Banyak remaja  saat ini yang mengalami krisis percaya diri atau insecure yang dapat menjadi permasalahan bagi para remaja, khususnya remaja perempuan. Periode remaja adalah masa transisi dari kanak-kanak menuju dewasa, rentang usia 13 tahun sampai usia 20 tahun. (Yusuf, 2021). Menurut Awaliyah, Muhibah, dan Handoyo (2021), pada masa transisi inilah remaja rentan terhadap berbagai permasalahan yang dapat mempengaruhi individu dan perilakunya.Â
Permasalahan ini erat kaitannya dengan perkembangan dan pendewasaan remaja. Remaja perempuan memiliki banyak kompleksitas berbeda dalam dirinya, terutama dalam hal perkembangan fisik dan  emosional. Oleh karena itu, remaja putri yang tidak  mengatasi  krisis  kepercayaan diri  ini akan menghadapi kesulitan terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya.Â
Menurut Afiati, Conia dkk. (2022) untuk beberapa hal, remaja putri sering kali lebih memusatkan pandangannya pada dirinya sendiri, oleh karena itu remaja putri cenderung banyak menuntut, hal ini akan membuat perempuan menjadi sangat sensitif, mudah kecewa, kurang tahan terhadap kritik, ekspresi ketidakpuasan yang kuat perasaan kesepian  karena merasa lingkungan sekitar tidak memahaminya.Â
Remaja putri memiliki permasalahan rasa percaya diri yang terkadang membuat mereka kurang mampu mengungkapkan perasaan atau permasalahan yang mereka alami kepada orang lain.Â
Saat ini, jejaring sosial memungkinkan seseorang untuk berbagi pengalaman pribadi kapan saja, seperti berbagi aktivitas dan emosinya di jejaring sosial. Individu dapat mengekspresikan emosi seperti bahagia, marah, dan frustasi (Ningsih, 2015). Insecure adalah topik yang banyak dibicarakan dalam kehidupan remaja saat ini.
Tidak semua remaja perempuan terlahir dengan kondisi fisik yang sempurna. Menjadi cantik adalah dambaan setiap wanita. Faktanya, sudah menjadi hal yang lumrah bagi setiap wanita untuk menginginkan penampilan  cantik, bersih dan  awet muda. Konsep berpikir ini diwariskan secara turun-temurun (Bungin, 2001).Â
Kesenjangan antara standar kecantikan yang diberlakukan masyarakat  dengan kebugaran jasmani perempuan menyebabkan banyak perempuan  merasa tidak puas dengan penampilan atau tubuhnya (ketidakpuasan tubuh).Â
Ketidakpuasan terhadap tubuh atau citra tubuh yang negatif merupakan distorsi persepsi seseorang terhadap bentuk tubuhnya, keyakinan bahwa orang lain lebih menarik, perasaan bahwa ukuran/bentuk seseorang adalah bentuk tubuh merupakan penyebab kegagalan pribadi, perasaan malu, kecemasan terhadap tubuh seseorang, dan perasaan tidak nyaman serta keterasingan di sekitar tubuh  (National Eating Disorders Association, 2003).Â
Yamamiya (2005) menemukan bahwa gambaran ideal tentang kecantikan dan ketipisan mempengaruhi citra tubuh dengan  sikap yang mendukung standar kecantikan yang  tinggi. Ketidakpuasan terhadap tubuh, yang melibatkan evaluasi subjektif negatif terhadap tubuh  seseorang, juga dikaitkan dengan banyak  konsekuensi negatif terhadap kesehatan psikologis dan fisik  (Quittka, 2019).Â
Tekanan yang timbul dari perasaan ingin  menjadi cantik adalah wajar dan perlu karena  bersifat  biologis, seksual dan evolusi (Wolf, 2004: 29). Pada akhirnya, perempuan bersaing untuk menjadi  cantik, dengan standar kecantikan yang justru biasa di masyarakat.Â
Hal ini  memunculkan konsep sosial di masyarakat Indonesia  bahwa wanita cantik  harus berbadan langsing, berkulit putih, berbadan langsing, dan berwajah simetris. Dengan demikian, wanita lainnya yang rahangnya menghadap ke depan, misalnya atau berhidung pesek,  tidak termasuk dalam kriteria wanita cantik. Hingga akhirnya beberapa wanita ingin menjadi cantik, memutuskan untuk mengubah bentuk tubuh dan wajahnya.Â
Stereotype masyarakat Indonesia yang sudah mulai melekat tentang standar kecantikan yang harus memiliki kulit putih, tubuh yang ramping, rambut lurus dan lain hal sebagainya menjadi sebuat tekanan secara tidak langsung terhadap para remaja putri. Tidak jarang uga banyak dari remaja putri yang membandingkan dirinya sendiri dengan orang lain yang dianggap lebih cantik atau lebih sempurna. Perasaan yang muncul akibat kurangnya aspek psikososial dan fisik adalah perasaan rendah diri. Rendah diri bisa timbul karena perasaan yang timbul karena kekurangan diri sendiri.Â
Terkait penggunaan media sosial, media sosial  memiliki dampak yang kuat terhadap persepsi perempuan terhadap diri mereka sendiri. Kini dengan jejaring sosial yang menjadi media digital  berbasis  foto dan video, perempuan sudah terbiasa melihat postingan foto orang lain dengan penampilan  lebih ideal dan menarik.Â
Hal ini dapat diterapkan ke dalam standar tubuh ideal yang  harus dipenuhi, sehingga dapat menimbulkan ketidakpuasan terhadap diri sendiri. (Hall dan Gardner, 1993). Insecure sulit dihilangkan dan akan terus muncul dalam pikiran manusia. Ketidakamanan dikaitkan dengan emosi, dan setiap orang mengalami perasaan berbeda tergantung bagaimana mereka mendefinisikan sesuatu. (Marlini dkk., 2022, hal. 2935 dalam Syauqii, 2022).Â
Banyak orang yang  menganggap insecure adalah sebuah lelucon, padahal jika orang yang merasa insecure  dibiarkan terus-terusan maka akan  berakibat buruk. Sangat sedikit remaja putri yang mengalami depresi karena diawali dengan perasaan tidak aman. (Syauqii, 2022). Permasalahan yang dihadapi remaja putri saat ini merupakan bentuk perwujudan dari stress, antara lain anxiety, depresi, dan kebiasaan makan yang buruk. Penyalahgunaan narkoba juga terkadang terjadi.Â
Stress dapat memberikan dampak negatif pada tubuh remaja. Ini hanyalah perbedaan asal usul dan cara remaja bereaksi terhadap penyakit. Respon ini ditentukan oleh suasana dan kondisi kehidupan yang mereka alami. ("Mengenal", 2002 dalam Nasution, 2007). Kebanyakan stress di usia remaja berkaitan dengan masa perkembangan. Remaja khatir dengan perubahan tubuh dan jati diri masing-masing.Â
Sebenarnya para remaja dapat mengatasi masalah dengan diri sendiri, namun penolakan dari emosional dan ketidakyakinan untuk mengambil suatu keputusan penting, memmbuat remaja memerlukan bantuan dari orang lain. ("Mengatasi", 2002 dalam Nasution, 2007). Stress pada remaja dipengaruhi oleh banyaknya tuntutan dari lingkungan sekitar, diantaranya adalah stereotype masyarakat atas standar kecantikan perempuan yang melekat. Para remaja perempuan kerap merasakan rendah diri dan kadang mengalami overthinking atas ketidakpuasan terhadap tubuhnya sendiri, inilah yang membuat stress pada kalangan remaja.Â
Salah satu tanda stress akibat insecure adalah kecemasan yang berlebih. Menurut Ramaiah,  faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan antara lain faktor lingkungan, emosi yang tertekan, dan  penyebab fisik lainnya  (Ramaiah, 2003). Kekhawatiran yang berlebihan juga dapat berdampak buruk pada pikiran dan tubuh, bahkan dapat menyebabkan penyakit fisik. Salah satu dari  faktor  yang mendorong hidup sehat baik secara fisik maupun psikologis. Lalu ada pola makan yang tidak teratur karena takut adanya perubahan bentuk tubuh yang tidak diinginkan. Menurut Garner & Garfinkel (1979) dalam Ramadhani 2023, pola  makan yang tidak teratur meliputi makan yang berlebih, citra tubuh yang kurus, memuntahkan kembali makanan, penyalahgunaan obat pencahar, diet yang tidak sehat, kesengajaan makan terlambat, perilaku makan diam-diam, dan lain sebagainya.Â
Jika stress yang diakibatkan oleh insecure ini sudah terpantau parah, bisa menyebabkan depresi pada remaja perempuan. Depresi adalah gangguan mood yang ditandai dengan kesedihan hebat yang  berlangsung dalam jangka waktu lama dan mengganggu kehidupan normal, yang kejadiannya meningkat seiring dengan meningkatnya tekanan hidup (Nurlita & Nadiroh, 2019).Salah satu penyebab depresi dikalangan remaja adalah lingkungan. Lingkungan yang memberi banyak tekanan cenderung menimbulkan stress terhadap remaja yang belum stabil emosinya. Sebagai contoh yaitu standar kecantikan di Indonesia atau pemikiran masyarakat sendiri yang menuntut bahwa menjadi perempuan itu harus sempurna secara fisik.Â
Para remaja perempuan kali ini harus menerapkan self love untuk menjaga kesehatan mentalnya. Untuk mengatasi masalah ini, kita perlu menjaga diri kita sendiri dengan memaafkan, sadar, menerima, dan memberi ruang bagi emosi kita. Berikan waktu untuk memahami bahwa hal itu akan hilang secara bertahap. Salah satu cara kita membesarkan anak adalah kita sebagai orang tua tidak tahu bagaimana cara menangani emosi yang berdampak baik pada masa remaja anak kita.
Latihlah rasa syukur dan penghargaan diri  (Utami dkk, 2023). Pada masa ini juga remaja harus menerapkan self acceptance dengan cara mulai mengembangkan harga diri  atau  sejauh mana mereka menghargai dan merasa nyaman dengan dirinya sendiri. Harga diri  ini  berkembang secara terpisah pada setiap orang. Secara umum harga diri yang terbentuk akan cenderung bertahan hingga masa remaja hingga dewasa. Misalnya, seorang remaja merasa menarik dan dapat menerima dirinya dan penampilannya karena ia cenderung menilai dirinya secara positif hingga dewasa (Darina, 2021). Menerima  diri sendiri secara fisik adalah proses  penting untuk kesehatan mental dan emosional. Artinya menerima dan merasa nyaman dengan penampilan diri sendiri, tanpa terlalu banyak kritik atau perasaan negatif terhadap diri sendiri. Hal ini bisa menjadi tantangan bagi banyak orang karena seringkali ada tekanan dari masyarakat  untuk mencapai standar kecantikan tertentu atau memiliki penampilan yang sempurna. Sadarilah bahwa tubuhmu unik. Setiap orang mempunyai penampilan  yang berbeda-beda dan itu wajar.
Berfokuslah pada hal-hal positif, alihkan perhatian dari apa yang mungkin Anda anggap sebagai kekurangan atau kelemahan fisik dan fokuskan perhatian pada aspek-aspek positif. Berhentilah membandingkan diri sendiri, berhentilah membandingkan diri Anda dengan orang lain, terutama dengan body image selebritis atau orang-orang yang ditampilkan di media. Menerapkan pikiran yang positif dan mulai untuk tidak selalu menerima energi dari orang lain juga bisa membantu menjaga kesehatan mental diri sendiri, memulai untuk mencintai bentuk tubuh, warna kulit, dan bagian fisik diri sendiri karena itu keunikan yang dimiliki dan tidak ada di orang lain. Semua perempuan memiliki keunikan dan daya tarik kecantikannya masing-masing, tidak ada yang orang memiliki hak untuk mengejek atau menghina dari apapun yang diri kita punya sekarang.
Dosen : Â Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN., M.Pd. & Nadia Aulia Nadhirah, M.Pd.
ReferensiÂ
Afiati, E., Conia, P. D. D., Rahmawati, R., Khairun, D. Y., Prabowo, A. S., & Handoyo, A. W. (2022). Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Peserta Didik. Serang: Untirta Press.
Amalia, D. D., Noviekayati, I. G. A. A., & Ananta, A. (2022). Kepercayaan diri pada perempuan dewasa muda pengguna media sosial: Adakah peranan Inferioritas?. INNER: Journal of Psychological Research, 2(3), 311-318.
Annisa, M. D. (2018). Hubungan antara konsep diri dengan kecemasan umum pada remaja awal. Jurnal Psikologi, 10(2).
Awaliyah, R., Muhibah, S., & Handoyo, A. W. (2021). Perilaku Seks Pranikah Pada Kalangan Remaja Di Kota Serang. Jurnal al-Shifa Bimbingan Konseling Islam, 2(1), 11-20.Â
Darina, J. (2021). Membangun Self Love Pada Remaja Pengguna Instagram Ditinjau Dari Perspektif Dramaturgi (Studi Fenomenologi Remaja Pengguna Instagram Di Desa Ngebrak). Shine: Jurnal Bimbingan Dan Konseling, 2(1), 1-17.
Islamey, G. R. (2020). Wacana Standar Kecantikan Perempuan Indonesia pada Sampul Majalah Femina. JURNAL PIKMA PUBLIKASI ILMU KOMUNIKASI MEDIA DAN CINEMA, 2(2).
Khairun, D. Y., & Nurmala, M. D. (2020). Program Bimbingan dan Konseling Mahasiswa FKIP Untirta Berbantuan Software Analisis Tugas Perkembangan. Jurnal Penelitian Bimbingan dan Konseling, 5(1).
Mustaghfiroh, M., Muhibah, S., & Prabowo, A. S. (2023). Attachment pada Remaja Perempuan. Diversity Guidance and Counseling Journal, 1(1), 1-15.
Nasution, I. K. (2007). Stres pada remaja.