Mohon tunggu...
Krisna Bee
Krisna Bee Mohon Tunggu... Seniman - Musisi

Menulis, Menyanyi dan Mengajar adalah curhatan termurah dan sehat

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Waspadai Pemalakan Sadis Pinjaman Online Ilegal

20 Mei 2019   06:34 Diperbarui: 21 Agustus 2019   14:20 1771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di jaman milenial ini, untuk mendapatkan kepercayaan orang lain tidaklah semudah dulu. Apalagi mengenai pinjam meminjam uang, meskipun terjadi antar teman bahkan hingga saudara. 

Perkembangan sosial media dan berbagai platform yang membeberkan secara terbuka tentang aktifitas harian, kepribadian serta riwayat hidup seseorang memungkinkan setiap orang dapat mengakses dan menyimpulkan riwayat pribadi orang lain dengan mudah. Sehingga kepercayaan orang terdekat untuk memberikan pinjaman akan semakin sulit karena melihat riwayat dan kepribadian orang lain tersebut dalam skala resiko gagal bayar sudah dapat diketahui sejak dini.

Jika dulu seseorang dipercaya oleh orang lain harus melalui proses pendekatan yang lama, namun tidaklah demikian di masa sekarang. Dulu setiap orang yang mempercayai orang lain akan memerlukan waktu agak lama untuk memutuskan berubah sebaliknya sebelum orang tersebut dapat membuktikan sendiri atas un-prestasi dari orang yang dipercayainya. Bahkan potensi gagal bayar tidak dapat dideteksi dini, karena pada saat itu belum adanya akses tehnologi yang dapat memantau gerakan dan riwayat orang lain secara instan seperti saat ini.

Di jaman sekarang, meskipun kemudahan akses informasi mengenai pribadi orang lain terus mengalami kemajuan secara masif dan telah terintegrasi, namun untuk mendapatkan pinjaman tanpa perlu melakukan pendekatan pribadi kepada pemberi pinjaman sudah dapat dengan mudah diperoleh. Bahkan si pemberi pinjaman mengabaikan siapa dan bagaimana pribadi calon peminjamnya. Cukup dengan mengakses riwayat data pribadi yang ada di ponsel, selesai. Baginya yang terpenting adalah pada saat hari jatuh tempo si peminjam harus bayar apapun alasannya tidak boleh tidak. Dan konsekuensi serta resiko yang harus dihadapi oleh si pemberi pinjaman maupun oleh si peminjam sudah pasti sangat besar.

Disisi peminjam, salah satu resiko yang dihadapi adalah beban biaya jasa peminjaman yang super besar, belum lagi resiko atas tekanan oleh proses penagihan dari deptcollector sewaan yang kurang manusiawi, dan terjadinya potensi penyebaran informasi data pribadi secara brutal ke semua keluarga, teman dan kolega yang semula mereka tidak mengerti tentang riwayat peminjaman tersebut. Ini sudah dipastikan akan merontokkan kredibilitas dan psikologi si peminjam dalam hitungan singkat dan berdampak pada semangat dan nilai harapan hidup si peminjam.

Salah satu platform yang berpotensi memberikan resiko yang disebutkan di atas adalah keberadaan fintech. Platform pinjaman online yang booming dalam dua tahun terakhir ini telah dimanfaatkan oleh jutaan orang di Indonesia untuk mendapatkan pinjaman bagi keperluan pribadi secara mudah, praktis dan cepat meskipun kompensasinya adalah menyerahkan semua data pribadi yang telah tercatat/terdata secara terintegrasi.

Efek buruk mengintai jika sampai gagal bayar, dan sudah pasti potensi gagal bayar akan sangat besar akibat bunga yang mencekik dalam tenor pinjaman yang super singkat.

Masyarakat Indonesia sebagian besar belum memiliki jaminan sosial perorangan yang kuat, misalnya ketika terjadi masalah devisit keuangan pribadi, orang akan cenderung untuk gugup dan stres, dan kemudian mencari bantuan finansial kepada pemberi pinjaman yang sekarang ini telah berkembang dalam banyak ragam pilihan tanpa ribet dan tanpa jaminan, salah satunya adalah fintech. 

Cobalah sekarang kita abaikan tentang resiko yang harus ditanggung oleh peminjam karena alasan lifestyle, namun kali ini kita akan soroti pada masyarakat yang tergiur untuk meminjam melalui fintech karena musibah tak terduga atau kekurangan biaya medis. Terutama bagi para pekerja non slip gaji atau tidak memiliki NPWP akan tidak memiliki kesempatan dan pilihan untuk mendapatkan pinjaman dari platform yang terdaftar serta dalam pengawasan OJK. Akibatnya, kelompok masyarakat ini mudah terseret ke dalam iming-iming pinjaman online (fintech) ilegal yang secara masif gencar mempromosikan diri melalui SMS & Whatsapp langsung ke perorangan, hingga masih dapat diunduh secara bebas di Playstore ataupun Appstore

Apalagi di jaman perkembangan tehnologi saat ini yang membuat gaya hidup masyarakat menjadi lebih memecahkan segala permasalahan pribadinya secara sendiri, karena yakin di jaman sekarang dunia sudah dalam genggaman (cukup diakses hanya melalui ponsel) tanpa lagi diperlukan bantuan orang-orang sekitar.

Fintech ilegal melihat ini adalah peluang yang menggiurkan untuk meraih keuntungan finansial sebesar-besarnya secara singkat dengan menyasar para calon peminjam yang tidak memiliki kelengkapan data sosial dan sertifikasi lengkap semacam ini. 

Yang menjadi korban adalah masyarakat yang tidak sadar bahwa dirinya telah terhipnotis dan perlahan terseret masuk ke dalam "lingkaran setan" yang tampak seakan muncul bagai dewa penolong dari sebuah masalah namun sebenarnya justru menjerumuskan dan membawa seribu masalah baru.

Bisa dibayangkan dampaknya bagisi peminjam, dan salah satu contoh/gambaran simulasi pinjaman online (fintech) ilegal tersebut adalah sebagai berikut;

20190520-084223-5ce1f8606b07c57b27533fa2.jpg
20190520-084223-5ce1f8606b07c57b27533fa2.jpg
Ketika seseorang membutuhkan dana talangan, platform fintech ilegal yang bernama Ada Rupiaht memberikan dana pinjaman tertulis di aplikasi sebesar Rp. 800.000 dengan tenor 6 hari hanya dengan jaminan menyerahkan nomor HP, foto KTP, nomor rekening bank dan foto diri. 

Setelah dibajak seluruh data yang ada di ponsel calon peminjam lalu kemudian disetujui, dana yang dicairkan ke dalam rekening si peminjam hanya sebesar Rp. 600.000 karena dipotong biaya administrasi. Lebih parahnya si peminjam harus mengembalikan pinjaman dengan tenor hanya 6 hari itu ke rekening aplikasi Ada Rupiaht dengan nominal yang membengkak karena penambahan bunga menjadi Rp. 944.000. 

Kerugian belum terhenti sampai pada penambahan Rp. 344.000 atau hampir 60% dalam 6 hari saja tersebut, namun juga bila nasabah di hari jatuh tempo (masih belum terjadi keterlambatan), misalnya di jam kantor tidak merespon panggilan telepon dari admin atau terlewat perhatiannya karena kesibukan, maka pihak admin dari fintech tersebut akan mengirimkan SMS dan Whatsapp kepada orang-orang yang terdaftar di dalam kontak personal HP si peminjam yang telah "dibajak" itu, berisi hibauan dan pemberitaan atas status pinjaman si nasabah dengan alasan si peminjam tidak merespon dan tidak memiliki itikat baik, tanpa konfirmasi dan tanpa dibuktikan kebenarannya terlebih dahulu, dengan tujuan dipermalukan dengan fitnah yang tidak bertanggungjawab, meskipun sebenarnya saat itu belum lewat jatuh tempo. Bisa dibayangkan apa yang terjadi bila terlambat, pasti tidak hanya tanggungan biaya denda keterlambatan saja, namun juga perlakuan yang lebih tidak manusiawi dari Deptcollector sewaan akan berpeluang besar terjadi.

Akibatnya si peminjam menjadi tertekan, stres dan gugup, lalu terpaksa mengambil inisiatif membuka 2 atau 3 pinjaman baru melalui platform lain yang sejenis untuk menutup pinjaman tersebut. Akibatnya terjadilah gerakan "buka lubang tutup lubang" dan sampai sebulan si peminjam telah terjebak hingga lebih dari 10 fintech ilegal yang bergulir bak bola salju dimana awalnya hanya pinjam di 1 fintech saja. Ini membuat si peminjam masuk dalam pusaran zona gelap, tak berujung dan semakin sulit keluar.

"Kebiadaban" para fintech-fintech ilegal ini seharusnya menjadi perhatian dari semua pihak untuk tidak membiarkan hal ini terus "bergentayangan" di masyarakat yang lemah. Bukan hanya demi kepentingan kredibilitas fintech yang terdaftar di OJK saja, atau demi responsibilitas dari lembaga perlindungan konsumen, atau bahkan ketidakberdayaan pemerintah dengan alasan tidak dapat mencegah fenomena "dimana ada yang butuh maka munculah pemberi kebutuhan", namun tetang dampak buruk dikemudian hari yang terjadi atas perubahan prilaku dan psikologi di masyarakat yang tidak paham akan dinamika politik finansial ini.

Perlu dipahami bahwa permasalahan ini bukan tentang siapa yang mengawali atau siapa yang berniat, namun telah terjadi ketidakseimbangan perencanaan dan kemampuan analisis terhadap pemecahan sebuah masalah finansial antara kelompok peminjam dengan kelompok pemberi pinjaman. Pemberi pinjaman dalam gambaran "mengerikan" di atas sudah pasti adalah sebuah kelompok orang yang secara intelejensi, pengalaman dan kemampuan politik finansialnya dalam skala jauh di atas kelompok si peminjam. 

Ini bukan hanya tentang sekedar tentang mutualisme atau sama-sama saling berbagi kebutuhan, namun kelompok masyarakat dalam psikologi "kegugupan finansial" semacam ini tidak dapat dibiarkan diakomodir secara un-empati dan seenaknya oleh pihak-pihak tidak bertanggungjawab yang justru berujung dengan kehancuran ekonomi yang lebih parah, dipermalukan serta tekanan psikologi yang semakin diperburuk. 

Lebih jahatnya lagi ada kesengajaan yang dibuat dari pihak tersebut untuk membenturkan deptcollector sewaan dengan si peminjam, yang notabene keduanya adalah sama-sama masyarakat lemah. Yang satu membutuhkan pekerjaan untuk menghidupi keluarganya dan satunya lagi membutuhkan dana talangan bagi keluarganya, dimana keduanya berangkat dengan tidak memiliki sertifikasi diri yang lengkap.

Walaupun demikian, sehebat apapun Negara dimana kita hidup dan sebagai masyarakat kecil yang lemah, jangan menggantungkan dan berharap terlalu banyak terhadap perlindungan dari pihak-pihak berwenang secara menyeluruh atas segala potensi niat jahat untuk menghancurkan diri kita yang mungkin tidak terlalu paham tentang politik finansial, psikologi ataupun hukum. 

Meskipun sebenarnya pemerintah Indonesia melalui OJK telah melarang perkembangan fintech ilegal ini dengan melibatkan Kominfo hingga Bareskrim, namun ini belum lah cukup untuk dapat menekan laju tumbuh dan berkembangnya para "penipu berdasi" ini yang telah membesar secara eksplosif bagai jamur di musim hujan.

Melalui tulisan ini, kita sudah saatnya perlu waspadai lingkungan dan diri kita sendiri atas segala dinamika dan segala potensi negatif yang sedang dan akan terjadi agar dapat mengambil langkah yang tepat dan tidak terburu-buru, serta dipikirkan terlebih dahulu dengan matang atas kemampuan diri atas setiap resiko yang akan kita ambil. Sebab memberi peluang terhadap potensi kejahatan finansial yang berkedok "malaikat penolong" yang dapat hadir kapanpun itu, akan sangat merugikan diri kita sendiri dan tidak satupun yang dapat diharapkan untuk menolongnya di era keegoisan sekarang ini. 

Tetaplah berpikiran sehat dan mulailah membuka diri dengan berkomunikasi secara intens dengan keluarga dan lingkungan sekitar atas setiap rencana, masalah dan pencapaian, agar terjadi pengingatan guna menekan potensi untuk masuk dan terjebak dalam lingkaran "setan" ini. Karena hanya melalui harmoni dalam keluarga, pertemanan yang jujur dan hindari potensi konflik dengan lingkungan sekitar maka segala potensi seperti mengakhiri hidup karena stres dapat diantisipasi sejak dini. 

Yang paling penting jangan pernah bangga dengan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara sendiri, karena meski hidup di era kemandirian, namun takdir kita sebagai mahluk sosial tidak akan dapat diabaikan.

🔜Artikel Yang Relevan:

- Cara Hadapi Pinjaman Online Ilegal Yang Sangat Meresahkan

- Kisah dan Solusi Keluar Dari Jeratan Pinjaman Online

KUNJUNGI VIDEO BERITA TERBAIK di Channel Krisna Bee

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun