bahagia kami terlukai debu puing-puing.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun