Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Logika Waktu sebagai Tatangan Kerja dalam Budaya Kapitalisme Baru

27 Mei 2021   20:50 Diperbarui: 27 Mei 2021   20:57 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi para pencari kerja. Foto: economy.okezone.com.

Budaya kapitalisme baru yang menekankan fleksibilitas berdasarkan logika waktu pendek sangat memengaruhi seseorang dalam sebuah institusi. Secara sosiologis, tantangan karena organisasi waktu pendek berkaitan dengan pengelolaan hubungan entah antara seorang pekerja dengan pekerja lainnya, entah antara seorang pekerja dengan suatu institusi.

Persoalan sosiologis mendasar dalam kapitalisme baru menurut Richard Sennett dalam bukunya "The New Culture of The New Capitalism" adalah "bagaimana mengelola relasi-relasi jangka pendek sementara dirinya sendiri berpindah dari satu tugas ke tugas lainnya, dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lainnya, dari satu tempat ke tempat lainnya." Pertanyaan sosiologis ini lahir dari kenyataan bahwa suatu relasi dibangun dan dikembangkan dalam waktu yang cukup panjang.

Relasi membutuhkan waktu. Akan tetapi, dalam institusi yang fleksibel yang diatur sangat jangka pendek, seseorang ditantang untuk membangun relasi dengan cepat. Hal ini merupakan sebuah tantangan. Seseorang yang ingin bekerja pada institusi fleksibel, dengan demikian tidak cukup mempunyai keahlian yang dibutuhkan untuk melakukan suatu tugas tertentu, tetapi dia harus mempunyai kemampuan sosial yang baik. Kemampuan untuk beradaptasi dan bekerja sama dalam waktu yang pendek menjadi suatu tuntutan krusial.

Hemat saya, kemampuan beradaptasi dan bekerja sama secara cepat terkait dengan tiga kenyataan bekerja dalam suatu institusi fleksibel sebagaimana dijelaskan Richard Sennett.

Pertama, kemampuan beradaptasi dan bekerja sama dengan orang-orang dalam suatu institusi, terutama ketika seseorang mengalami perpindahan dari suatu tugas ke tugas yang lainnya. Seorang pekerja pada PT. Perindustrian Bapak Djenggot (Pabrik Anggur), misalnya, selalu berpindah-pindah dari bagian produksi, ke bagian perbotolan, dari perbotolan ke masak gula, dan lain sebagainya.

Sistem kerja berpidah-pindah ini menuntut kemampuan lebih dari seorang pekerja untuk beradaptasi dengan tugas yang baru, misalnya, dari bagian produksi dia harus belajar secepat mungkin bagaimana cara memasak gula. Selain itu, dia juga harus belajar dengan cepat bagaimana bekerja sama dengan tim masak gula. Semuanya ini tidaklah mudah karena dalam kenyataannya, banyak orang menginginkan suatu tugas yang tetap dalam waktu yang lama, sebagaimana dalam kapitalisme sosial dengan sistem birokrasi yang kuat.

Kedua, kemampuan beradaptasi dan bekerja sama sangat dituntut dari seorang pekerja ketika ia berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya. Dalam budaya kapitalisme baru, seseorang berpindah dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lainnya, adalah sesuatu yang biasa terjadi. Seorang karyawan pabrik anggur misalnya, menjadi karyawan pabrik gula, dari karyawan pabrik gula menjadi karyawan pabrik roti, dan seterusnya.

Tantangannya menjadi lebih sulit dibandingkan hanya berpindah tugas dalam suatu institusi. Ketika seseorang berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya atau dari satu institusi ke institusi lainnya, tantangannya menjadi lebih kompleks. Seseorang dituntut memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan institusi dan pekerjaan yang baru. Apabila sebelumnya dia mahir memasak gula di pabrik anggur misalnya, dia harus beradaptasi dan belajar dengan cepat bagaimana cara membuat adonan yang baik di perusahaan roti.

Kemampuan beradaptasi juga berkaitan dengan peraturan-peraturan yang diterapkan dalam suatu institusi. Seorang karyawan pabrik anggur yang berpindah menjadi karyawan pabrik roti harus mempunyai kemampuan untuk beradaptasi dengan budaya institusional di pabrik roti tersebut. Selain itu, dia juga harus belajar dengan cepat untuk bekerja sama dengan para pekerja pada institusi atau pekerjaan yang baru. Tanpa kemampuan untuk beradaptasi dan bekerja sama yang tinggi, seorang pekerja akan lebih sering mengalami kegagalan.

Ketiga, kemampuan beradaptasi dan bekerja sama semakin kompleks ketika seorang pekerja berpindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Kompleksitas terjadi karena semakin banyak aspek yang dihadapi, misalnya budaya lokal, budaya institusi, dan lain sebagainya. Seorang pekerja misalnya, perpindah dari pabrik anggur di Semarang menjadi karyawan PT Freeport di Papua, atau seorang karyawan pabrik rokok di Jakarta, menjadi karyawan pabrik semen di Padang.

Pertama-tama, dia akan berhadapan dengan budaya dan lingkungan sosial yang baru. Dia dituntut mampu beradaptasi dengan budaya baru tersebut. Selanjutnya, dia juga beradaptasi dengan budaya institusional pada pabrik baru tempat dia akan bekerja. Akhirnya, dengan cepat juga dia dituntut untuk bekerja sama dengan orang-orang baru di tempat kerjanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun