Mohon tunggu...
Lady Serenity
Lady Serenity Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswi Jurnalistik yang suka menulis, tetapi tidak dengan tenggat waktu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menelusuri Dadap: Hidup dan Harapan yang Bertumpu pada Kerang Hijau

4 Juni 2025   18:24 Diperbarui: 8 Juni 2025   10:41 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perahu nelayan di pelabuhan (Sumber: Lady Serenity)

Setiap kali nelayan naik, kami terus terkagum dengan hasil tangkapannya, tidak menyangka dapat melihat aksi mereka dengan mata kepala saya sendiri. Kami tidak lupa menyemangati para nelayan yang akan turun menyelam kembali. Kerang ijo yang terkumpul makin banyak dan makin menggunung, menutupi sisi-sisi perahu.

Laut yang awalnya sunyi, mulai terdengar suara mesin lagi,

"Udah puyeng belum? Kita pindah tempat dulu ya." Tanya salah satu nelayan.

"Belum, aman pak." Ucap kami.

Kami berlayar sekitar sepuluh menit untuk pindah ke lokasi selanjutnya. Saat bergerak, saya baru dapat melihat tali-tali penghubung keramba apung di dalam laut.  Tali yang sudah lama berada di dalam air itu masih terlihat kokoh menahan susunan keramba apung agar tidak berantakan.

Dari awal perjalanan hingga di tempat perhentian pertama, semua berjalan dengan aman tanpa ada masalah apa pun. Namun, seketika di perhentian kedua, semua masalah seakan berkumpul mendatangi kami. 

Seketika, hujan yang datang saat subuh dan pergi saat pagi itu datang kembali. Di tengah laut, kami kehujanan. Terdengar seperti suatu hal yang ironis, tetapi itulah kenyataannya. Bukan hujan yang membuat saya panik, tetapi ombak besar yang datang bersamaan dengan cuaca yang memburuk. Ombak menggoyangkan perahu kami dalam sekejap, memang tidak berlangsung lama, tetapi cukup untuk membuat saya langsung berdoa karena takut. Untungnya, saat itu salah satu nelayan kembali ke perahu. Setidaknya, saya sedikit tenang karena ada sosok ahli yang siap menjaga perahu ini.

Beberapa saat kemudian, perahu yang awalnya bergetar karena mesin oksigen yang digunakan para nelayan seketika mati, membuat suasana menjadi hening. Saya dan teman-teman saling menatap satu sama lain, tidak tahu harus berbuat apa di situasi yang tidak familier itu. Teman saya mengkhawatirkan para nelayan yang tidak bisa bernafas di dalam air, "Ah, tenang aja, mereka pasti udah terbiasa," jawab saya. Tak lama kemudian, salah satu nelayan naik ke perahu dengan santai dan memperbaiki mesin yang terhenti itu.

Selang beberapa waktu, para nelayan mulai kembali ke perahu satu per satu, dan menggulung slang oksigen mereka, menandakan sudah saatnya berpindah lokasi. Mereka mengajukan pertanyaan yang sama kepada kami, 

"Udah puyeng belum neng?"

"Masih aman pak," balas kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun