Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Saya menjadi Konselor dan Klien

14 November 2021   22:23 Diperbarui: 14 November 2021   22:25 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi konselor dan klien. Foto: https://www.kajianpustaka.com.

Bagi kebanyakan orang, menceriterakan pengalaman keluarga atau tepatnya membongkar kehidupan privat keluarga adalah tabu. Apalagi jika keluarga mengalami semacam bentrok, kegaduhan atau situasi "buruk".

1st Encounter

Pengalaman saya sebagai klien, saya merasa santai ketika diminta untuk menceriterakan pengalaman masa kecil sekaligus kisah keluarga saya. Yang hendak ditunjukkan sebetulnya bukan mengenai bagaimana keluarga saya itu bisa berjuang, keluarga saya adalah keluarga hebat atau sekadar mem-postingkan potret keluarga, melainkan bagaimana saya belajar menghargai dan membangun trust.

Orang yang datang kepada saya dengan maksud baik, apa salahnya jika saya bersikap positif. Kehadiran pihak lain, bagi saya adalah sebuah bentuk perhatian sekaligus bagaimana membangun budaya menghargai -- saya berbicara, Anda mendengar atau sebaliknya. Hal lainnya adalah mengenai kepercayaan.

Saya berani mengeluarkan topeng untuk menarasikan living situation sekaligus problem saya di sini dan saat ini, justru karena saya ingin berbagi sesuatu yang sejatinya jalan keluarnya tidak hanya membutuhkan satu orang untuk merobohkannya. Saya merasa sulit untuk merobohkan batu kebingungan dalam hidup saya, lalu kenapa saya tidak meminta saudara-saudara saya untuk ikut membantu saya, biar bisa lega, fokus, dll?

Hemat saya, inilah dua hal penting yang saya endapkan dan menjadi bahan refleksi futuris. Tidak terlepas juga soal etika berkomunikasi. Bagaimana berkomunikasi dengan orang lain dengan kaidah-kaidah yang semestinya -- sopan santun salah satunya.

2nd Encounter

Sedangkan sebagai seorang klien, saya disadarkan untuk lebih menghargai setiap pilihan atau keputusan yang saya ambil. Saya belajar banyak dari konselor saya. Rupanya meknisme penggunaan teori yang dipakai adalah sangat positif. Konselor tidak memakai gaya interogasi ala hakim dalam memhami serta mengenal lebih dalam problem yang dihadapi klien.

Sebagai klien juga, saya dituntut untuk lebih mawas diri -- melihat ke dalam diri terutama merefleksikan kembali pengalaman-pengalaman temporer atau purba yang tak sempat tersentuh ingatan. Menghargai setiap keputusan adalah hal yang paling ditekankan dalam proses encounter kami. Lagi-lagi, aspek mendegarkan menjadi sesuatu yang attractive dalam kegiatan konseling ini.

Saya melihat ke dalam diri saya, kadang saya selalu monopoli dalam kegiatan sharing dalam komunitas. Penonjolan aspek tertentu dengan sabotase ruang opini dalam komunitas adalah hal yang sering saya lakukan, namun tak disadari. Oleh karena itu, saya sangat berterima kasih kepada konselor saya yang telah melatih dan mengajarkan saya bagaimana berkomunikasi yang baik -- etika komunikasi.

3rd Encounter

Dari pertemuan ini, saya merasa ditantang untuk lebih serius dan kritis dalam memakai berbagai pendekatan yang saya gunakan dalam proses konseling. Sebagai klien, saya diajak untuk berpikir kritis dalam membedah kasus yang menjerat diri saya sendiri. Konselor memberikan saya kesempatan untuk menemukan sendiri metode yang cocok dalam penyelesaian persoalan.

Sebagai klien, saya harus mampu menjadi pribadi yang mampu mendengar (fokus dalam proses konseling). Sedangkan sebagai konselor, saya ditantang untuk menemukan strategi tertentu dalam penyelesaian persoalan. Aspek kritis dalam membedah sebuah persoalan dan pilihan cara yang gunakan sangat membantu saya dalam proses pengambilan keputusan.

Menjadi konselor, juga harus mengedepankan budaya elus dada atau sabar. Saya dituntuk menjadi pribadi yang mampu mengontrol emosi, terutama ketika opini klien tidak sejurus dengan opini saya. Berbagai hal ini menunjukkan kepada saya suatu cara memanagemen konflik dalam kehidupan komunitas dan personal.

Teknik-teknik pengambilan keputusan mulai diasah ketika mendapat kesempatan untuk membantu orang lain (klien) dalam proses konseling. Saya belajar banyak hal dari kegiatan ini -- entah sebagai konselor maupun sebagai klien. Dengan kesempatan seperti ini juga, proyek pribadi yang saya simulasikan dalam kehidupan komunitas mampu berjalan sesuai dengan ekspektasi yang diharapkan.

Proyek bersama klien atau konselor dalam proses konseling sangat membantu saya melihat atau mengevaluasi kembali kegiatan-kegiatan saya dalam komunitas. Kegiatan konseling menuntut saya untuk mampu memanage waktu dengan baik.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun