Semua pendekatan transformasi kemakmuran berkelanjutan harus berpegang pada prinsip Holistik, Intergenerasional, dan adaptif.
Holistik merujuk pada pendekatan keterkaitan antara ekonomi, masyarakat, dan ekologi dan memahaminya bahwa satu elemen tidak bisa diperbaiki tanpa memperhatikan yang lain.
Intergenerasional artinya memastikan bahwa kebutuhan generasi saat ini terpenuhi tanpa mengurangi peluang bagi generasi mendatang. Sementara Adaptif bermakna membangun sistem yang fleksibel dan mampu beradaptasi dengan perubahan global, seperti perubahan iklim atau krisis ekonomi.
Paradigma Baru
Merubah mindset masyarakat memang tak semudah membalik telur dadar, kalau pun salah membaliknya tetap enak dimakan. Merubah mindset atau cara berpikir perlu revolusi cara berpikir. Di sinilah Pendidikan dan budaya memegang peranan penting.
Masyarakat perlu diajak mengubah cara berpikirnya dari konsumsi menuju koeksistensi. Dari eksploitasi menuju harmoni. Jadi, Kemakmuran berkelanjutan bukan hanya soal kebijakan, tapi revolusi cara berpikir.
Kalau Selandia Baru telah memprioritaskan kesejahteraan dalam anggaran nasionalnya. Dan Bhutan memiliki "Gross National Happiness"Â menempatkan kebahagiaan rakyat di atas pertumbuhan ekonominya.
Kalau untuk Indonesia, mungkin "Indeks Kesejahteraan Nusantara" (IKN) bisa menjadi Indikator baru yang menggantikan ketergantungan pada GDP sebagai tolak ukur keberhasilan.
Fokusnya pada Kesejahteraan Sosial, yang diukur dari akses masyarakat terhadap Pendidikan, Kesehatan, dan peluang ekonomi.
Lalu Keseimbangan Ekologis, menilai perlindungan terhadap hutan, laut, dan keanekaragaman hayati, sekaligus mengurangi jejak karbon.