Zaman sekarang, kebiasaan belanja impulsif sudah jadi fenomena yang susah dihindari. Apalagi jika sudah ada diskon besar-besaran, iklan dengan story telling yang menggiurkan, serta kemajuan sosial media membuat kita cenderung membeli tanpa perencanaan yang matang. Namun, apakah perilaku ini sebatas kebiasaan belaka, atau justru merupakan tanda adanya masalah mental? Berdasarkan penelitian terbaru, belanja impulsif bukan sekadar gaya hidup mewah tetapi juga berkaitan erat dengan kondisi psikologis seorang. Simak penjelasannya sebagai berikut.
Mengapa Kita Cenderung Belanja Impulsif?
Melansir dari penelitian yang dilakukan oleh Jon E. Grant dan Samuel R. Chamberlain dalam Psychiatry Research Communications (2024), perilaku belanja impulsif berkaitan erat dengan gangguan obsesif-kompulsif, kecanduan, serta masalah pengendalian impuls. Individu yang mengalami compulsive buying disorder (CBD) sering membeli barang sebagai respons terhadap stres, kecemasan, atau dorongan emosional tertentu. Dalam jurnalnya dijelaskan bahwa bagi seseorang dengan gangguan ini, belanja bukan sekadar aktivitas ekonomi biasa, tetapi juga cara untuk mengatasi perasaan negatif sehingga dapat merasa lebih baik.
Sedangkan jauh sebelum ini, John Maynard Keynes dalam bukunya The General Theory of Employment, Interest, and Money (1936) ternyata juga telah mengenalkan sebuah konsep bernama animal spirit, yang menjelaskan bahwa keputusan ekonomi tidak selalu rasional. Emosi, insting, dan kepercayaan diri memiliki peran besar dalam menentukan keputusan finansial seseorang. Penelitian Liana Sein Ritonga dan Rosatyani P.A. dalam Buletin Riset Psikologi dan Kesehatan Mental juga menunjukkan bahwa gaya hidup hedonis serta rendahnya rasa percaya diri dapat memperburuk perilaku konsumtif. Seseorang yang merasa kurang percaya diri cenderung membeli barang mahal untuk meningkatkan percaya dirinya di mata orang lain atau sekadar ingin diakui di lingkungan sosialnya.
Belanja Impulsif: Antara Kesenangan Sesaat dan Lingkaran Masalah
1. Â Â Kecanduan dan Siklus Emosional
Ada masalah psikologis yang terjadi dalam perilaku belanja yang berlebihan diantaranya adalah kecanduan yang memberi rasa puas sesaat. Namun, setelah itu kita bisa merasa bersalah saat pengeluaran tidak terkontrol. Hal ini bisa menjadi lingkaran setan yang memunculkan emosi negatif berulang.
2. Â Â Masalah Kontrol Diri
Kesulitan membedakan antara kebutuhan dan keinginan menjadi salah satu penyebab utama belanja impulsif. Tanpa kontrol yang baik, seseorang bisa menghabiskan uang untuk hal-hal yang tidak penting yang berujung pada utang yang menumpuk dan masalah finansial yang lebih serius.
3. Â Â Tekanan Sosial dan Perasaan Ingin Diakui
Zaman sekarang sesorang mudah sekali mengakses sosial media. Namun, kemudahan inilah yang justru membentuk kebiasaan belanja tidak berdasarkan kebutuhan tapi keinginan. Ditambah lagi, tekanan untuk flexing semakin menjadi tren yang menekan seseorang untuk mendapat validasi orang lain.
Cara Mengendalikan Belanja Impulsif
Jika belanja impulsif sudah mengganggu kondisi keuangan dan kesejahteraan mental, beberapa langkah berikut dapat membantu:
1. Kenali Pemicu dan Pola Perilaku
Amati kapan dorongan belanja impulsif muncul. Apakah saat stres, bosan, atau ingin meningkatkan harga diri? Dengan memahami pemicunya, kita bisa mencari alternatif yang lebih sehat untuk mengelola emosi.
2. Terapkan Anggaran dan Daftar Belanja
Membuat daftar belanja sangat penting dilakukan untuk mencegah belanja impulsif. Kita bisa menetapkan anggaran yang jelas dan hanya membeli barang yang kita butuhkan saja  Hal ini akan mengurangi godaan membeli barang secara berlebihan.
2. Gunakan Prinsip Menunda Membeli
Cobalah menunda pembelian selama beberapa hari atau minggu. Jika setelah itu masih merasa membutuhkannya, barulah pertimbangkan untuk membeli. Kebiasaan menunda membeli bisa mencegah kita untuk mengeluarkan uang untuk hal-hal yang sebenarnya tidak benar-benar kita butuhkan.