Beberapa jam sebelum saya menuliskan ini di Kompasiana, saya asyik mendengarkan podcast Prof. M. Quraish Shihab melalui spotify. Salah satu tema dari podcast beliau adalah Nasehat Kehidupan dari Sayyidina Ali. Setelah selesai mendengarkan, entah kenapa saya tiba-tiba ingin menuliskannya. Nasehat-nasehat itu dituliskan dalam sebuah surat. Surat yang begitu indah dari Sayyida Ali kepada anaknya. Surat ini ditulis oleh Sayyidina Ali setelah pulang dari peperangan 'Shiffin,' perang yang terjadi antara pasukan Ali bin Abi Thalib dengan pasukan Mu'awiyah bin Abi Sufyan yang terjadi pada tahun 657 M(1). Â Ditulis untuk anaknya Hasan bin Ali.
***
Berikut adalah isi surat itu yang saya tuliskan dari apa yang disampaikan oleh Prof. M. Quraish Shihab:
Saya adalah seorang ayah yang pasti berakhir wujudnya di dunia ini. Tidak lama lagi akan mati dan pasti mati. Saya tadinya berkesimpulan bahwa saya tidak mau memperhatikan selain diri saya tetapi tidak lama kemudian saya sadar bahwa engkau wahai anakku adalah diriku. Jadi saya harus mengingat engkau. Saya harus memperhatikan engkau. Saya tidak bisa hanya memikirkan diriku karena saya melihat engkau adalah diriku.
Hidupkanlah hatimu dengan menerima nasihat. Padamkan nafsumu dengan zuhud dengan kekuatan keyakinan. Terangi hatimu dengan hikmah dan tundukan ia dengan mengingat maut serta mantapkan ia dengan kesadaran akan kepunahan segala sesuatu yang berada di alam raya ini. Tunjukkan kepadanya yakni kepada hatimu, aneka petaka dadakan di dunia.Â
Tunjukkan, peringatkan ia dengan pergolakan masa dan keburukan yang terjadi pada pergantian malam dan siang. Paparkan ke benakmu sejarah generasi masa lalu dan ingatkan juga benakmu tentang apa yang menimpa orang-orang sebelummu. Jelajahilah pemukiman dan peninggalan mereka lalu renungkanlah apa yang telah mereka lakukan, dari mana mereka datang lalu kemana mereka berpindah dan dimana kemudian mereka akan tinggal menetap.
Engkau akan menemukan mereka meninggalkan kekasih dan bermukim di negeri yang asing bagi mereka dan engkau seakan-akan tidak lama lagi akan menjadi seperti salah seorang dari mereka itu. Maka karena itu perbaikilah tempat tinggalmu, jangan menjual akhiratmu dengan duniamu dan hindari berucap menyangkut apa yang tidak engkau ketahui atau berbicara menyangkut yang bukan urusanmu.Â
Baca juga: Meneladani Kesederhanaan Khalifah Ali bin Abi Thalib
Jangan ikuti satu jalan jika engkau takut tersesat bila menelusurinya karena berhenti pada kebingungan tersesat lebih baik daripada mengarungi bahaya kesesatan. Ketahuilah wahai anakku, bahwa yang paling kusukai untuk engkau amalku dari wasiatku ini adalah bertakwa kepada Allah dan membatasi diri mengamalkan apa yang diwajibkan atasmu serta meneladani leluhurmu dan orang-orang yang shaleh dari keluargamu.Â
Mereka itu tidak mengabaikan renungan tentang diri mereka sebagaimana engkau berpotensi merenung dan mereka berpikir sebagaimana engkau berpotensi untuk berpikir, lalu pada akhirnya mereka mengamalkan apa yang mereka ketahui dan mengabaikan untuk memikirkan apa yang tidak dibebankan atas mereka.
Seandainya jiwamu enggan menerima begitu saja apa yang mereka ketahui sebelum engkau mengetahuinya melalui cara mereka tahu (pikirkan) maka hendaklah engkau mempelajarinya dengan tekun dan seksama tapi bukan untuk tujuan berbantah-bantahan.Â