Jakarta -- Polemik besar mengguncang tubuh Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) pasca Kementerian Hukum melalui Direktorat Jenderal AHU menerbitkan Kepmenkum pada 2 September 2025 tentang kepengurusan "SOKSI" kubu Misbhakun.
Keputusan itu memicu kecaman keras dari kalangan internal SOKSI, termasuk tokoh Angkatan 66, Bachtiar Ujung, karena keputusan itu telak-telak melanggar hukum atau UU yang berlaku sehingga menodai kepastian hukum di negeri kita ini.
Bachtiar yang juga Sekretaris Dewan Pembina SOKSI itu menjelaskan fakta Misbhakun sebagai Sekretaris Jenderal di DEPINAS SOKSI sejak 2020 bersama Ketua Umumnya Ahmadi Noor Supit, melaksanakan Munasnya pada 20 Mei 2025 lampau yang seharusnya sesuai legalitasnya adalah MUNAS DEPINAS SOKSI. Â
Namun, faktanya Munas tersebut telah membajak nama SOKSI dengan memanipulasi "MUNAS DEPINAS SOKSI" menjadi "MUNAS XII SOKSI" yang statusnya sudah tentu ilegal, sebab itu bukan legalitasnya dan terang-terang melanggar Pasal 59 UU Ormas dan etika berorganisasi.Â
"Ironisnya Munas XII SOKSI yang ilegal itu diresmikan dan dilegitimasi oleh Ketua Umum Partai Golkar Sdr. Bahlil Lahadalia meskipun sudah diingatkan oleh SOKSI melalui surat resmi." Dari kegiatan ini terlihat sangat jelas sebagai upaya konspirasi politik pihak tertentu dengan rencana "pencurian legalitas" SOKSI untuk kepentingan politik tertentu dan skandal "Legalitas SOKSI Misbhakun" ini dapat diduga tidak terlepas dari peranan oknum pimpinan Partai Golkar terutama sdr. Bahlil didalamnya sebagai Ketum Partai Golkar yang meresmikan Munas yang illegal itu" kata Bachtiar dalam keterangannya Minggu malam (7/9) di Jakarta.Â
Lanjut Bachtiar, jika dugaan ini benar, maka Ketum Partai Golkar diduga telak melanggar Pasal 37 Anggaran Dasar Partai Golkar dan yang lebih parah lagi akibatnya telah berperan secara tak langsung merusak kepastian hukum yang dibutuhkan oleh publik dan negara bangsa ini, tegas Wakil Ketua Dewan Pembina Baladhika Karya SOKSI itu.
"Saya heran mengapa Menteri Hukum yang membawahi Dirjen AHU -- yang saya kenal seorang tokoh Gerindra dan loyalis Presiden Prabowo -- justru mengambil langkah kontra-strategi seperti ini? Apa Menteri tidak tahu bahwa ini melanggar UU dan Permenkumham No 28 Tahun 2016 dan Pemenkum No 2 Tahun 2025 serta Pemenkum No 18 Tahun 2025 terutama terkait "benefit owner" yang dimiliki SOKSI -- Ketua Umum (Ketum) Ali Wongso dan akan merusak kepastian hukum serta kredibilitas pemerintahan Presiden Prabowo dimata publik dan para investor dunia? Ini sungguh kontra produktif terhadap janji kepastian hukum yang selalu ditegaskan Presiden Prabowo kepada publik" tegas Bachtiar mantan Ketua Gerakan Pelajar Pancasila Kabupaten Dairi Tahun 1966," yang juga kader senior SOKSI gemblengan Pak Suhardiman Pendiri SOKSI dan Golkar itu.
Presiden dan Menteri Diminta Segera Bertindak
Bachtiar berharap presiden dan menteri hukum sebagai salah satu loyalis Presiden Prabowo dapat menilai kasus ini bukan sekadar masalah internal ormas, melainkan uji integritas sistem hukum dan kredibilitas negara serta berimplikasi terhadap kepastian hukum selain politik.
Karena itu pihaknya meminta Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Hukum untuk memerintahkan Dirjen AHU membatalkan SK tersebut demi memulihkan penjagaan kepercayaan publik dan pasar terhadap kepastian hukum di Indonesia serta menghindari masalah lain nya yang tidak perlu.