Mohon tunggu...
Kusworo
Kusworo Mohon Tunggu... Penjelajah Bumi Allah Azza wa Jalla Yang Maha Luas Dan Indah

Pecinta Dan Penikmat Perjalanan Sambil Mentafakuri Alam Ciptaan Allah Swt

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Filsafat 2 Menit by Mr.K : Membaca Dunia Dengan Tiga Kacamata Filsafat

28 September 2025   18:37 Diperbarui: 28 September 2025   18:37 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Membaca Dunia Dengan Tiga Kacamata Filsafat | Dok. darus.id

Namun, hikmah Timur dan Islam mengingatkan kita: semua itu hanyalah jalan, bukan tujuan. Ujung perjalanan adalah kebijaksanaan. Manajemen bukan hanya soal efisiensi atau strategi, melainkan tentang bagaimana kita memaknai tanggung jawab, menjaga keseimbangan, dan membawa manfaat bagi sesama serta alam semesta.

Membaca dunia dengan tiga kacamata filsafat, lalu menambahkan cahaya nilai dan nurani, membuat kita sadar: hidup bukan sekadar angka, bukan sekadar tafsir, bukan sekadar perjuangan. Hidup adalah ruang tempat ilmu bertemu dengan moral, di mana strategi berpadu dengan empati, dan di mana keputusan tak hanya tentang benar atau salah, melainkan tentang baik dan bijaksana.

Dan pada titik itu, filsafat berhenti menjadi teori. Ia menjelma menjadi jalan pulang---menuju diri kita yang paling manusiawi.


Ilmu, Jalan Pulang ke Kemanusiaan

Dari positivisme yang mengukur, post-positivisme yang meragukan, hingga interpretivisme yang menafsirkan---semua akhirnya menuntun kita pada satu hal: kebijaksanaan.

Ilmu tidak pernah berhenti pada angka, teori, atau tafsir. Ia adalah perjalanan, sebuah kompas yang menunjuk ke arah pulang: kembali pada diri manusia yang sejati. Positivisme mengajarkan ketertiban, post-positivisme menanamkan kerendahan hati dalam meragukan, dan interpretivisme membuka ruang makna di balik setiap cerita. Namun, semua itu hanyalah jembatan.

Hikmah Timur dan Islam menambahkan cahaya lain: ilmu bukan hanya milik pikiran, tetapi juga milik hati. Manajemen, pada akhirnya, bukan sekadar strategi menguasai dunia, melainkan seni menjaga keseimbangan, menunaikan tanggung jawab, dan menebar kebermanfaatan.

Maka ketika filsafat berhenti menjadi jargon, ia menjelma menjadi laku. Ketika ilmu tidak lagi berdiri di menara gading, ia turun ke jalan, menyapa manusia, dan mengajarkan kita cara hidup yang lebih bijaksana.

Dan pada titik itulah, kita menemukan bahwa ilmu sejati adalah jalan pulang---menuju kemanusiaan yang utuh, penuh empati, dan sarat tanggung jawab.

Bacaan Lebih Lanjut :

  1. Auguste Comte -- The Course of Positive Philosophy (1842)
  2. Karl Popper -- The Logic of Scientific Discovery (1959)
  3. Thomas S. Kuhn -- The Structure of Scientific Revolutions (1962)
  4. Lincoln, Y.S. & Guba, E.G. -- Naturalistic Inquiry (1985)
  5. Denzin, N.K. & Lincoln, Y.S. -- Handbook of Qualitative Research (1994)
  6. Creswell, J.W. -- Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches

Jkt/28092025/Ksw/159

Mr.K (Kusworo): Praktisi manajemen, penulis perjalanan, dan peziarah gagasan. Kini menempuh Program Doktor Manajemen Berkelanjutan di Perbanas Institute, sambil membumikan filsafat agar mudah dipahami dalam dua menit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun