Mohon tunggu...
Langit Muda
Langit Muda Mohon Tunggu... Freelancer - Daerah Istimewa Yogyakarta

Terimakasih Kompasiana, memberi kesempatan membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Raket

"Lama Tak Bertemu, Ternyata Kau Bukan yang Dulu Lagi"

4 Agustus 2021   10:27 Diperbarui: 4 Agustus 2021   12:10 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Pandemi telah menyebabkan banyak kejuaraan dibatalkan. Ada yang ditunda tanpa kepastian. Ada yang diganti tanggalnya. Ada yang bisa terselenggara, tetapi mengalami penurunan drastis jumlah negara peserta yang batal datang dengan bermacam alasan yang berkaitan dengan pandemi.

 

Katakanlah ada suatu kejuaraan dengan rating Super 750 atau Super 1000. Tetapi kurang dari 50% kekuatan bulutangkis dunia yang mengikutinya. Maka, hasil-hasil pertandingan kurang dapat dijadikan bahan analisa dari perkembangan kekuatan bulutangkis dunia saat tersebut. Istilahnya "Super 1000 serasa Super 300".

Betapa banyak pemain atau pasangan yang tidak tampil dalam turnamen. Segi baiknya, lawan tidak dapat memantau perkembangan kekuatan mereka, tetapi segi buruknya mereka juga tidak dapat memantau perkembangan lawan.

Tim pelatih dari seluruh negara pasti judeg dikarenakan masa pandemi ini. Mereka yang selama ini terbiasa mengukur kinerja sekedar dari hasil mengikuti turnamen akan kesulitan untuk menganalisa. Hanya tim pelatih yang kreatiflah yang di satu sisi mampu mempertahankan kondisi pemain, di sisi lain mengupgrade-nya dengan analisa prediksi perkembangan lawan yang dihadapi.

Kita berlatih, lawan juga berlatih. Kita menganalisa, lawan juga menganalisa. Hanya saja kali ini karena jarangnya turnamen maka ada keterbatasan masukan. Segi fisik sudah ada bakuan yang dijadikan acuan. Segi teknik dan taktik inilah yang selalu berkembang dan berubah, menyesuaikan dengan jaman dan peraturan yang diterapkan. Setiap lawan memiliki keunikan, keunggulan, kelemahan, kebiasaan, tersendiri yang mesti dipelajari. Bohong kalau ada yang bilang, "Siapapun lawannya, pokoknya saya akan main kayak begini."

Perubahan gaya, pola, dan karakter permainan itulah yang diamati dari tiap turnamen. Lha kalau turnamennya sendiri tidak ada, atau pesertanya minim, tentu saja supply informasi yang diperlukan menjadi berkurang. Tim pelatih akan kesulitan untuk memprediksi kekuatan dari bakal lawan yang dihadapi. Mungkin lebih sulit dari memprediksi ramalan cuaca. Diperkirakan cuaca cerah tak berawan, ternyata yang muncul di lapangan adalah badai petir disusul angin ribut.

Sebulan lalu siapa yang bisa memperkirakan kalau Lee Yang/Wang Chi-Lin, pasangan yang dianggap medioker, bukan MD yang berbahaya, tiba-tiba menjadi begitu ganas di lapangan. Smashnya menggetarkan nyali lawan, sementara defence-nya membikin serangan lawan mlempem. "Mereka selama ini ngapain aja?", begitu mungkin yang berkecamuk di benak para kontingen bulutangkis lainnya. Kalau dalam istilah wong Jawa, "Mereka dikasih makan apa, kok bisa hebat kayak gitu?"

Saya sampai tersenyum membaca komentar sejumlah BL Tiongkok di Forum Tiongkok (semacam forum online para BL Tiongkok), di antaranya menganggap selama ini Greysia/Apriyani sengaja menyembunyikan kekuatan mereka yang sesungguhnya untuk "menipu" para lawan, karena target utama mereka adalah Olimpiade.

Ya, apa saja yang dilakukan oleh tim pelatih suatu negara seolah menjadi misteri besar yang baru terungkap di lapangan Olimpiade. Misteri yang berjalan satu setengah tahun lebih. Pandemi lah yang memaksa semua rahasia itu tersimpan cukup lama.

Di masa pandemi para atlet seolah-olah diam-diam mengasah senjata rahasianya tanpa pernah terungkap ke publik. Bagaikan senjata Kunta Wijayandanu yang disimpan rapat-rapat, dan baru dihunus di palagan Kurusetra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun