Kanal Kali Malang ini kemudian dikenal Kanal Banjir Barat (KBB) antara Manggarai-Muara Angke sepanjang 17,4 km. Rencananya Kanal Banjir Barat ini akan diperluas tapi karena sulitnya membebaskan tanah, perluasan Kanal Banjir Barat tertunda sebagai gantinya dibuatlah jaringan pengendali banjir lainnya, yakni jaringan kanal dan drainase yang dinamakan Sistem Drainase Cengkareng. Kanal Banjir Barat hanya mampu menampung sampai 370 meter kubik per detik. Antara tahun 1983-1985 telah dibangun pemerintah Cengkareng Drain, Cakung Drain, Sudetan kali sekretaris.
Sedangkan saluran tepian ke Timur tidak sempat terbangun karena Perang Dunia ke-2. Baru dengan bantuan Netherlands Engineering Consultants, tersusunlah "Master Plan for Drainage and Flood Control of Jakarta" pada Desember 1973. Rancangan ini didetailkan lagi lewat desain Nippon Koei pada 1997. Penggalian untuk Kanal Banjir Timurnya sendiri baru dimulai pada tahun 2003. Panjang Kanal Banjir Timur ini 23,6 km dengan daya tampung limpahan air 390 m kubik per detik. Selain itu, BKT juga dilengkapi dengan sistem kolam sedimen berukuran 300 x 350 meter di kawasan Ujung Menteng. Sistem kolam ini berguna untuk menangkap sedimen agar badan kanal tetap leluasa.
[caption id="attachment_227516" align="aligncenter" width="445" caption="Denah Kanal Banjir Timur (dok. http://www.jakarta.go.id/web/news/2011/10/kanal-timur)"]
[caption id="attachment_227518" align="aligncenter" width="400" caption="Kanal Banjir Timur (dok. http://pustaka.pu.go.id/new/infrastruktur-pengaman-pantai-detail.asp?id=12)"]

Kesimpulan
Selanjutnya, apakah Kanal Banjir Barat dan Timur beserta drainasenya mampu mengendalikan banjir Jakarta ?? Saya kira banjir Jakarta akan sulit ditangani bila melihat kondisi:
1. Hampir 40% wilayah di Jakarta berada di bawah permukaan laut. Tanpa tanggul seperti di Belanda atau tidak ditimbunnya daerah-daerah yang rendah ini, tentu saja sesuai hukum alam, daerah ini akan selalu kebanjiran. Bahkan dengan selesainya Kanal Banjir Barat dan Timur yang katakanlah berhasil mengalirkan air limpahan hujan ke laut, wilayah Jakarta di bawah permukaan laut ini bila tidak ditangguli dan tidak ditinggikan tetap akan terendam.
2. Masyarakat masih belum sadar tentang pentingnya membuang sampah pada tempatnya dan tidak adanya manajemen sampah dari pemda yang komprehensif maka akan sulit membayangkan semua saluran air bebas sampah dan kotoran.
3. Penyempitan badan aliran sungai yang berjumlah 13 ini. Antara tahun 1960-1970 bantaran sungai Ciliwung mulai ramai dihuni. Selama pemda DKI mengalami kesulitan untuk merelokasi penduduk bantaran Sungai Ciliwung yang sudah puluhan tahun menghuni daerah ini, penyempitan badan sungai akan sulit dielakkan.
4. Rehabilitasi dan perawatan rutin drainase kota dan sungai dari endapan lumpur dan sampah. Seperti kota-kota maju, selalu ada anggaran rutin untuk perawatan, namun bila usaha ini hanya dilakukan bila masalah timbul ya ... repot.
5. Banjir kiriman terjadi juga saat pemerintah kolonial Belanda mengganti perkembunan karet menjadi perkebunan teh di Puncak. Demikian sensitif dan tergantungnya kondisi Jakarta dari perubahan kondisi tempat-tempat di atasnya. Untuk itu tanpa kesadaran para pemda Bodetabek untuk mengetatkan pembangunan daerah resapan dan untuk membuat waduk-waduk penampungan air hujan. Jakarta akan tetap kewalahan dengan banjir.