Di India, umat Hindu menggunakan berbagai istilah untuk menyebut Tuhan, tergantung pada aliran atau sampradaya-nya. Filsafat Advaita Vedanta misalnya, mengenal Brahman Nirguna (Tuhan tanpa sifat), sedangkan dalam Bhakti Yoga Tuhan diwujudkan dalam bentuk pribadi seperti Krishna, Rama, atau Durga.
Namun di Bali, ajaran Hindu menyesuaikan dengan kebutuhan spiritual masyarakatnya. Istilah Brahman dianggap terlalu abstrak dan filosofis, sulit dipahami oleh masyarakat awam yang terbiasa dengan bentuk pemujaan yang konkret. Maka muncullah nama Sang Hyang Widhi Wasa, yang menghadirkan Tuhan dalam bentuk yang lebih personal dan komunikatif, tanpa meninggalkan keesaan-Nya.
Oleh sebab itu, konsep Sang Hyang Widhi Wasa tidak dikenal di India bukan karena berbeda ajaran, tetapi karena perbedaan konteks sosial dan budaya. Di India, Tuhan dikenal dengan istilah Brahman, Ishvara, atau nama-nama dewa yang merupakan manifestasinya. Di Bali, nama itu diganti dengan istilah yang lebih membumi, namun maknanya tetap sama: Tuhan Yang Maha Esa, sumber dari segala kehidupan.
Makna Filosofis Sang Hyang Widhi Wasa
Walau lahir dari konteks lokal, makna filosofis Sang Hyang Widhi Wasa sejatinya sejalan dengan konsep Brahman dalam kitab-kitab Weda. Dalam Upanishad disebutkan:
"Ekam sat vipra bahudha vadanti"Â --- Kebenaran itu satu, namun para bijak menyebutnya dengan berbagai nama.
Kalimat ini menegaskan bahwa Tuhan hanyalah satu, tetapi manusia mengenalnya melalui berbagai sebutan dan bentuk. Inilah landasan dari konsep Sang Hyang Widhi Wasa: satu Tuhan, banyak manifestasi.
Dalam kehidupan umat Hindu Bali, Sang Hyang Widhi Wasa dipuja melalui berbagai aspek: sebagai Brahma Sang Pencipta, Wisnu Sang Pemelihara, dan Siwa Sang Pelebur. Namun ketiganya bukanlah tiga Tuhan yang berbeda, melainkan tiga kekuatan dari satu sumber yang sama. Konsep ini disebut Trimurti, dan menjadi simbol harmoni serta keseimbangan alam semesta.
Sang Hyang Widhi dan Pancasila
Kelahiran istilah Sang Hyang Widhi Wasa juga erat kaitannya dengan dinamika keagamaan di Indonesia pasca kemerdekaan. Pada masa awal kemerdekaan, pemerintah menuntut agar setiap agama memiliki konsep Ketuhanan Yang Maha Esa, sesuai sila pertama Pancasila.
Agar agama Hindu diakui secara resmi sebagai agama yang monoteistik, para tokoh Hindu di Bali memperkenalkan istilah Sang Hyang Widhi Wasa sebagai simbol Tuhan Yang Maha Esa dalam Hindu. Inilah yang kemudian menjadi dasar pengakuan negara terhadap Hindu sebagai salah satu agama resmi di Indonesia.