Mohon tunggu...
Kromo Aji
Kromo Aji Mohon Tunggu... Guru - Keluargaku sebagian dari surgaku

Menuimbuhkan minat menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Anin-Dia

10 Februari 2020   08:16 Diperbarui: 10 Februari 2020   08:17 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bagian 1

Seperti biasanya sore sekitar pukul 17.15 sampai menjelang azan isya' jalan Darmo selalu macet, hal ini disebabkan  karena mayoritas pegawai atau karyawan kantoran dan beberapa perusahaan pulang kerja. Setiap pulang kerja aku selalu lewat tol dari gerbang Tol Darmo Satelit menuju Bangil.

Tetapi sore ini aku lewat jalan bawa karena menurut informasi dari radio yang selalu memantau perkembangan jalan raya, ada kecelakaan yang mengakibatkan jalur tol Surabaya -- Bangil macet total. Kecelakaan tersebut adalah ada truk gandeng bermuatan tepung terguling menutupi seluruh badan jalan, di arah menjelang gerbang tol Waru, sehingga seluruh kendaraan yang menuju arah Bangil, Malang dan Banyuwangi diarahkan ke luar dari tol Darmo Satelit.

Seluruh sopir mobil di depanku hampir semua turun dan mematikan mesinnya, akupun  turun dari mobil Phanter LS Turbo warna silver buatan tahun 2003 itu. Aku turun dan mencari bateri untuk camera DSLR-ku yang mulai soak. Kebetulan di kiri jalan tempat aku berhenti ada toko kamera dan perlengkapannya lumayan bersar dan komplit. Aku memilih dan menayankan harga baterai tersebut, belum sempat aku memutuskan untuk membeli betapa terkejutnya aku

" Anindia...!!", kata ku spontan

segera perempuan itu menoleh dan menjawab,


" Iya..benar, kamu kok kenal aku?", jawab wanita itu

" Ayo coba ingat-ingat aku, masak lupa?"

" Akbar ya..Kakak kelasku SMP dulu?, kata Anindia setengah berteriak, sehingga para pembeli nlain, termasuk karyawabn di toko itu menoleh kea rah kami.

" Kau dari mana, bagaimana kabarnya?, tanya Anindiya

" Aku dari Darmo, aku kerja di perkantoran daerah tersebut!", jawabku

" Wauuu sudah 28 tahun kita tidak bertemu, kau tampak berwibawa banget!" kata Anindia nerocos begitu saja. Tanganku ditarik diajak masuk ke dalam toko. Rupanya toko besar ini milik Anindia.

            Aku diperkenalkan pada suaminya, yang kebetulan sedang duduk di tempat kasir. Kembali aku terkejut bak disambar petir.

" Itu Winaryo Tulus?", kataku dalam hati Winaryo Tulus adalah sahabat SMP ku, teman paling akrabku, dia sekitar kelas 9 ikut ayahnya transmigrasi ke Lampung.

" Haaii...bengong, ini suamiku!", kata Anindia membuyarkan lamunanku.

" Hai saya Faiz suami Anindia!", kata lelaki itu yang tak lainadalah suami Anindia.

" Gila mirip banget dengan Winaryo Tulus!", kata ku dalam hati

Akupun bergegas pamit, setelah mengobrol hampir 25 menit, dan memilih baterai yang ku maksud, malah aku dapat baterai gratis. Sementara beberapa mobil mulai bergerak pelan. akupun men-stater mobil dan perlahan melaju. Aku gugup bercampur emosi, cemburu melihat Anindia, sehingga ketika dia meminta nomor HP-ku aku tidak begitu menghiraukan.

            Dalam mobil aku mendengarkan lagu Always   dari Bon Jovi kegemaranku, sengaja musik tersebut aku keraskan. Aku kembali membayangkan wajah Anindia. dengan senyum dan logat cara bicaranya yang tidak berubah sejak SMP dulu. Senyum dan tawanya renya, dia tipe wanita pendiam tapi cukup ramah, dan mudah bergaul pada siapa saja.

" Kenapa Suaminya,mirip banget sama Tulus ya?", kata-kata itu sudah berpuluh-puluh kali melintas dalam benak dan pikiranku. Kenapa dia memilih suami tidak mirip aku. Gila banget, sialan. Bukankah ketika SMP dia naksir aku, bukan naksir Tulus Winaryo. Pikiran jadi melantur ke mana-mana. Kenapa aku harus ketemu Anindia tadi, kenapa harus macet jalanan tadi, kenapa aku beli baterai.

Pikiranku semakin kacau dan kalut, aku berusaha memikirkan hal lain, tetapi selalu saja wajah Anindia yang kembali muncul dan terus-menerus muncul. Ayo ke luar engkau dari lamunanku, jangan datang  lagi menggangguku ku.

            Tak terasa sudah dua jam perjalanan, dan kini aku sudah memasuki pintu ke luar Tol Sidowayah Bangil. Jarak rumah ku dengan jalan tol, memang tidak begitu jauh, hanya sekitar 10 menit. Aku memasuki kompleks perumahan, klakson mobil ku bunyikan. Terliah Mbak Minah  muncul dan membuka pagar rumah.

Aku masuk rumah Pukul 21.45 WIB. Anakku yang kecil sudah tidur dengan boneka kesayangannya. Sementara isteri dan anakku yang besar sedang sholat isya' berjamaah. Biasa habis belajar anakku selalu sholat berjamaah bersama mamanya. Akupun juga bergegas ambil air wudlu dan sholat isya'.

" Sudah makan Mas?", tanya Hesti isteriku

" Sudah tadi di jalan!", jawabku berbohong, karena aku tidak merasa lapar kali ini.

" Kalau begitu, cepat istirahat, jangan buka laptop lagi!", kata isteriku seraya masuk kamar.

Bagian 2

Aku justru menghidupkan laptopku dan segera menuju media sosial.  Aku membuka facebook  dan segera mencari nama Anindia. Lebih dari 25 nama tersebut muncul mengurut ke bawah. Tapi nama Anindia Mustika Rini tidak ada. Satu-persatu ku buka nama tersebut, dan kubaca biodata serta foto status yang ada, tetapi semua tidak kutemukan. Sudah pukul 01. 25 WIB, tapi facebook Anindia belum aku temukan. Sekarang aku coba lewat nama Faiz suaminya. Hal yang sama terjadi. Deretan nama Faiz tidak ada yang menjadi nama Facebook Ainindia.

" Apakah dia tidak mempunyai facebook ,masak zaman gini tidak memiliki akun facebook !" kataku dalam hati. Aku hampir kehilangan cara mencarinya. Aku coba mengingat-ingat sebutan dia ketika SMP.

" Ya aku ingat dia dulu dipanggil juga dengan Gita!", kataku sedikit girang. Anindia  di panggil Gita karena suka bernyanyi. Kembali aku mencari di akun facebook  nama Gita Mustikarini. Dan hasilnya benar bahwa dia menggunakan nama itu. Aku lihat foto profil yang dipasang adalah gambar Anindia bersama suami dan dua anak lelakinya.

Jam dinding di kamarku menunjukkan pukul 02.15 WIB, tetapi aku belum mengantuk dan aku berusaha mencari terus kegiatan Anindia lewat akun facebook-nya. Beberapa foto aku lihat, rata-rata foto yang Dia pasang adalah moment bersama keluarganya. Ada yang foto ulang tahun anaknya, foto di tempat lesehan, di tempat wisata dan lain-lain.

Anin dia sekarang berusia 45 tahun, tetapi dia tetap cantik sepertri dulu. Aku ingat betul bahwa tanggal lahir dia adalah 27 Nopember 1979. Aku mematikan laptopku, walaupun mataku belum bisa terpejam. Aku besok akan membeli nomor handphone, untuk membuat akun dan profil facebook dan berkenalan dengan Gita Anindia Mustika Rini.

Bagian 3

Agak telat aku bangun, kedua anakku sudah berangkat sekolah bersama jemputannya. Mobil kejalankan agak kencang, kebetulan jalan tol yang selalu kulewati ini agak lengan. Mobil kuparkirkan dan langsung menuju meja kerjaku. terlihat di meja kerjaku sudah ada beberapa agenda yang disusun oleh Rini sekretarisku.

" Rin tolong untuk metting dan ketemu klien nanti kamu gantikan dulu!", kataku

" Kenapa Pak?", balas Rini bertanya

" Aku harus ke dokter mata, karena mata ini ganjal banget!", jawabku berbohong.

" Baik, Pak!",

Aku segera membuka laptopku, tetapi bukan mengerjakan pekerjaan kantorku melainkan membuat akun baru. Akun dan facebook baru sudah kubuat dan aku segera meminta kenalan dan menjadi teman di facebook Anindia. Selain facebook aku memiliki nomor HP Anindia yang tentu saja di dalamnya ada whats App.

Aku mengerjakan beberapa pekerjaan kantor yang tidak membutuhkan pikiran yang berat, sambil menunggu permintaan pertemananku facebook ku diterima oleh Anindia. Bener memang setelah aku tungguh sekitar 4 jam dia menerima pertemananku. Dalam facebook tersebut percakapanku lemayan hangat, lewat obrolan pribadi. Aku pura-pura menggukan nama Surya.

" Ani aku Surya temanmu dulu",

" Macak chiii" Jawab Anin doi facebook 

" Iya, tmn SMP dulu, dulu di SMP Nasionalkan?"

" Iya, ft profil yg asli dooonggg jng ft anaknya!"

" Beres dulu prasaan namax gak pkai Gita ?"

" iya itu pnggilan sayng tmnq, shg ku pakai smpai skrg!"

" wow  keren, itu panggilan dari pcarmu dulukan?"

" iiihhh tdk deh, memang aku sngat.....pdnya, dia pun kyaknya gitu, tp tdk trsmpaikan!"

" smpai skr tdk ketmu dia ya, hihihih...kaciyan!" Aku pura-pura tertawa padahal dalam hatiku sebal dan kecewa banget. Aku bisa menebak bahwa laki-laki yang dimaksud Anindia adalah Winaryo Tulus.

" iya ..orgnya sejak kelas 3 SMP dl kan transmigrasi, ke luar pulau!"

Aku mengakhiri obrolan kami, dengan alasan sibuk dan nanti kita sambung lagi. Betul dugaanku Anindia ternya lebih menyukai Winaryo. Apa alasan Anindia padahal aku lebih pandai, lebih kaya dan lebih segala-galanya dari Winaryo.

Bagian 4

Aku teringat saat itu aku kelas 2 SMP Nasional. Aku sebagai ketua OSIS setelah memimpin rapat untuk kegiatan HUT sekolah yang dibarengkan dengan HUT RI. Sebenarnya sekolahku berdiri pada bulan Juli, tepat pada tahun ajaran  baru waktu itu. Guna menghemat anggaran dan tidak menyitah pelajaran setiap tahun selalu dibarengkan dengan HUT RI atau hari kemerdekaan.

Tulus sebagai seksi seni mengusulkan adanya pentas seni sebagai penutupan kegiatan. Akupun mengiyakan usulan itu termasuk beberapa seksi dan pengurus yang lain. Sementara Anindia sebagai seksi penggalangan dana. Aku sengaja Anindia selalu aku libatkan dengan urusanku dalam kegiatan OSIS. Hal ini bertujuan, agar aku selalu deklat dengan dia.

Sering aku dengar lewat sahabat Anindia yaitu Lilik Handayani, bahwa Akbar kamu dapat salam dari Anindia. Selain sering kirim salam lewat sahabatnya tersebut Anindia sering kepergok sedang mnecuri pandang ke arahku.

Aku, Anindia, Helmi dan Nita pergi mencari dana untuk paggelaran acara yang sudah kita rancang. Beberapa orang tua murid yang mempunyai usaha, mempunyai toko,  salon, persewaan kelengkapan pernikahan tak luput jadi sasaran kami  ,selain  itu  orang tua murid yang menjadi pegawai, polisi, TNI atau yang memiliki ekonomi lebih kami datangi.

Aku sengaja menjalankan motorku agak pelan agar terpisah dengan Hilmi dan Nita. Aku menghentikan motorku  di depan penjual es kelapa muda. Aku melihat tempat itu sangat asyik untuk mengbrol, tempatnya bersih dan rindang. Ada beberapa kursi panjang di bawah pohon beringin yang sangat berar itu.

" Nin minum es kelapa muda dulu ya? ", aku menawarkan

" Boleh !", kata Anindia sambil melepas helmnya lantas diletakkan di atas spion motorku.

Anindia dengan rambut ikal sebahu, memakai kaos merah dan celana jeans biru tua, tahi lalat di tas bibir kanannya sungguh manis banget.

" Nin a-a aku..mau ngomong se-serius ni, bolehkan? " kata agak terpatah-patah

"Ngomong aja kenapa sih, kau tegang !",

" Tiadak aku takut kamu tersinggung dan marah padaku!"

Aku akan ngomong cinta padanya, aku tak mau menyimpan kalimat itu terlalu lama, karena sungguh sangat menyiksa.

" Aku...!"

" Tiiiinnnn..tinnnn", suara bel sepeda motor sangat kencang. Sialan Hilmi dan Nita datang langsung menghampiri kami.

" Hey dasar ...kalau beli  es tidak ajak-ajak !" kata Hilmi setengah berteriak, lalu  duduk menghampiriku.

" Kamu naik motor tidak tengak-tengok, nyelonong aja Hel!", jawabku

" Akbar ayo dong lanjutin tadi mau ngomong apa?" Tanya Anindia

Aku agak keragapan mendengar pertanyaan Anindia, aku harus cari alasan yang tepat.

" Oh anu apa itu..eh!" aku berfikir keras mencari alasan

" Aku cinta kamu Nin...ha..ha..ha!" sahut Hilmi sambil tertawa ngakak

" Sialan Kamu Hil!", aku pura-pura marah, padahal memang kata itu yang mau kuucapkan

" Kalian kalau jadian sangat cocok!", kata Nita

" Sudah jangan ngacau!", jawab Anindia dengan wajah memerah

" Anu Nin nama ayah kamu termasuk aku tulis sebagai donator!", kataku

Aku lega menemukan alasan yang tepat dan masuk akal, aku tahu padahal ayah Anindia tidak termasuk donator.

" Oh itu, baiklah nanti aku sendiri yang meminta pada ayah!",

Jawaban Anindia mengakhiri obrolan kami, kami segera melanjutkan perjalanan. Kata cinta kepada Anindia belum aku ucapkan hingga  kini. Memang aku sering mengucapkan Anindia aku cinta kamu, tapi aku ucapkan saat aku sendirian.

Bagian 5

Aku mulai tergabung dengan group Whats App teman SMP ku, dengan nama Group Alumni SMPNAS. Aku memang tidak begitu aktif di group, hanya rajiun membaca dan mehilat foto yang sering di shere teman-taman. Sering aku lihat ketika Tulus muncul selalu Anindia juga muncul. Group ini selalu ramai dari pada group SMA atau group Kuliahku.

Sesuai rencana hari Minggu, 10 Nopember 2013. Group SMPNAS mengadakan pertemuan kecil, di Lesehan Ikan Bakar Kumis. Mayoritas teman-teman akan dating, bahkan banyak yang datang bersama keluarganya. Termasuk dalam postingannya Anindia akan datang bersama keluarganya. Tulus juga jauh-jauh dari Lampung akan hadir dalam pertemuan tersebut. Aku akan datang tanpa anak dan isteriku. Hal ini agar isteriku tidak melihat wajah kecewa dan sebalku saat menemui Anindia terutama Tulus.

Aku sengaja datang terlambat, agar tidak begitu banyak menanggung marah dan kebencian. Terlihat beberapa teman sudah ada yang pulang.

" Assalamualaikum!", Sapaku pada teman-teman

" Walaiku salam!", terdengar mereka kompak menjawab

" Hai...ini..Akbar dating!", Kata Hilimi berteriak

" Semua masih ingatkan!, " Jawan Linda

" Ingat dong ini kan ketua OSIS kita!", Jawab Anindia

Teman-teman segera mempersilahkan aku makan, tapi aku menolaknya karena aku tidak berselera.

" Bar gak makan?", kata Anindia

" Sudah tadi!", jawabku

" Bar Tulus, tidak japri kamu, kok belum datang ya?", tanya Anindi sambil celingukkan

" Mungkin, tidak bisa datang !"

" Pasti dia datang, sudah belikan dia tiket pesawat pulang-pergi kok!",

" Oh ..yaaa!", Aku tersentak kaget, tidak sengaja aku setengah berteriak

Aku segera pergi dari hadapan Anindia dengan alasn ke teman-teman yang lain, padahal aku muak mendengar cerita dia. Anindia sampai mau-maunya membelikan karcis.

Hampir dari separuh teman-teman sudah mohon diri berpamitan. Aku lihat jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 14.15 WIB. Tak lama berselang Anindia dan keluarganyapun balik. Dari jauh dia berteriak dan melambaikan tangannya untuk berpamitan padaku. Aku hanya menganggkat kedua jempolku.

Aku jelas melihat kekecewaan yang berat di wajah Anindia, mungkin dia keceewa hingga saat ini, Winaryo Tulus belum datang juga. Aku berpikir keras kenapa sih semua begitu kebetulan. Kebetulan Aku bertemu Anindia di toko itu, aku kebetulan bergabung dengan goup teman-teman SMPku, apakah semua hidup ini semua serba dengan kebetulan. Aku menoleh kesekelilingku semua teman-temanmu sudah balik.

Bagian 6

Aku memasuki mobilku, dari kejauhan ada suara yang memanggilku. Lelaki yang dibonceng sepeda motor.

" Akbar...akbar, masih ingat aku...iya ini aku Tulus!", kata Tulus

Jujur dalam aku memang lupa pada wajahnya, dia berubah banget, lebih kurus dan beberapa giginya yang depan sudah mulai lepas.

" Tulus....!", aku segera turun dari mobil dan bersalaman dengan dia.

Tulus memeluku dengan keras, jelas dia sangat kangen dan bercampur gembira bertemu dengan aku.

" Akbar baca ini!", kata Tulus sambil menyodorkan HP-nya

" Tulus kalau nanti ketemu sama Akbar, tolong sampaikan salamku padanya. Terus katakan Akbar kok berubah, sekarang angkuh banget, aku sangat kaget dan kecewa tadi!"  kalimat dalam HP Tulus aku baca dengan seksama.

" Maksudnya apa Lus?", tanyaku bingung pada kalimat tersebut

" Akbar sejak dulu Anindia menyukai kamu, tapi dia sebagai wanita malu mengatakannya!",

" Ohhh gitu!', kataku datar

" Kamu berteman dengan facebook Anindia?", tanya Tulus serius

" Tidak!", jawabku pura-pura. Padahal secara diam-diam aku berteman dengan nama samaran.

Menurut Tulus nama Gita yang melekat pada Anindia itu gara-gara dari aku. Awalnya aku bingung, tetapi Tulus menjelaskan bahwa dia berbohong pada Anindia, jika nama Gita itu pemberianku.

" Gila kamu Tulus, kenapa bawa namaku?', tanyaku dengan perasaan yang senang.

" Iya Bar, Anindia sangat senang kalau aku berita tentang kamu, dia langsung memberiku sebatang cokelat!', jawab Tulus.

Tulus menjelaskan lebih dalam bahwa setelah lulus SMP, hingga perguruan tinggi Anindia selalu mencari aku. Hingga dia memutuskan  menikah lalu bercerai dengan suami pertamanya dan menikah lagi dengan suami keduanya Faiz. Tak lama kemudian terlihat handphone-ku ada whats App. Aku membaca japri dari Anindia

" Akbar, kamu sudah ketemu Tulus!", aku tidak menjawab. Aku hanya menghela napas panjang

" Tulus ayo ke rumahku!", aku menawarkan diri

" Tidak terimah kasih, aku harus ke rumah saudara-saudaraku!', jawab Tulus

" Ok, yuk aku antar, sekalian aku juga mampir ke rumah ayah!,"

Aku dan Tulus segera naik mobil, di sepanjang perjalanan kami menyambung cerita-cerita lama, salah satunya tentang Anindia. Dalam hati aku berkata, kenapa aku baru tahu sekarang. Whats App dari Anindia belum juga aku balas. Aku teringat wajah anak-anakku.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun