Mohon tunggu...
Mawan Sastra
Mawan Sastra Mohon Tunggu... Koki - Koki Nasi Goreng

penggemar fanatik Liverpool sekaligus penggemar berat Raisa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pelajaran dari Abang Gorengan

18 November 2017   18:19 Diperbarui: 18 November 2017   18:39 638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku mundur dari antrian. Menjauh beberapa langkah dari posisiku semula. Sekarang aku duduk di sebuah bangku. Biasanya Abang Gorengan duduk di bangku ini tatkala pengunjung gerobaknya sepi. Ya, ia akan murung menunggu pelanggan. Tapi kali ini peminat gorengannya membludak. Gerobaknya disesaki pelanggan. Membentuk barisan panjang. Kuterka kira-kira ada belasan orang dalam antrian itu. Dengan varian usia dan beragam model rupa. Tapi sama-sama ingin cepat mendapat bagian. Sampai-sampai Abang Gorengan kewalahan meladeninya seorang diri.

            "Mau apa, Bu?" ucap Abang Gorengan dengan sangat ramah.

            "Bakwannya sepuluh ribu, Mas. Pisang molengnya lima ribu, tahu isinya juga lima ribu. Dan batagornya  sepuluh ribu saja. Bakwang, pisang moleng dan tahu isinya yang baru selesai di goreng ya, Mas. Saya tidak suka kalau sudah dingin soalnya. Dan satu lagi, Mas. Batagornya dipedasin. Nggak usah pake kecap," ucap ibu-ibu bertubuh bongsor.

            "Wah, nggak ada yang panas, Bu. Semuanya hangat selesai di goreng lima belas menit yang lalu. Jadi bagaimana, Bu?"

            Ibu bertubuh bongsor berambut pirang itu maju beberapa langkah dan mengecek gorengan yang disepit Abang Gorengan. "Kalau ini mah bukan hangat lagi tapi sudah dingin. Saya tidak mau, ah. Goreng yang lain saja, Mas!" ucapnya tidak puas.

            Abang Gorengan tersenyum dan hanya bisa menuruti keinginan ibu itu. Tampaknya ia tidak ingin mengecewakan pelanggannya. Pelanggan yang lain bak cacing kepanasan. Sudah tidak sabaran menunggu antrian. Ibu itu berdiri santai di barisan terdepan menunggu Mas Gorengan menggoreng gorengan yang ia pesan.

"Mas, tahu isinya sepuluh ribu," teriak seorang anak muda berkulit hitam di belakang ibu itu. "Tunggu ya, Bro!" ucap Abang Gorengan masih dengan senyuman khasnya.

            "Saya buru-buru, Mas. Apa tidak bisa dipercepat sedikit? Saya nggak apa-apa kok kalo tahu isinya dingin."

            "Wah! Nggak bisa begitu dong! Pokoknya saya yang duluan." Ibu itu tampak sewot.

            "Hanya sebentar, Bu. Pesan sepuluh ribu saja. Dapat delapan biji dimasukkan ke plastik terus di serahkan ke saya lalu saya bayar selesai."  

"Namanya mengantri ya tetap mengantri, anak muda. Apalagi Masnya kan sedang menggoreng. Bagaimana kalau pesanan saya gosong?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun