Mohon tunggu...
Teacher Adjat
Teacher Adjat Mohon Tunggu... Guru - Menyukai hal-hal yang baru

Iam a teacher, designer and researcher

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Intellectual Trap, Ketika Professor Budi Kehilangan "Budi"

5 Mei 2022   00:44 Diperbarui: 5 Mei 2022   00:56 1046
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Media;
Bapak ada menyebut tidak satu pun menutup kepala ala manusia gurun. Pernyataan ini dinilai banyak pihak sebagai rasis dan xenopohbia, kebencian golongan tertentu. Bagaimana penjelasan bapak? 

Prof Budi;
"Ya itu tidak ada kebencian. Saya sebut manusia gurun karena kalau di gurun harus menutup badan ya, biar tidak kena panas, angin, debu, pasir. Manusia gurun kan tidak identik dengan suku atau agama tertentu. Jadi tidak ada maksud merendahkan agama atau suku tertentu. Orang Jawa banyak yang baik. Cina juga. Arab juga."

Padahal, tidak perlu menjadi sarjana jika hanya ingin mengetahui bahwa maksud dari "manusia gurun" yang ditulis oleh Prof Budi adalah kaum muslimah yang berhijab. Kenapa? Karna pada kalimat-kalimat sebelumnya jelas beliau menyindir kelompok yang sering menggunakan kata-kata langit, Insyallah, barakallah, Qodarullah dan lain-lain. Hal ini nampaknya berkaitan dengan isu yang sempat viral Februari lalu, yaitu isu bahwasanya beasiswa LPDP dikuasai oleh mahasiswa-mahasiswa tarbiyah yang berjilbab lebar. Walaupun belakang anggapan tersebut tidak berdasar dan tidak dapat dibuktikan secara valid.

Di akhir klarifikasinya beliau menegaskan bahwasanya dia juga seorang muslim dan memiliki putri yang berkerudung, jadi tidak mungkin beliau bermaksud merendahkan wanita yang berhijab melalui tulisan tersebut. Menurut penulis, yang demikian hanyalah kalimat pembelaan beliau saja. Jika beliau benar-benar seorang muslim yang paham agamanya, pasti mengetahui keutamaan adab. Setinggi apapun ilmu beliau, tanpa adab hal itu tidak akan berharga sama sekali baik disisi Allah maupun di mata manusia yang lainnya. Oleh sebab itu, dalam Islam adab lebih diutamakan dibandingkan ilmu.

Namun adab seorang intelektual kadang terhalang oleh kesombongannya sendiri.  Sombong akan ilmu atau posisi yang dimilikinya. Inilah intellectual Trap berikutnya yaitu sifat takabbur. Indikasi tersebut tergambar pada kalimat prof Budi ketika merendahkan orang-orang yang sering melafalkan kata-kata langit sebagai kaum yang close minded. Benar kata Rasulullah saat ditanya oleh sahabat tentang definisi takabbur, yaitu "Bathorul Haq wa Ghomtunnas.." artinya menolak kebenaran dan merendahkan manusia lainnya. 

Dari kasus Prof Budi ini seharusnya kita bisa mengambil banyak pelajaran, khususnya bagi para penuntut ilmu. Yakni, bahwasanya semakin banyak pengetahuan yang kita kuasai seharusnya membuat kita semakin takut kepada Allah. Semakin tinggi titel atau gelar yang tersemat maka semakin kita merasa rendah di hadapan Allah 'Azza Wajalla. Karna jika hanya mengandalkan ilmu, tentu Iblis lah yang paling berilmu karna ia tercipta lebih awal dibanding manusia. Namun karna ketiadaan adabnya (sombongnya) di hadapan Allah, membuat Iblis tergelincir kedalam kehinaan yang abadi. Ilmu yang ia milikipun tidak dapat menolongnya. Wallahu'alam

Kurniadi Sudrajat
(Guru SD/Anggota Bid Pendidikan dan Pelatihan RPI)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun