Mohon tunggu...
Krisna Bee
Krisna Bee Mohon Tunggu... Seniman - Musisi

Menulis, Menyanyi dan Mengajar adalah curhatan termurah dan sehat

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Haruskah Utang Pinjaman Online Dilunasi?

19 Agustus 2019   08:27 Diperbarui: 21 Agustus 2019   14:07 3173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: thesun.co.uk

Dari sisi kreditur.

"Setiap orang berhak untuk berhutang, namun wajib untuk membayar".

Kalimat bijak di atas bukan rahasia umum bagi kita semua yang sedang mengalami kesulitan keuangan dan perlu pemecahan singkat. Namun ketika di waktu yang telah dijanjikan kamu gagal membayar akibat kondisi yang tak terduga. Tentu sudah pasti si pemberi pinjaman akan mengecapmu telah melakukan "wanprestasi".

"Setiap orang berhak untuk berbuat kesalahan, namun wajib untuk bertanggung jawab".

Yang paling simpel adalah meminta maaf. Bentuk yang lain adalah menyampaikan dengan jujur alasan kegagalan serta memberikan revisi janji untuk pengembalian hutang di kesempatan selanjutnya.

"Janji adalah hutang".

Hutang biasanya berbentuk sebuah penerimaan dan ditukar dengan janji. Dimana di saat yang telah ditentukan, harus ditukar kembali.

Bagaimana jika dia yang mendesakmu untuk berhutang?

Ingat, di dalam pikiran semua orang bahwa efek dari hutang tetaplah sama.

Bagaimana dengan istilah "hutang dianggap lunas"?

Istilah "dianggap" berarti belum sepenuhnya hilang, hanya disimpan dalam catatan pribadi. Namun, sebuah "desakan" agar kamu melakukan peminjaman bisa menjadi landasan bagimu untuk melakukan hal yang sama dalam pelunasannya. 

Artinya bahwa kamu memiliki hak untuk mendesak pengunduran waktu pengembalian pinjaman sebagaimana awalnya dia mendesakmu untuk meminjam.

Dari sisi debitur.

Seperti halnya fenomena saat ini, dimana banyaknya iklan yang marak tentang pinjaman online (pinjol) atau financial technologi (fintech). Mereka adalah sebuah perusahaan (legal/ilegal) yang secara sengaja mempromosikan usahanya (secara wajar hingga mendesak) kepada siapapun untuk menggunakan produknya dan mendapatkan keuntungan.

Promosi secara mendesak adalah berupa konspirasi yang menjadi bagian dari sebuah politik dagang untuk mendapatkan keuntungan besar atau perputaran usaha yang cepat. 

Mereka (pemilik usaha) sudah memperhitungkan resikonya di awal, namun berbeda dengan kamu (debitur) yang rata-rata baru menyadari resikonya di kemudian hari.

Sebagai korban pinjaman online, mengingat efek keterlambatan wawasan atas resiko, maka sudah menjadi haknya untuk mengulur waktu pengembalian guna dapat bernafas guna menata psikologi dan menghitung resiko yang lambat disadari. 

Desakan pihak perusahaan dengan mengerahkan pasukan deptcollector (team penagih) kepada nasabah yang gagal bayar di waktu yang telah ditentukan, membuat psikologi debitur menjadi kacau dan akhirnya harus menerima desakan kreditur lain (yang telah berada di dalam jaringan konspirasi) untuk melakukan buka lubang dan tutup lubang hutang.

Penjajahan bisa berwujud apapun. Dalam konteks ini pinjaman online telah menjadi sebuah konspirasi penjajahan mental dan psikologi orang lain dan melegalkan kalimat "dibalik kemudahan ada kesulitan" dalam cara-cara yang termodernisasi untuk menjalankan bisnisnya. 

Mereka telah secara sengaja di awal untuk membuat semua orang masuk dalam perangkap, lalu menggunakan kata "hutang" dalam berbagai varian istilah untuk disematkan kepada debitur dan siap untuk dieksekusi ke dalam "penjara sosial" dengan cara dipersekusi online (dipermalukan melalui jaringan maya).

Pertanyaan berikutnya, masihkah hutang tersebut harus dibayar?

Hutang tetaplah harus dibayar, namun jumlahnya disesuaikan dengan kondisi dan situasi, baik yang telah-sedang-akan terjadi, mulai dengan dikembalikan 100% hingga 0%. 

Artinya, bila nasabah di kemudian hari merasa dirugikan atas persekusi pihak perusahaan melalui deptcollector yang tidak bersifat baik, maka dengan bukti dan saksi dapat melakukan gugatan untuk penghapusan pinjaman, baik secara musyawarah maupun secara hukum. 

Bila kreditur merasa hutang "tetaplah hutang", maka debiturpun dapat mengatakan bahwa harga diri yang telah dirusak "tetaplah rusak". Jadi, hutang telah dibayar lunas dengan harga diri.

Harga diri seperti apa yang dapat menjadi pelunas hutang?

Adalah bukan persekusi dalam bentuk penagihan (baik kepada yang bersangkutan maupun kepada orang-orang sekitar debitur), melainkan sebuah persekusi yang berbentuk "fitnah". 

Fitnah yang dimaksud adalah berupa sebuah kesengajaan yang dilakukan oleh kreditur untuk menukar uang yang dipinjamkannya dengan aneka fitnah yang dipromosikan. Bukankah benda promosi dari sebuah perusahaan sejatinya haruslah membayar artis yang dijadikan subjek promosinya?
Masihkah tega setelah melakukan jual beli mereka tetap meminta uangnya kembali?

Kejahatan para kreditur tidak berhenti pada politik mencari keuntungan yang besar dari debitur yang sedang mengalami masalah ekonomi, namun juga menggunakan kekuatan deptcollector sebagai penagih yang dibekali pula dengan strategi penagihan yang tidak manusiawi. 

Sistem kreditur yang memberikan gaji dan bonus kerja deptcollector hingga 50% dari uang yang dikembalikan debitur membuat seakan dihalalkannya segala cara untuk menggunakan sistem penagihan. 

Bahkan perusahaan outsoursing khusus menyediakan jasa penagihan ke debitur pun tumbuh untuk memenuhi kebutuhan kreditur yang tidak bisa menjangkau hingga ke pihak debitur. 

Oleh pihak kreditur biasa disebut dengan pihak ke-3, dimana segala hak dan kewajiban hanya sebatas sewa menyewa jasa dan dana pelunasan, namun segala hal yg menyangkut potensi pelanggaran hukum oleh deptcollector tersebut, maka pihak kreditur akan lepas tangan.

Debitur pinjol dikatakan korban pinjol ketika mereka merasa dirugikan atas ketidaktahuan yang diakibatkan oleh sebuah konspirasi yang menjadi bagian dalam politik dagang dari kreditur. 

Oleh karena itu, menyatakan "gagal bayar" di jatuh tempo adalah sebuah bentuk permintaan ruang waktu untuk debitur dapat lepas dari tekanan psikologi, meredakan kekacauan mental, memberikan ruang untuk belajar dan menganalisa serta membuat sebuah keputusan yang tepat atas segala hal yang baru disadarinya tentang konsekuensi dan upaya pengembalian hutang-hutangnya. Nilai pengembalian dapat berupa 100% hingga 0%.

Banyak debitur yang harus menukar kepercayaan yang telah dibangunnya bertahun-tahun dengan keluarga dan teman-temannya, dengan sebuah pinjaman (tanpa jaminan dan bunga) demi menutup pinjaman di pinjol. 

Meskipun ini dapat dikatakan "wajar" saat psikologi kacau karena minimnya wawasan, di bawah intimidasi, dan kurang pemahaman resiko, namun saat kamu telah sadar, maka segeralah mengalihan fokusmu kepada penyelesaian segala hal antara kamu dengan saudara dan temanmu yang telah dirugikan akibat efek domino dari perpinjolan ini. 

Selesaikan seluruh hutang dengan saudara dan teman-temanmu, dan perbaiki psikologi pertemanan yang telah dirusak oleh intimidasi yang membabi buta dari pasukan deptcollector yang kurang berpendidikan dari sistem perusahaan yang buruk.
Ingat, orang-orang didekatmu adalah hartamu.

Catatan:

1. Hutang piutang tidak dapat diselesaikan di ranah hukum pidana. Kecuali terjadi kesengajaan penipuan oleh debitur dengan menghilangkan diri dalam penggunaan data palsu.

2. Hutang piutang dapat diselesaikan di ranah hukum perdata namun bilamana penggugat bersedia membayar biaya pelaksanaan peradilan yang tidak murah, dan tidak semurah nilai yang dipinjamkannya.

3. Kesepakatan dalam bentuk eksekusi kreditur saat terjadinya wanprestasi debitur, akan ditentukan oleh isi dari surat perjanjian yang telah dibuat bersama. Karena surat tersebut dibuat oleh kreditur, maka debitur wajib mengukur skala kekuatan hukum dari surat perjanjian.

4. Pencurian akan beresiko pidana. Artinya dalam proses pinjaman online, siapapun yang sengaja mencuri tanpa ijin, baik oleh kreditur maupun debitur maka akan diberlakukan resiko hukum yang sama. Contoh: pengambilan foto dan video dari debitur selain dari gambar yang disetorkan untuk keperluan verifikasi saat pengajuan, untuk digunakan sebagai alat penagihan, fitnah dan intimidasi kepada orang lain diluar kontak darurat, maka dianggap pencurian data.

5. Persekusi yang dilakukan oleh kreditur tidak diatur dalam surat perjanjian, kecuali hanya sebuah upaya untuk memperluas penagihan kepada semua pihak di sekitar debitur, dimana semua data telah diambil melalu perijinan dari debitur. 

Jadi sudah seharusnya laporan tentang persekusi dalam bentuk fitnah akan menjadi ranah pidana dan polisi dapat bertindak, bilamana pihak kreditur tanpa ijin melakukan persekusi di ranah sosial media dari debitur yang mana tidak pernah tersurat dalam surat perjanjian.

6. Pinjol ilegal sama halnya dengan rentenir konvensional, karena tidak memiliki kejelasan badan hukum dan legalitas usaha. Maka, kebanyakan penegak hukum menyerahkan penyelesaian secara mandiri kepada debitur dan kreditur terkait. 

Sebab, persekusi yang bersifat pribadi (dalam lingkup data yang diijinkan), belum mengganggu ketertipan umum, dan masih terdapatnya barang yang ada di debitur, maka akan diabaikan. Oleh karena itu debitur berhak untuk tidak melakukan pengembalian (gagal bayar) dengan delik fitnah.

7. Penyitaan dapat dilakukan oleh kreditur (berbadan hukum dan berijin usaha) bilamana terdapat surat perjanjian yang berkekuatan hukum perdata. Namun bilamana terdapat delik fitnah yang dilakukan oleh kreditur ilegal terhadap upaya penyitaan barang karena gagal bayar, maka debitur berhak melaporkan kepada berwajib tentang upaya pencurian oleh kreditur dan dijerat hukum pidana.

KUNJUNGI VIDEO BERITA TERBAIK di Channel Krisna Bee

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun