Pagi tadi, seperti biasanya
Tak banyak hal yang kulakukan
Selain mengejar waktu
Mengabadikan segala kepenatan
Rasa kantuk yang tertahan semalaman
Aku kembali lagi menyapa mentari
Yang menatap sinis padaku
Mungkin ia iri sebab kini
Aku lebih bercahaya darinya
Kudapati bus yang akan
Membawaku ke tempat lain
Mengisi hari panjang yang membosankan
Aku duduk sekenanya
dan mentari masih membuntutiku
Tak rela rupanya bila ia tak mampu
Menyakiti mataku dengan silaunya
Maka kualihkan pandangan
Pada secarik kertas yang ku pegang erat-erat
Ku tundukkan kepala hening membaca
Tapi sia-sia, perhatianku tertarik pada pegangan kuning
Di langit-langit bus yang berhimpitan
Seakan saling bertanya kabar
Mengenang hal yang dialami bersama
Mereka bertetangga dekat
Selalu bersua sepanjang masa
Jatuh cinta di jumpa pertama
Takdir menggariskan pertemuan yang tak sengaja
Meski hanya sesekali bersentuhan
Ketika badan bus terguncang
Tapi tampaknya mereka baik-baik saja
Tak ada yang membuat mereka jenuh
dan senantiasa bersama
Suara yang mereka buat kala berpapasan
Membuatku mengingatnya
Ia yang begitu jauh dari jangkauan
Untuk sekejap, aku terluka
Ingin rasanya dekat seperti mereka
Tapi, mungkin aku justru akan lebih tersiksa
Coba lihat pegangan kuning di bus itu
Dahinya mengernyit
Memandang tajam tangan-tangan berbeda
Yang selalu menggenggam erat kekasihnya
Sementara ia terisak
dan tak punya kesempatan untuk memeluknya