Mohon tunggu...
Heart Light
Heart Light Mohon Tunggu... Mahasiswa - Heart Light🍓

Simple girls 🌷🍀 🌷and be my self Life is Love❤️

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tak Kenal Maka Tak Sayang

10 Juni 2021   05:00 Diperbarui: 10 Juni 2021   05:01 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

        Lamunanku, mengingatkan kapan kita bertemu untuk pertama kalinya. Sebuah pensil dan penggaris ajaib yang telah menyatukan kita semua, sehingga kita bisa saling berbagi dan saling melengkapi sampai saat ini.


         Aku tersadar dalam sebuah lamunan. Ketika Rachmad mengagetkanku dengan membawakan sepotong kue brownies. Lalu kami makan bersama sambil bersenda gurau ditemani kawan-kawan lainnya.


         Aku seorang siswa kelas 2 SMP, di sebuah sekolah negeri terfavourite di tempat tinggalku , namaku Teddy dengan badan berperawakan tinggi dan berkacamata. Aku adalah seorang yang pendiam dan suka dengan duniaku sendiri. Mungkin karena aku terbiasa sendiri di rumah, di mana aku adalah anak sulung dengan adikku yang saat ini baru berumur 1 tahun. Sebagai seorang remaja, bukanlah hal yang mudah untuk dijalani karena banyak sekali perubahan baik secara fisik maupun psikologis yang mempengaruhiku. Dimana aku harus beradaptasi akan hal ini. Ditambah lagi, kehadiran adikku yang masih bayi, tentu juga menambah perubahan suasana di rumah. Rasanya ingin kembali ke masa kanak-kanak, di mana tidak banyak yang harus dipikirkan, tidak harus mengambil keputusan dan tanggung jawab yang harus di emban. Sepertinya sesuatu berjalan apa adanya dan spontan tanpa adanya peraturan ini dan itu. Namun aku sadar, bahwa aku hidup di masa kini, dan aku tahu pasti aku bisa belajar untuk menyesuaikan diri dengan setiap lingkungan baru. Aku memang suka membaca dan mengutak-atik computer sejak aku SD. Kegemaranku ini menjadi suatu kebiasaan, sehingga membuatku banyak menghabiskan waktu sendiri. Banyak orang yang menilaiku sebagai anak autis dan jarang bersosialisasi, bahkan orangtuaku sendiri menganggapku sebagai anak yang cuek. Namun, inilah justru merupakan kerajaan yang ku bangun sendiri karena aku merasa aman dan bebas untuk menjadi diriku sendiri. Namun, suatu ketika kerajaanku ini dihancurkan oleh Grace, Rachmad dan kawan-kawan lainnya.


     Di sekolah kami, untuk  kelas 2 di bagi ke dalam lima kelas, dan aku menempati kelas unggulan 2A. Di kelas ini, hanya berpenghuni 20 siswa dengan mereka yang mempunyai kemampuan intelektual tinggi dan potensi yang berbeda-beda. Itu yang menjadi kriteria penempatan siswa. Berada di kelas ini seperti mimpi buruk karena aku tidak pernah tertarik berada di kelas unggulan dan pastinya semua siswa kutu buku. Dan mimpi buruk ini, sudah menghantuiku selama dua minggu. Bagaimana tidak, di kelas ini lebih banyak menekankan diskusi dan tugas, serta beberapa pertemuan setelahnya ada kuis. Memang kami di sini dituntut untuk aktif, mampu belajar mandiri, mampu berkomunikasi dengan baik dan setelah itu ada evaluasi. Pagi ini, kami ada kuis matematika. Seluruh siswa dalam kelas sibuk belajar dan menyiapkan diri sementara aku sibuk mengutak-atik komputer dan sama sekali tidak menyiapkan apapun untuk ujian matematika tersebut. Sesaat miss Irine masuk dalam kelas, suasana menjadi bertambah hening dan mencekam.



"Selamat pagi anak-anak, senang bisa berjumpa lagi dengan kalian ... bagaimana kabar kalian hari ini?" tanya miss Irine kepada kami.


Semua siswa di beri aba-aba untuk memberikan hormat, "selamat pagi miss Irine."


"Senang juga bisa bertemu dengan miss Irene dan kabar kami baik" tukas seorang siswi.


"Kami semua sehat miss Irene ... tapi kami sedih karena ada kuis" ucap seorang siswa yang lain dengan nada lirih. Suasana menjadi riuh dan pecah karena spontan tertawa mendengar jawaban siswa tadi, yang sebenarnya juga dirasakan oleh semua siswa.


"Syukurlah kalau kalian sehat dan menjadi bersemangat ... Miss juga senang mendengar jawaban kalian. Bila kalian merasakan takut, itu hal yang wajar, berarti kalian akan mengatasi rasa itu dengan mempersiapkan diri untuk belajar. Saya tidak ingin membuat sia-sia perjuangan kalian. Kalian sudah menyiapkan yang terbaik. Kalian pasti bisa. Oke, sekarang siapkan alat tulis kalian ... miss akan bagikan soal pada kalian" ucap miss Irene penuh keyakinan sambil tersenyum.


"Baik miss..." kami semua menjawab


Miss Irene lalu mengambil soal di tasnya dan membagikan pada semua siswa tanpa terkecuali.


"Baik, semua sudah dapat soal. Coba periksa apa ada tulisan yang kurang jelas atau ada yang mau di tanyakan?" miss Irene mengajak siswanya untuk mengoreksi soal yang sudah dibagikan.


Semua terdiam dan suasana kembali hening.


"Bila tidak ada pertanyaan, untuk soal di kerjakan dalam waktu 45 menit. Miss yakin kalian semua pasti bisa mengerjakan sendiri dengan sangat baik. Kalian semua adalah anak terpilih dan cerdas." pesan miss Irene sebelum mengerjakan soal


Aku tidak mendengar apa yang miss Irene katakan, karena aku masih kebingungan saat melihat kotak pensilku yang selalu ada di tas tidak kelihatan. Semua buku dan barang-barang di tas, aku keluarkan agar mudah mencarinya. Namun sampai dua kali aku mencari dan mengeluarkan seluruh barang, tak nampak kotak pensilku menunjukkan batang hidungnya. Aduchh ... bagaimana ini, teman-temanku sudah mulai sibuk mengerjakan dan sempat aku bertanya kepada salah satu teman, namun dia tidak mempunyai alat tulis lebih. 

Tiba- tiba ada teman perempuan yang mengagetkanku


"Ini pake saja pensil dan penghapusku. Kamu pasti memerlukannya ..." katanya sambil menyodorkan alat tulis tersebut.


Aku pun terbelalak karena Grace adalah sainganku dan aku tidak suka dengan gayanya yang selalu menyudutkanku saat presentasi dan diskusi.

 "Ehmm ... mungkin aku bisa meminjam kepada teman-teman yang lain. Kamu pakai sendiri saja dulu." kataku yang seolah gengsi menerima bantuan Grace.


"Aku tahu kamu lebih membutuhkan ... sudah jangan buang-buang waktu lagi. Aku membawa lebih kok." ucap Grace sambil membaca soal.


Akupun terdiam dan mencoba untuk menurunkan egoku, lalu mengambil pensil itu dan mulai membaca soal pertama.

 Namun, aku dikagetkan dengan temanku yang memanggilku.


"Ted ... pakailah ini, kamu pasti membutuhkannya " ia mengulurkan penggaris dan bolpoint hitam di mejaku.


"Makasih ya ... " kataku lirih sambil menerima alat tulis tersebut.


"Sama-sama. Semangat mengerjakan dan kita pasti bisa." kata Rachmad bersemangat, lalu ia melanjutkan untuk mengerjakan soal.


      Aku keheranan namun bercampur senang, karena aku hampir tidak pernah berbicara dengan Rachmad. Aku merasa dia orangnya sombong dan pilih-pilih teman. Lalu aku mencoba untuk kembali fokus pada soal di hadapanku. Aku buang semua pemikiran-pemikiranku sendiri terhadap mereka selama ini. Aku mengerjakan dengan sangat hati-hati dan teliti karena hampir semua pengerjaan, bahkan yang belum tuntas pun ada jawabannya. Ternyata betul apa kata mereka, aku memerlukan semua alat tulis ini. Aku bersyukur, Tuhan masih menolongku melalui mereka, entah apa yang terjadi kalau tidak ada mereka.


        Semua asik dan sibuk dengan mainan yang ada di meja yaitu soal matematika. Ada yang terlihat antusias untuk menemukan jawaban namun ada juga yang sebal karena belum menemukan apa yang menjadi jawaban dalam soal. Semua seperti orang autis, sibuk dengan dunianya sendiri, dalam hati aku pun ikut tertawa dan berkata "Bukan hanya aku sendiri yang mengalaminya."

            Tanpa terasa , waktu mengalir begitu cepat, jam sudah menunjukkan pukul 9 di mana soal dan jawaban ulangan harus dikumpulkan. Syukurlah aku, tinggal separuh lagi dalam soal terakhir untuk mendapatkan jawaban.


"Anak-anak kalian sudah melakukan yang terbaik ... Ayo sekarang kumpulkan di depan meja ibu, untuk soal dan jawaban, mohon untuk di sendirikan." kata miss Irene memberi aba-aba.


        Sontak beberapa dari kami pun berdiri dan antri untuk mengumpulkan. Akupun langsung menemukan jawaban lalu ikut antri untuk mengumpulkan. Namun dari kami, ada beberapa yang memanfaatkan waktu antri dengan terus menyelesaikan soal. Akhirnya semua siswa selesai mengumpulkan soal, lalu Miss Irene menanyakan bagaimana dengan soal yang kami kerjakan dan kami akan membahas soal setelah nilai keluar. Tanpa buang-buang waktu lagi, Miss Irene melanjutkan pelajaran yang masih tersisa 20 menit lagi sebelum istirahat, dengan mengevaluasi dan memantapkan pelajaran kemarin serta memberi tugas untuk  dikerjakan.

Image : id.lovepik.com
Image : id.lovepik.com

        Bel berbunyi dan tanpa tersadar kami pun bersorak kegirangan dan Miss Irene yang paham dengan kami pun tersenyum

 "kalian sudah menyelesaikan tugas kalian dengan baik, untuk lain waktu kita akan bertemu dengan suasana yang berbeda, dimana kalian merasa seperti bermain tapi belajar. Apabila dari kalian yang merasa kesulitan atau ingin bertanya, jangan sungkan untuk menemui saya. Sekarang silahkan kalian untuk beristirahat ... selamat pagi." ucap miss Irene.


"Selamat pagi miss Irine dan terimakasih untuk ilmunya hari ini." suara mereka serentak sambil berdiri menghormati miss Irene.
Hampir semua siswa merapikan meja dan peralatan belajar mereka. Setelah terlihat rapi mejaku, lalu aku menghampiri Grace.


"Ini untuk pensil dan penghapusmu ... makasih sudah meminjamiku." kataku sambil menyodorkan alat tulis itu.


"Kamu pasti membutuhkannya ... pakailah sampai akhir kelas nanti. " jawab Grace sambil tersenyum.


"Aku orangnya pelupa dan alat tulis ini, pasti sangat berarti bagimu. Aku akan membelinya di koperasi sekolah " kataku meyakinkan Grace.


"Aku tau kamu pasti menjaganya ...simpan saja uangmu untuk makan siang." Jawab Grace sambil meninggalkanku bersama teman sebangkunya.


"Makasih Grace." teriakku


        Grace memalingkan badannya dan mengangkat jempolnya sebagai simbol diterimanya ucapan terimakasih. Kemudian, selang beberapa saat, Rachmad menghampiriku bersama temannya dan menepuk bahuku. Ia tahu bahwa aku ingin mengembalikan alat tulisnya, namun ia mengajakku untuk istirahat namun aku menolaknya karena aku lebih asyik dengan duniaku yaitu mengutak-atik laptop. Aku hanya di temani beberapa orang saja yang masih tersisa dan betah untuk tinggal di kelas. 

         Seperti biasa, aku selalu sibuk dengan mainanku dan aku memang tidak punya teman untuk bermain atau berbincang di kelas yang baru ini. Jadi teman terbaikku adalah laptopku.
Tiba-tiba aku teringat akan kebaikan Grace dan Rachmad. Aku sebenarnya malas dan tidak suka dengan gaya mereka di kelas walaupun kami baru dua minggu bertemu, setelah kenaikan kelas dan penempatan siswa sesuai prestasi. Grace dengan wajah yang cantik bermata sipit dan berambut ikal, selalu tampil percaya diri dan selalu aktif bertanya serta memberikan pendapat dengan tegas sesuai yang di ketahui. Sedangkan Rachmad yang tinggi dan putih mirip artis Korea, memang namanya sering di sebut, pantaslah karena dia salah satu pemain basket idola di sekolah ini. Sehingga aku melihat dia, sosok yang sombong dengan kemampuannya dan selalu ingin di puja. Itu yang membuat aku malas bila mau berbicara apalagi berteman dengan mereka. Namun kali ini, aku merasa seperti di tampar, apakah hanya pemikiranku saja atau karena aku belum mengenal dan tidak mau mengenal mereka. Otakku berkeliaran dengan pemikiran dan kemungkinan. Aku rasa, perlu untuk melihat dari sisi yang berbeda. Tiba-tiba pemikiran itu muncul dalam benakku. Aku akan mencoba sesuatu yang baru, tekadku.


         Waktu silih berganti, mata pelajaran seakan mudah untuk di lalui. Jam istirahat siang pun tiba, dan aku mencoba petualangan baruku dengan menceburkan diriku bercengkrama dengan Rachmad dan Grace. 

         Ternyata di luar dugaan semakin hari kami saling mengenal dan saling berbagi pengalaman, tak jarang aku juga ikut membantu mereka dengan kemampuanku dalam mengutak-atik komputer untuk menyelesaikan tugas kami bersama. Tanpa terasa dua bulan sudah kami lalui bersama-sama. Sekarang Rachmad telah menjadi sahabat terbaikku dan kami satu kelompok dengan Grace dan 3 orang teman kami yang berasal dari kelas yang sama. Merekalah yang telah merubah cara pandangku dan merubah sebutan anak autis yang selama satu tahun menjadi predikatku di kelas 1. Karena pensil dan penggaris ajaib,itu yang telah menjadikan kami suatu team yang solid dan saling melengkapi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun