Mohon tunggu...
Langit Muda
Langit Muda Mohon Tunggu... Freelancer - Daerah Istimewa Yogyakarta

Terimakasih Kompasiana, memberi kesempatan membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Money

Jangan Pernah Biarkan Sertifikat Tanah Kita dalam Penguasaan Orang Lain

21 September 2021   06:58 Diperbarui: 21 September 2021   07:02 2149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita mungkin sering menerima promo dalam bentuk sms spam, atau iklan tertempel di tembok, tiang listrik, dan pohon di pinggir jalan, bunyi iklan semacam ini, "Jaminan BPKB, sertifikat, tanpa survey, satu jam cair". Jujur, kalau suatu saat hendak menggadaikan, saya hanya tega melakukannya pada BPKB kendaraan, tapi bukan untuk sertifikat tanah. Itupun kendaraan digadaikannya di Pegadaian, sehingga lebih terjamin.

Kalaupun terpaksa "menyekolahkan" sertifikat tanah, pastikan kita hanya melakukannya pada bank yang bereputasi bagus, dan dengan perjanjian yang resmi, serta notaris dan pejabat bank yang berwenang, bukan di bawah tangan. Sehingga kalaupun suatu saat, kita gagal mencicil, ada solusi yang berkeadilan. Setahu saya setelah tanah disita dan dilelang bank, bila ada kelebihan maka kita juga memperoleh bagiannya. Mohon dikoreksi bila salah.

Bagaimana dengan praktek yang banyak terjadi di masyarakat kita saat ini, menitipkan sertifikat kita sebagai jaminan pada orang yang memberi kita pinjaman uang. Kalau menurut pendapat pribadi saya, ini sebuah praktek yang buruk, terlepas dari "label" apa yang melekat pada orang tersebut. Apakah saudara, teman, atau seorang yang kita segani seperti tokoh masyarakat/agama atau guru spiritual.

Maaf, menitipkan sertifikat asli ke orang lain, bagaikan "mengundang setan". Yang ujungnya menimbulkan permasalahan di kemudian hari, dan yang jelas akan merusak pertemanan, persaudaraan, kekerabatan.

Orang bisa tergoda untuk melakukan penyimpangan dengan sertifikat asli yang dipegangnya, misal menggadaikan ke lembaga lain. Atau bahkan melakukan balik nama. Bukankah tak kurang berita, bagaimana orang meminjam uang, tahu-tahu sertifikat sudah berganti nama? Atau tiba-tiba datang orang membawa pengacara dan pasukan preman hendak menggusur karena sertifikat ternyata telah digadaikan, dan yang menggadaikan sejak awal memang tidak punya itikad untuk mencicil.

Logikanya memang sertifikat tanah tidak bisa dibalik nama tanpa sepengetahuan dan seizin sang pemilik yang tercantum di situ. Kenyataannya, hal itu ada terjadi. Entahlah, apakah ada kongkalikong dengan oknum aparatur yang berkaitan dengan hal tersebut.


Kalau soal sertifikat tanah, jangankan teman atau saudara, anak/menantu pun bisa jadi musuh. Bukankah tak kurang berita bagaimana diam-diam menantu mencuri sertifikat milik mertua, dan tahu-tahu sudah balik nama atau sudah digadaikan?

Orang bisa saja datang ke pengadilan untuk mencari keadilan. Tetapi biasanya kasus-kasus pertanahan memerlukan waktu yang lama dan biaya tinggi. Yang pasti menghabiskan banyak energi. Bukankah lebih baik bila permasalahan itu semua bisa dihindari sejak awal?

Yang mungkin masih jadi tanda tanya ke depan adalah rencana pemerintah pada program sertifikat tanah elektronik. Apakah sudah diantisipasi, hal tersebut bakal meningkatkan keamanan atau justru mengundang kerawanan baru? Kasus kebocoran sertifikat vaksin saja menimbulkan kehebohan, bagaimana kekacauan yang bakal timbul jika ada pembobolan sertifikat tanah? Hal tersebut perlu dipertimbangkan dengan matang.

WYATB GBU ASAP.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun