"Mau ikut boleh ga pak?"
Tiga orang nelayan di perahu tersebut tampak kebingungan, saling menatap satu sama lain, dan berusaha untuk menolak kami,
"Sampe siang loh,"
"Gapapa pak,"
"Ujan loh,"
"Gapapa pak kita bawa payung,"
Setelah menatap satu sama lain sekali lagi, "Yaudah ayo naik" ucap salah satu nelayan tersebut. "Terima kasih pak!" Teriak kami dengan girang karena akhirnya usaha kami datang subuh-subuh ke lokasi yang tidak dekat ini menemukan titik cerah.
Memerlukan waktu sekitar dua puluh hingga tiga puluh menit untuk sampai ke lokasi pertambangan. Di sepanjang laut, banyak jeriken yang menjadi tempat menambang kerang ijo, “Itu namanya keramba apung. Tempat kita nanem bibitnya. Bibit kerang ijo tuh,” ucap Surya, salah satu nelayan kerang ijo di perahu itu. Keramba apung dikelompokkan dan disusun secara berjajar, tersebar di sepanjang lautan.
Para nelayan akan berhenti di dekat susunan keramba apung yang dijadikan penanda di perairan. Setiap keramba apung terikat rapat oleh tali tambang, tempat bibit kerang hijau ditanam dan tumbuh. Keramba apung yang tenggelam lebih dalam menandakan bahwa kerang hijau di sekitarnya sudah siap dipanen. Namun, hanya kerang yang berukuran besar yang akan diambil, sementara kerang kecil dibiarkan tumbuh selama satu hingga dua bulan ke depan.
Satu per satu nelayan mulai turun dari perahu, menyelam untuk mengumpulkan kerang ijo. Mereka dibantu oleh slang pernapasan yang menjadi sumber oksigen mereka selama di bawah laut. Tak lama kemudian, satu per satu nelayan mulai naik ke perahu kembali, mengangkat jaring yang telah dipenuhi dengan kerang ijo ke atas perahu.
"Waahhhh, banyak banget pak!" Seru kami, kagum dengan hasil tangkapannya. Nelayan merespons dengan senyuman. Satu jaring dari satu nelayan saja telah mampu menutupi permukaan perahu. "Semangat pak!" Sahut kami saat nelayan tersebut hendak turun lagi ke laut.