Saya yang harusnya meregenerasi percakapan bahasa sunda malah menghentikannya. Jangan-jangan saya adalah generasi terakhir yang fasih berbahada sunda, setelah ini bahasa sunda akan menghilang perlahan. Oh, Tidaaak!
Ternyata memang bukan hanya saya yang mengalami derita ini, nyaris semua orang tua siswa juga mengeluhkan hal yang sama, bahwa bahasa sunda anak-anak mereka sebagian bebek atau 2, sebagian lagi delapan tertawa alias 3, ya jelas sama lah kita bahasa sehari-harinya juga bukan bahasa sunda.
Dulu, emak bapak saya sedari kecil berkomunikasi menggunakan bahasa sunda. Ternyata pada saat bersekolah dan berbahasa Indonesia malah tidak ada kesulitan ya?Paling pas berbicara bahasa Indonesia jadi sering muncul akhiran di kata bahasa indonesianya seperti, sayamah, kamuteh, sayah, kamuh atau logat saja yang khas kesundaan lainnya.
Memang bahasa sunda tak sesimpel bahasa indonesia. Banyak istilah berbeda untuk kejadian yang hampir sama.Jatuh saja macam-macam. Â Ada tikusruk kalau jatuh ke depan. Tijengkang seandainya jatuh ke belakang. Tisoledat jika terpeleset dan banyak lagi.
Belum lagi bahasa untuk kita, orang tua dan orang yang usia di bawah kita beda lagi. Makan saja bisa neda untuk kita, Â dan tuang bagi orang yang lebih tua.
Semenjak nilai ulanganya jauh dari harapan, sayapun akhirnya sesekali mulai mengajaknya berbahasa sunda.
Meski terkesan susah, tapi ya... Jangan sampai jadi bikin surutlah mempelajarinya.
Sementara itu biarkan dia berbahasa sebisanya dia, jikapun salah ya dibetulkan.
Karena bahasa sunda itu seperti bahasa daerah lainya, indah sekali secara tata bahasa dan memperkaya keragaman bahasa nasional. Tugas orang tualah untuk terus mempertahankannya.
Nah, Meski tadi saya bilang bahasa inggrisnya mendapat nilai 100, namun saya tak pernah berniat mengganti  Lalaki Langit menjadi  Sky Man ya.. catat!
