Mohon tunggu...
Kristofer Sahala
Kristofer Sahala Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Seorang mahasiswa yang berumur 21 tahun dan mulai memasuki tahap semester akhir.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Citra Perempuan dalam Media

9 April 2021   15:22 Diperbarui: 9 April 2021   15:39 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Seiring dengan perkembangan jaman, teknologi saat ini sudah terbilang mengalami perubahaan yang sangat pesat. Cara kita berkenalan atau berinteraksi dengan orang asing pun terbilang mudah untuk saat ini. Banyak orang saat ini menampilkan yang terbaik di media massa untuk mempertahankan bahkan meningkatkan citranya terlebih pada perempuan.

Citra itu sendiri abstrak atau intangible, tetapi wujudnya dapat dirasakan dari penilaian, baik semacam tanda respek dan rasa hormat dari publik, namun kenyataannya berbanding terbalik di dalam media massa dimana citra ini digunakan sebagai pujian terhadap orang yang mendapatkan apresiasi saja tetapi tidak untuk orang yang tidak diberi apresiasi. 

Sebagai contoh terdapat wanita cantik di media sosial yang terlihat dari postingannya dan dibanjiri oleh komentar yang memuji, meskipun wanita ini melakukan hal yang terbilang konyol namun akan di maklumi oleh para masyrakat digital yang mengapresiasinya dengan kalimat "untung cantik".

Berbanding jika ada perempuan yang memiliki standar kecantikannya sendiri atau bisa dikatakan perempuan yang mencintai dirinya sendiri, dia memiliki tubuh yang gemuk dan hidung yang kecil, namun dia bersyukur akan hal itu. Ketika perempuan ini meninggalkan postingan di media sosialnya banyak komentar negatif yang ditinggalkan, "udah gendut jangan sok cantik deh". hal ini yang memperihatkan betapa kejamnya jari para masyarakat digital dan menimbulkan bias gender di sosial media.

Media di era modernisasi saat ini memiliki berbagai macam jenis, misalnya media massa yaitu televisi, radio, sosial media seperti Instagram, facebook, twitter dan lain-lain. 

Saat ini media melakukan framing atau membentuk pandangan terhadap perempuan untuk sempurna sesuai dengan konotasi cantik yang sudah diterapkan oleh khalayak banyak sehingga citra perempuan dalam media haruslah sesuai dengan kata "cantik" tersebut karena standarisasi kecantikan adalah hal penting yang perlu diperhatikan ketika berada di dalam media.

Begitu banyak wanita yang ada di sekeliling kita bahkan perempuan yang berada di dekat kita pun sangat memperthatikan kecantikannya ketika berada di media manapun. 

Penulis memilih judul tersebut karena menarik untuk dibahas dan topik pembahasannya pun ramai diperbincangkan serta menimbulkan banyak pertanyaan dan membentuk komunikasi publik atas citra perempuan dalam media yang membuat para wanita "insecure" atau tidak percaya diri ketika berada dalam media saat ini.

Fokus penulis pada pembahasan ini adalah perempuan di dalam media yang dibentuk atau medapatkan framing untuk menjadi karakter yang sempurna dan bersifat komersil, dalam hal ini perempuan pun seakan dituntut untuk menjadi sosok yang dapat mempengaruhi khalayak di media sebagai objek yang dapat dinikmati atau konsumsi publik. 

Dalam hal ini pun mayoritas perempuan di media harus sesuai dengan keinginan khalayak banyak sehingga menimbulkan bias gender. Bias merupakan kondisi yang memihak atau merugikan. 

Sedangkan gender merupakan sifat yang melekat pada perempuan maupun laki-laki yang dikonstruksikan secara sosial maupun budaya jadi bias gender adalah suatu kondisi yang memihak atau merugikan salah satu jenis kelamin.

Bias gender terhadap citra perempuan dalam media memiliki urgensi yang cukup tinggi karena banyak perempuan yang merasa dirinya selalu kurang dan tidak bisa menjadi diri sendiri, sehingga kontrol terhadap dirinya sendiri tidak dimiliki sepenuhnya melainkan harus menyesuaikan dengan kategori khalayak banyak dalam media. 

Wanita pun dijadikan objek pemuas visualisasi para laki-laki karena setiap lekuk tubuhnya yang seksi dan paras yang dimilikinya di tampilkan pada sosial media sehingga seksisme pun masif di dalam sosial media dan rentan terjadinya pelecehan seksual secara verbal maupun non verbal.

Secara harfiah Bias menurut KBBI adalah simpangan, bias termasuk kedalam aspek psikologis yang didefinisikan sebagai prasangka terhadap keputusan yang telah dipengaruhi oleh keyakinan tertentu. 

Konsep bias tersebut dapat diartikan sebagai simpangan yang menimbulkan prasangka terhadap keputusan yang telah di pengaruhi oleh keyakinan yang telah ditentukan dan membentuk paradigma akan kesempurnaan terhadap segala keputusan yang diambil tanpa memikirkan kerugian yang terjadi.

Gender menurut H.T Wilson adalah sebagai suatu dasar untuk menentukan pengaruh faktor budaya dan kehidupan kolektif dalam membedakan laki-laki dan perempuan. Demikian juga Lindsey menganggap bahwa konsep gender adalah ketetapan masyarakat perihal penentuan seseorang itu laki-laki atau perempuan. 

Jadi dengan demikian konsep gender digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari pengaruh sosial budaya, yakni bentuk rekayasa masyarakat (social conctruction) bukan dalam bentuk kodrati (Umar, 1999).

Perilaku bias gender muncul karena ketidakadilan gender (Gender Inequality). Faktor ini diakibatkan karena sistem dan struktur sosial yang menempatkan kaum laki-laki dan perempuan pada posisi yang merugikan. 

Pandangan kaum feminis menegaskan bahwa munculnya konsep ini karena konsep gender dan konsep dimaknai sama oleh sistem dan struktur itu sendiri. Berbagai bentuk ketidakadilan gender tersebut adalah: marginalisasi, subordinasi, stereotipe, kekerasan (violence) dan beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (double burden) (Faqih, 1996).

Marginalisasi adalah suatu proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan kemiskinan. Konsep ini muncul karena konsep gender dimaknai sama dengan sex. Anggapan ini menempatkan perempuan di era modernisasi teknologi sebagai sosok yang harus sempurna secara fisik dan menyingkirkan bahakan mengintimidasi perempuan yang tidak sesuai kategori sempurna yang ditetapkan oleh orang banyak di dalam media sosial.

Subordinasi bermakna suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu peran yang dilakukan oleh suatu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain.

Stereotipe atau pelabelan negatif adalah pemberian citra baku/ label/ cap kepada seseorang atau kelompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah atau sesat.

Pelabelan umumnya dilakukan dalam dua hubungan atau lebih dan seringkali digunakan sebagai alasan untuk membenarkan suatu tindakan dari satu kelompok atas kelompok lainnya.

Kekerasan (violence) merupakan tindakan kekerasan, baik fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh salah satu jenis kelamin atau sebuah institusi keluarga, masyarakat atau negara terhadap jenis kelamin lainnya. 

Anggapan bahwa perempuan feminism dan laki-laki maskulin mewujud dalam ciri-ciri psikologis, seperti laki-laki maskulin mewujud dalam ciri-ciri psikologis, seperti laki-laki kuat, gagah, berani dan sebagainya. 

Sebaliknya perempuan dianggap lembut, lemah, penurut dan sebagainya. Dengan anggapan wanita lemah seperti itu melahirkan tindakan kekerasan seperti pelecehan seksual baik verbal maupun non verbal, eksploitasi seks, intimidasi dan sebagainya.

Para wanita harus memiliki jati dirinya sendiri karena semua hal kecantikan pada dasarnya berada didalam arti wanita itu sendiri, cintai diri sendiri dan merdekalah dengan cara mu sendiri.

 Daftar Pustaka

Buku:

Aikeh, L. (1997). To be Jewish Woman. London: Jonson Aronson.

Bashin, K. (1996). Menggugat patriarki: pengantar tentang persoalan dominasi terhadap kaum perempuan. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.

Faqih, M. (1996). Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ibrahim, Idi Subandi dan Hanif Suranto (eds. ), Wanita dan Media: Konstruksi Ideologi Gender dalam Ruang Publik OrdeBaru, 305-309, Bandung: Rosdakarya, Bandung, 1998.

Jurnal: [1] [2] [3]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun