Mohon tunggu...
Trie Yas
Trie Yas Mohon Tunggu... Jurnalis - Sehari-hari bekerja sebagai Graphic design, editing foto, editing video (motion graphic). Namun tetap menulis buat menyeimbangkan hidup.

Sehari-hari bekerja sebagai Graphic design, editing foto, editing video (motion graphic). Namun tetap menulis buat menyeimbangkan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Ketahui Perjalanan Hidup Wiji Thukul Sebelum Menonton Filmnya

3 Januari 2017   19:11 Diperbarui: 26 Januari 2017   16:51 14846
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster film Istirahatlah Kata-kata. Film yang bercerita tentang penyair Wiji Thukul, dibintangi oleh Gunawan Maryanto. (sumber foto: instagram gunawan mariyanto/ @gunawanmaryanto )

“Hanya ada satu kata: Lawan!”

Itulah selarik puisi terkenal karya Wiji Thukul. Ketika mengetahui bulan ini ada film 'Istirahatlah Kata-kata', saya teringat ketika peristiwa 1998. Saat itu saya masih duduk di bangku SD dan tak mengerti dengan kondisi politik. Tentu senang mendengar ada film yang mengangkat tentang Wiji Thukul, saya langsung melahap beberapa bacaan yang ada kaitannya dengan Wiji Thukul, siapa dan bagaimana Wiji Thukul bisa dinyatakan hilang.

Penyair pelo/cadel dengan kepolosan menentang kesewang-wenangan penguasa itu telah membuat marah dan harus mengembara dari satu kota ke kota lain, menghindari jenderal-jenderal di Jakarta yang marah-marah menuding isi puisinya menghasut para aktivis untuk melawan Orde Baru.

Ketika SD saya masih ingat membaca puisi Taufiq Ismail di buku paket Bahasa Indonesia.

Tiga anak kecil / Dalam langkah / Datang ke Salemba / Sore itu / Ini dari kami bertiga / Pita hitam pada karangan bunga / sebab kami ikut berduka / Bagi kakak yang ditembak mati / siang tadi

Puisi ucapan duka kepada Mahasiswa di Jakarta yang mati terkena peluru tentara ketika ikut berdemonstrasi sempat dicekal pada akhir 1966. Sepertinya salah satu ciri sastra Indonesia, tak lepas dari kritik, kemiskinan, kekerasan politik dan semua itu tak hanya sekali muncul dalam puisi. Tahun 1961 ada Agam Wispi, penyair Lekra dengan karya ‘Matinya seorang Petani’ dilarang beredar oleh penguasa militer di awal 'Demokrasi Terpimpin'.

dia jatuh / rubuh / satu peluru dalam kepala / ingatannya melayang / disakap siksa / tapi siksa cuma dapat bangkitnya

Puisi tentang rekaman taumatik, ternyata memilki mata pisau yang mampu menancap sehingga diperlukan selongsong senjata yang dikiranya mampu membunuh semangat kata-kata yang dianggap mengancam dan mendorong masyarakat bawah melakukan aksi protes.

Wiji thukul adalah cerita penting dalam sejarah Orba yang tak patut diabaikan. Wiji Widodo, lahir dari keluarga penarik becak, tak menamatkan sekolah menengah untuk bekerja agar adik-adiknya bisa melanjutkan sekolah. Belajar menulis puisi setelah seorang teman memperkenalkan kepada Cempe Lawu Warta, anggota Bengkel Teater yang diasuh penyair W.S. Rendra. Nama Thukul ditambalkan oleh gurunya itu, Thukul memiliki arti tumbuh, Wiji Thukul artinya biji yang tumbuh.

Awal-awal penulisan puisi Thukul sarat muatan religius, berisi tentang perenungan. Hinga akhirnya ketika bertemu dengan Moelyono, perupa asal tulung agung, yang mengalami pembubaran pameran seni intalasi patung Marsinah. Seorang aktivis dan buruh pabrik yang diculik dan terbunuh setelah melakukan demo buruk pada tahun 1993.

Peristiwa tersebut mendorong Thukul bersama Samsar Siahaan membentuk jaringan kerja seniman. Akhirnya mereka sepakat membentuk Jaringan Kesenian Rakyat (Jaker). Beranggotakan tidak hanya seniman, ada 4 nama anggota inti Persatuan Rakyat Demokratik, yang kemudian hari menjadi Partai Rakyat Demokratik (PRD).

Sejak awal Jaker berkomitmen tak bergerak di bidang politik. Namun seiring berjalannya waktu politik tanah air sedang bergejolak. Thukul yang dari awal menjadi alat tarik-ulur masuk ke PRD untuk menarik massa. Akhirnya memilih ikut ke dalam politik praktis. Menyeret Jaker yang ketika itu dipimpinya. Meski kedua sahabatnya yang ikut mendirikan Jaker, Moelyono dan Samsar Siahaan memilih keluar dan memutuskan tak terlibat lagi dalam kegiatan Jaker karena tak setuju Jaker menjadi sayap partai.

Keputusan Thukul masuk politik praktis membuat guru thukul di teater Jagat, kecewa. Menurut sang guru, seniman tak seharusnya terlibat politik praktis karena akan menbahayakan keselamatan. Sementara menurut Thukul, sastra adalah salah satu alat perjuangan. Sedang politik dianggap alat paling cepat mengubah keadaan.

"Thukul, hati-hati memilih kalau sudah di politik praktis ada kemungkinan kamu ditangkap, dibunuh, dibuang dan dikejar-kejar," pesan Lawu, Sang Guru.

Thukul telah memilih dan siap dengan segala risikonya. Dia menjadi penggerak demonstrasi besar Kedungomba, Sritex. Berada di barisan paling depan, aparat secara membabi buta menyerbu para demonstran. Thukul dipukuli, disiksa hingga tuli dan nyaris buta, meninggalkan cacat di mata kanannya. Semenjak itu, Thukul diincar karena diduga sebagai dalang demonstrasi, puisi-puisinya dicurigai sebagai penggerak rakyat kecil melakukan protes.

Puncaknya, setelah kerusuhan 27 Juli 1996, para pemimpin PRD, baik di Jakarta maupun di daerah-daerah di kejar-kejar polisi dan tentara. Dituduh menjadi datang kerusuhan sosial setelah penyerbuan kantor DPP PDI. PRD di cap kiri/komunis dan dikutuk pemerintahan Orde baru.

Siang itu pada pertengahan Agustus 1996, Thukul yang merupakan koordinator Jaker yang menjadi organ PRD, dijemput di rumahnya di Solo. Thukul keluar dari rumah memakai helm, menyamar dan kabur. Semenjak itu Thukul hidup dari tempat persembunyian satu ke tempat persembunyian lain hingga sampai sekarang tak ada kabar, tak pernah pulang.

Dalam persembunyianya Thukul sempat menulis sajak untuk anak-anaknya, Fitri Nganthi Wani dan Fajar Merah.

Kalau teman-temanmu tanya / kenapa bapakmu dicari-cari polisi / jawab saja/ karana bapakku orang berani

Thukul pernah bersembunyi di Kalimantan. Untuk lebih meyakinkan membuat KTP dengan nama Paulus, warga desa Ambawang, Pontianak. Persembunyian selama delapan bulan dan hidup bersama orang asing ini yang menjadi fokus di film 'Istirahatlah Kata-kata' karya Sutradara Yosep Anggi Noen. Dibintangi oleh aktor teater juga seorang penyair Gunawan Maryanto berperan sebagai Wiji Thukul. Sementara Sipon, istri Thukul diperankan oleh aktris sekaligus presenter dan wartawan Marissa Anita.

Film 'Istirahatlah Kata-kata' telah hadir di berbagai festival dunia seperti Locarno, Vladivostok, Hamburg, Manila, Busan, dan terakhir Nantes. Akhirnya mendapat layar di negeri sendiri. Pada pada 19 Januari 2017 mendatang di berbagai bioskop Indonesia.

Berharap Bapak Presiden Jokowi tergerak untuk menonton. Meski film ini bukan bergenre drama komedi seperti film Cek Toko Sebelah yang kemarin Jokowi tonton. Namun, setidaknya film ini bisa mengingatkan janji kampanyenya dulu dalam penyeselaian masalah hak asasi manusia.

Masih banyak pelanggaran HAM di Indonesia, tidak hanya kasus 98 atau kasus Munir belum mendapat keadilan dan penyelesaian dengan jelas. Melalui film 'Istirahatlah Kata-kata' mudah-mudahan Jokowi tergerak kembali seperti ketika masih menjadi wali kota Solo.

Menurut penuturan Wahyu Susilo, Adik Wiji Thukul beberapa waktu lalu di salah satu TV nasional. "Dulu ketika masih menjadi Wali Kota di Solo, Jokowi aktif menanyakan perkembangan kasus Mas Wiji," Wahyu berharap sekarang setelah menjadi Presiden, Jokowi mengupayakan penyelesaikan dengan jelas.

Mengutip jawaban Jokowi ketika diwawancarai Marissa Anita tentang kasus pelanggaran HAM sebelum pemilihan Presiden di acara 1 Indonesia di Net "Negara harus berani membuka kasus pelanggaran HAM. Jangan dibuat abu-abu, harus berani membuka. Siapa yang membunuh, Siapa yang menculik. Jangan membiarkan keluarga menangis bertahun-tahun menunggu kejelasan."

Wiji Thukul tidak muncul kembali setelah peristiwa lengsernya Presiden Soeharto. Sipon dan keluarga serta teman-temannya awalnya menganggap Thukul masih dalam persembunyian. Namun setelah teman-temannya sesama buron muncul, Thukul tetap tak diketahui. Mayat Thukul juga tak ditemukan. Setelah melalui proses pencarian sebagai orang hilang selama bertahun-tahun. Thukul tetap tidak ditemukan keberadaannya hingga sangat ini.

Sipon, Wahyu dan Lawu serta keluarga, teman sampai sekarang masih berharap Thukul masih hidup entah di manapun keberadaannya. Sebelumnya, putri Wiji Thukul, Fitri Nganthi Wani mengeluarkan pernyataan, "Kalau kami, selama mayat ayah tak ada, selama belum ada pernyataan ini loh yang bunuh Wiji Thukul, maka kami masih meyakini bapak masih hidup."

Menelusuri beberapa media, kasus Wiji Thukul dan para pemimpin PRD ini menyeret satu nama yang sekarang populer negeri ini 'Prabowo Subianto'. Tim Mawar bentukan Koppassus yang ketika itu dipimpin Mayor Jendral Prabowo Subianto diduga ikut dalam penculikan sebagian aktivis pada 1997-1998. Melalui Mahkamah Militer Tinggi, anggota Tim Mawar dinyatakan terlibat penculikan dengan rata-rata dihukum 22 bulan dan dipecat. Sebagian sekarang bekerja di lingkungan Prabowo.

Prabowo sendiri dicopot sebagai Pangkostrad dan dipindahkan sebagai Dansesko TNI di Bandung. Tak lama kemudian, Prabowo diberhentikan dari TNI. Mengutip dari majalah panji pada tahun 1999, Prabowo mengaku menerima daftar nama itu. Penculikan itu sebenarnya bentuk menjalankan perintah pengamanan.

Dalam pencalonan Presiden kemarin, kasus pelanggaran HAM dijadikan topik menarik untuk menjatuhkan Prabowo dalam kampanye lawan politiknya. Pendukung Prabowo meyakini tudingan pelanggaran HAM cuma "kebohongan" semata. Sementara Prabowo menyerahkan penilaian kepada masyarakat.

Komisi Nasional HAM melalui penyelidikan, menyimpulkan penculikan aktivis tidak hanya melibatkan Tim Mawar, tetapi juga berbagai institusi, terencana dan dieksekusi bersama-sama. Kepolisian, Badan Intelijen ABRI.

Film 'Istirahatlah Kata-kata' ialah salah satu bentuk perlawanan, melawan lupa. 'Jika kau menghamba kepada ketakutan / kita memperpanjang barisan perbudakan'

Saya berandai-andai, sekaligus penasaran bagaimana jadinya jika Jokowi menganjak Prabowo dan Wiranto datang ke bioskop dan duduk bersama menonton film 'Istirahatlah Kata-kata'. Apakah ada pembahasan dan kesan bagaimana film itu bercerita seperti yang biasanya dilakukan oleh orang-orang ketika keluar bioskop menonton film?

*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun