# Rubrik Filsafat Populer : Â ke-2
Berani gagal adalah tanda kita masih hidup. Dan berserah pada Allah adalah cara untuk tidak tenggelam dalam rasa takut itu. Kegagalan kadang wujud Kasih Sayang Allah Swt untuk memberikan pengganti yang terbaik. Â Bukankah sering kali kegagalan hanyalah jalan memutar menuju kebijaksanaan yang lebih dalam?Â
Mr.K Bertutur Tentang Filsafat 2 Menit
Jarak panjang antara filsafat sebagai disiplin akademis dan filsafat sebagai "seni hidup" perlu dijembatani dengan literasi yang sederhana. Itulah mengapa saya menawarkan sebuah jembatan:Â Filsafat 2 Menit. Artikel singkat ini diharapkan menjadi bacaan reflektif yang bisa dinikmati hanya dalam dua menit.
"Filsafat 2 Menit" bukan untuk mempermudah, apalagi memiskinkan filsafat. Justru sebaliknya, ini adalah upaya merangkum kebijaksanaan ribuan tahun menjadi refleksi singkat yang bisa dinikmati siapa pun, tanpa harus membuka kamus tebal. Dalam dua menit, kita bisa diajak masuk ke dialog Plato, menyelami renungan Rumi, atau menyinggung kegelisahan Nietzsche, lalu mengaitkannya dengan hidup kita hari ini.
Gaya popular ini bukan gosip filsafat, melainkan popularisasi ilmiah. Mencoba mengemas pemikiran besar dengan bahasa yang cair, naratif, dan membumi, gaya tulisan yang saya kembangkan di Kompasiana. Di Barat, sudah lama ada tradisi popular philosophy: filsafat yang hadir di koran, podcast, atau YouTube. Mengapa tidak di Indonesia?
Lewat pendekatan ini, filsafat bisa hadir di ruang publik: di kafe, di feed Instagram, bahkan di perjalanan bus. Ia menjadi teman refleksi sehari-hari, bukan sekadar abstraksi akademik. (Rubrik Filsafat Populer : Filsafat 2 Menit by Mr.K, Â In syaa Allah menjadi rubrik artikel yang akan selalu tayang di Kompasiana, dengan tema berbeda. Semoga bermanfaat dan menginspirasi)
Â
Mengapa Kita Takut Gagal
Ada satu ketakutan yang diam-diam membungkam banyak Langkah kita: takut gagal. Ia bukan sekadar rasa khawatir, melainkan bayangan yang mampu menghentikan seseorang bahkan sebelum sempat berlari. Kegagalan menjelma menjadi hantu yang setia membayangi perjalanan hidup.
Takut gagal sering lebih menakutkan daripada kegagalan itu sendiri. Kita berhenti sebelum melangkah, seakan bayangan jatuh lebih menyakitkan daripada luka nyata.
Seorang wirausaha cemas usahanya merugi. Mahasiswa takut IPK-nya merosot. Seorang ibu resah karena anaknya belum diterima di sekolah favorit. Penulis gamang menunggu kabar apakah karyanya terbit atau ditolak. Seorang pemuda gelisah setiap malam karena cintanya tak terbalas. Rasa takut ini begitu universal, seakan kegagalan sama artinya dengan hilangnya harga diri, martabat, bahkan makna hidup itu sendiri.