Mohon tunggu...
Kusmina
Kusmina Mohon Tunggu... Freelancer - First Step With Great Time

Hallo, perkenalkan nama saya Kusmina, seorang penulis yang aktif di berbagai sosial media, blog, paltform menulis, dan lainnya. Untuk menghubungi saya bisa menggunakan akun instragram @sifabellazhaphyra Terima kasih.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

PAST (Pacar, Angan, Sahabat, dan Teman)

8 Maret 2022   09:38 Diperbarui: 8 Maret 2022   09:42 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PAST dalam Bahasa Inggris berarti masa lalu. Namun, judul ini merupakan akronim dari 'Pacar, Angan, Sahabat, & Teman'. Sekilas, masa lalu jadi latar belakang di mana orang lihat pertama kali dan setelah baca; buka lembaran-lembaran ternyata ada empat peran dalam hidup yang jadi pacuan di depan. Pacar, sebagai pendamping. Angan, sebagai penguat tujuan hidup. Sahabat, orang yang pasti ada kapan dan di mana pun. Teman adalah manusia berharga yang hadir di sekitar kita, tapi belum tahu banyak tentang kita. Nyatanya, empat hal itulah yang menjadi alasan manusia berjalan.

"Gue sadar, ada hal yang lebih baik buat dilihat, yaitu mata setiap orang yang sayang sama gue." -Lovandra Maulvi

BAB SATU

"Hai, morning, Kak!" seorang gadis kecil meloncat duduk di samping kakak kelasnya yang menghadap lapangan basket. Cowok itu tidak menoleh sama sekali meskipun sadar ada yang duduk di sampingnya.

Tidak mendengar balasan sepatah kata pun darinya, gadis itu merapatkan bibir dan mengikuti arah pandang salah satu ikonnya SMA Raya Angkasa. 


"Kak Ulvi?" Gadis itu bertanya dengan heran, sedikit kesal perhatian calon cowoknya penuh pada Ulvi. Apa, sih, kelebihannya? Dia nengepalkan tangan kanannya.

"Hm!" ketus cowok itu cepat membuka suara. Kalimat singkat dengan nada datar yang membuatnya menggeram. Kemudian, mereka berdua menonton permainan basket kelas XI MIPA 3 dengan damai. Tentunya, gadis itu memendam amarahnya. Lihat saja, kakak kelasnya itu hanya bermain sendiri. Mencuri bola dan memasukkannya. Tidak pernah memberi ataupun menerima bola timnya.

Begitu sulit mendekati cowok di sebelahnya. Dia terbilang 'aneh' sampai membuat sebagian besar siswi-siswi di sekolah berpindah idola. Namun, gadis berwajah ayu itu tidak mendengar larangan teman-temannya. Dia tetap menyukai cowok itu. Seperti batu yang akan melapuk jika terus dialiri air hujan. Selagi ada usaha, pasti bisa.

Gadis itu menghela napas menonton orang yang dicurigai menjadi musuhnya mulai detik itu. 

Tiba-tiba matanya membelalak tidak percaya, di sana orang yang dia suka sekarang ada di tengah lapangan. Cowok itu sangat mengangetkan semua orang yang melihat itu. Dia mengigit bibir bawah marah, dugaannya tidak pernah meleset sekali pun. 

"Kak Dantel!" Dia terus memangil dengan dramatis. Ada slomo yang dibuat-buat di sana. Seakan gerakannya sangat lambat. 

Cowok yang dipanggil Dantel itu sama sekali tidak mengacuhkan pandangan heran siswa-siswi lain. Matanya hanya lurus menatap cewek di depannya. 

Dia tersenyum miring saat dia berjarak satu meter dari targetnya, lalu tak lama menjadi tertawa geli. 

Cewek di depannya masih diam. Menatap aneh. Cowok itu segera memeluk Ulvi. 

Keadaan hening dan mencekam. Mereka yang menyaksikan 'serial drama sekolah' itu tercengang tidak percaya. Melihat sikap seorang Dantel Cavero, cowok yang terkenal jorok, tapi dengan paras wajah yang gantengnya menarik perhatian siswi-siswi yang mengidam cogan.

Kemudian, salah satu cewek temen satu tim Ulvi bertepuk tangan diikuti yang lain. Dan semakin ricuh, meskipun mereka masih tidak percaya, ada apa dengan cowok itu yang tiba-tiba manis ke cewek?

***

"Gimana? Seneng, 'kan lo dipeluk gue depan umum?" goda Dantel menunjuk muka datar Ulvi. Sejak lima menit yang lalu, cowok ini berbicara panjang lebar tanpa satu pun dibalas. Saat ini ia berjalan mundur agar bisa melihat muka Ulvi. Walaupun garis wajah cewek itu tetap sama, tapi Dantel yakin, Ulvi akan luluh. Lebih daripada keyakinan adik kelasnya pagi tadi.

Tapi ...

Setelah dua menit terlewati dengan keheningan dalam posisi yang sama. Lovandra tidak merespons juga. Cewek itu hanya mengangkat dagu tinggi-tinggi dan menatap lurus ke depan sambil berjalan dan tentunya berusaha untuk tidak menatap tepat di mata Dantel yang terus memerhatikannya. Orang yang melihat mereka langsung menyimpulkan bahwa Dantel adalah pengemis cinta, sedangkan Ulvi adalah orang belagu.

"Love, kok diem aja?" rengek Dantel memanyunkan bibir. Hal itu sontak membuat Ulvi menoleh dan memandangnya jijik cepat-cepat mencari keberadaan supirnya.

"Kalau caper, jangan ke gue!" tukas Ulvi akhirnya lelah sendiri mendengar celotehan cowok SKSD ini, terlebih sekarang Dantel mengikis jarak antar keduanya.

Dua siswi yang sedang berdiri mengobrol di koridor menatap mereka iri. Lovandra Maulvi yang sadar sedang diperhatikan melangkah lebih cepat melewati cowok itu yang menyengir kuda, segera menepis bahunya untuk mendekati supir pribadinya. 

"Jangan gengsi kalau cinta bilang cinta!" teriak cowok itu berusaha memberi sugesti. Dantel menatap berbinar punggung Ulvi apalagi saat rambut panjang hitam lurus cewek itu terbang terbawa angin saat memasuki mobil. Terlihat anggun sekali. Walaupun, pasti lebih cantik kalau gadis itu menatapnya. 

"Gue pasti udah gila!" rutuk Dantel menyesali perbuatannya. Ada angin apa, perilakunya terasa bayangan. Dantel tidak ingin melakukan hal-hal bodoh hari ini, tapi hatinya mendorong demikian.

"Eh, di sini ternyata. Kak, aku buat surat ini khusus buat Kakak," ujar seorang cewek membuat Dantel terperanjat dan segera menegakkan badan. Setelah membalikkan badan, ternyata cewek ini bukan cewek yang mengusiknya pagi tadi. Siswi ini juga kelas sepuluh seperti cewek tadi pagi. Cewek itu mengerlingkan sebelas mata membuat garis wajah Dantel berubah ingin muntah. Kali ini, cewek yang mendekatinya tidak bisa dibilang bagus menurut alam, badannya gemuk, rambutnya panjang berantakan, juga pakaiannya sangat menonjolkan tubuh. Namun, bukan karena fisik atau apa pun, Dantel hanya selalu menyukai Ulvi.

Tangan Dantel membuka surat itu dan menyobeknya. Ia mengambil bagian kecil, lalu sisanya ia buang di tong sampah. Sobekan kertas itu lalu ia gulung seperti terompet dan memasukannya dalam telinga, memejamkan mata seakan menikmati. 

Adik kelas di depannya itu masih mengamati pergerakan kakak kelasnya dengan tatapan nanar. Bahkan suratnya yang ditulis dengan penuh rasa cinta itu dibuang, tidak dibaca sama sekali. Dan sekarang apalagi?

Dantel mengeluarkan gulungan kertas itu dari telinganya. Lalu berujar polos, "Lo mau pinjem?"

Cewek itu sontak menggeleng kaku. Wajahnya berubah sendu, tak lama menangis, dan berbalik kemudian menghilang di balik koridor dengan sisa suara isaknya yang semakin jauh semakin keras.

Dantel tersenyum sinis dan membuang sampah di genggamannya, lantas memasuki toilet menuju wastafel membersihkan tangan juga telinganya. 

"Ambisius banget!" Seorang cowok dengan seragam putih abu-abu berantakan baru keluar dari bilik toilet.

Dantel yang paham hanya menanggapinya dengan sunggingan senyum tipis.

"Menurut gue, lo jangan maksain diri. Ulvi emang gitu," komentarnya menyambung sambil menepuk pelan punggung Dantel. Lalu dia keluar dengan Dantel yang merenung, mungkin ....

"Kenapa dapetin lo susah banget, sih?" Dantel memandang lesu air yang mengalir di wastafel dan mengusap ujung telinganya.

Soalnya dia bukan orang biasa.

Dantel menggeleng lemah, motivasi kadang bermunculan di kepalanya. Membuat seorang Dantel tidak bisa melupakan cinta pertama yang sebenarnya adalah cinta keduanya.

"Apaan sih, lepasin!" Ulvi memberontak saat tubuhnya didekap di muka umum. Ia berusaha menarik diri agar tidak menendang cowok ini dengan kakinya sendiri. 


"Love, udahlah ngaku aja kalau ini nyaman." Dantel sangat menikmatinya, mulai dari deru napas Ulvi, rambutnya yang Dantel elus, dan wangi badan Ulvi yang membuat Dantel enggan melepaskannya. Ini persis seperti yang papanya ceritakan.


"Ulvi, lo dipanggil Pak Aryo." Andreas---senior sekolah kelas XII memecah keheningan di tengah hilangnya kesadaran mereka.


Ulvi langsung ditarik dengan kasar membuat pelukan itu merenggang. Dantel diam seribu bahasa seakan matanya buta. Tangannya yang di udara perlahan turun ke samping celana abu-abu dengan bahunya yang lemas.


"Kak, aku juga mau dong digituin!"


"Ahhh, Kak Dantel berani banget."


"Gila, Dantel kayak ultramen."


"Sadboy ...."


Dantel begitu pusing dengan lontaran-lontaran sekolah. Ia menegakkan tubuh dan menatap mereka satu per satu dengan sangat tajam. Tepat, para penonton menutupi mata mereka karena takut.


"Ih, Dantel kenapa jadi sensi gitu, ya?" 


"Emang udah biasa kali, lo mah baca wattpad mulu!"


"Ish, 'kanbaca itu important, Achaaa."


"Ya lo gak segi-"


"Segi apa, Cha, Aida? Lo pada kenapa?"


"Lihat, Sia!"


Dantel menatap mereka lembut bahkan sambil tersenyum culas. Ia mengambil bola di lantai lapangan yang kemudian dilempar ke ring dalam jarak lima meter. Dan mereka semua pergi karena bolanya tidak masuk ring. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun