Mohon tunggu...
Lailyana Amalia k
Lailyana Amalia k Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya merupakan mahasiswa S1 Akuntansi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Negeri Semarang. Saya suka mengetahui hal-hal yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Menilai Efektivitas Program Keluarga Harapan sebagai Strategi Penanggulangan Kemiskinan

17 Mei 2025   10:12 Diperbarui: 17 Mei 2025   10:12 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Kemiskinan bukan hanya permasalahan ekonomi, tetapi juga persoalan keterbatasan akses terhadap layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada September 2024, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 24,06 juta jiwa, atau sekitar 8,57% dari total penduduk. Angka ini menunjukkan penurunan dibandingkan Maret 2024, namun tetap menjadi tantangan besar yang membutuhkan solusi komprehensif dan berkelanjutan. Salah satu program andalan pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini adalah Program Keluarga Harapan (PKH), yang telah diluncurkan sejak tahun 2007. Namun, pertanyaannya adalah: sejauh mana efektivitas PKH dalam mengentaskan kemiskinan di Indonesia?

Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan bantuan sosial bersyarat yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rumah tangga sangat miskin (RTSM). Sasaran utama program ini adalah keluarga yang memiliki anggota rumah tangga rentan seperti ibu hamil, anak usia sekolah (0--15 tahun), penyandang disabilitas berat, dan lansia tidak produktif. Bantuan tunai nantinya akan diberikan dengan syarat Keluarga Penerima Manfaat (KPM) harus memenuhi komitmen terhadap akses layanan kesehatan dan pendidikan bagi anggota keluarganya. Dengan demikian, PKH tidak hanya menjadi alat bantuan jangka pendek, tetapi juga bentuk investasi sosial untuk generasi mendatang yang lebih sehat dan terdidik.

Efektivitas program ini dapat terlihat dari segi peningkatan akses masyarakat miskin terhadap layanan pendidikan dan kesehatan, serta dari ketepatan sasaran penerima bantuan. Dalam banyak kasus, Program Keluarga Harapan (PKH) telah terbukti mampu meningkatkan partisipasi anak-anak dari Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dalam pendidikan formal dan mendorong kunjungan rutin ke fasilitas kesehatan.

Namun, dalam pelaksanaannya, masih terdapat persoalan seperti tidak tepatnya sasaran penerima bantuan. Tidak sedikit bantuan justru diterima oleh masyarakat yang secara ekonomi sudah tergolong menengah, sementara keluarga yang benar-benar sesuai syarat justru terlewatkan. Persoalan ini umumnya disebabkan oleh akurasi data yang kurang valid serta lemahnya verifikasi lapangan. Ketika data tidak diperbarui secara berkala, maka potensi kesalahan dalam penyaluran bantuan menjadi lebih besar.

Selain itu, proses graduasi atau keluarnya Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dari program ini juga menjadi indikator penting dalam menilai efektivitas PKH. Sayangnya, masih ada KPM yang sebetulnya sudah tidak lagi memenuhi kriteria, namun menolak untuk keluar dari program karena masih mengharapkan bantuan. Di sinilah peran pendamping PKH menjadi sangat krusial. Pendamping tidak hanya bertugas mendampingi administrasi bantuan, tetapi juga mampu membimbing KPM agar berproses menuju kemandirian, bukan ketergantungan jangka panjang.

Pemerintah sendiri menargetkan setidaknya 10% dari total KPM aktif dapat tergraduasi setiap tahun, sebagai bukti bahwa PKH bukanlah program permanen, melainkan intervensi sementara untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan. Oleh karena itu, PKH sebaiknya didukung oleh program pemberdayaan ekonomi seperti pelatihan keterampilan kerja dan pemberian modal usaha untuk KPM. Dengan demikian, KPM tidak hanya menerima bantuan, tetapi juga mendapatkan peluang untuk mengembangkan kemandirian ekonomi. Jika orientasi PKH hanya berhenti pada penyaluran dana bantuan, maka tujuan besar pengentasan kemiskinan akan sulit tercapai.

Secara keseluruhan Program Keluarga Harapan (PKH) tetap menjadi salah satu instrumen penting dalam upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia. Namun, keberhasilan program ini tidak bisa semata-mata diukur dari jumlah penerima atau nominal bantuan yang diberikan. Efektivitas PKH justru terletak pada seberapa besar perubahan nyata dalam kualitas hidup penerimanya. Maka dari itu, akurasi data, peran aktif pendamping, dan dukungan dari program pemberdayaan ekonomi harus terus diperkuat agar PKH mampu menjadi jembatan menuju kesejahteraan yang berkelanjutan.

Penulis:

Lailyana Amalia Khusna

2307020355 

Akuntansi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun