Bekerja di sebuah perusahaan besar memang penuh tantangan. Sebagai seorang karyawan, tidak jarang menghadapi persoalan tak terduga. Salah satu tantangan terbesar bagi seorang karyawan adalah bagaimana cara atasan memperlakukan bawahannya.Â
Ada atasan yang selalu tampil mendukung atau memberikan semangat kepada bawahannya. Biasanya, bawahan akan merasa bersemangat untuk mengerjakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya.Â
Tetapi, ada juga atasan yang suka mengabaikan bawahan. Apalagi, kalau bawahan mengajukan ide atau ingin berdiskusi, atasan seperti itu cenderung bersikap acuh tak acuh.Â
Maka, yang terjadi kemudian, bawahan merasa di-cuekin. Bahkan, bisa saja, ide-ide yang diberikan kurang mendapat respon positif. Bawahan akan merasa seperti bayangan yang lewat, tidak diperhatikan.Â
"Udah kerja keras, nama dia harum, kita-kita malah dicuekin," begitu kira-kira gerutu bawahan. Tapi bukan saya ya, haha ... Saya mengulang respon teman ketika curhat di warung makan dekat kantor dulu.
Tapi, dengan kondisi itu, tidak banyak juga bawahan yang mencoba untuk memperbaiki komunikasi antara bawahan dan atasan. Bawahan takut akan konsekuensi yang muncul kalau sampai atasan sulit menerima inisiatif bawahannya.Â
Setali tiga uang, tidak banyak juga atasan yang mau mendengar keluh kesah bawahannya dan membangun kerjasama yang dekat. Atasan cenderung pasang muka manis tapi hati dingin bagai algojo yang siap mengeksekusi. Nah, kalau sudah begini, bawaha akan cenderung frustasi. Ada rasa khawatir yang besar membayangkan pimpinan akan membuat bawahan merasa kecil dan tak berarti.
Meski sudah mencoba menguatkan diri dan mengingat kembali tujuan awal bekerja, tapi tak dapat dipungkiri, seorang bawahan akan mulai mencari peluang bekerja di tempat lain.Â
Tapi, perlu dipahami juga bahwa mencari pekerjaan tidak mudah. Perlu pertimbangan bijaksana sebelum memutuskan untuk pindah kerja. Memang tidak mudah bagi seseorang untuk mengabaikan fokus pada sikap atasannya dan beralih pada hasil kerjanya.Â
Baca juga:Â Menjadi Bapak Rumah Tangga, Kenapa Harus Malu dan Takut?
Lalu bagaimana seseorang berusaha tampil manis di hadapan atasannya untuk menarik perhatian? Istilahnya, cari muka. Ini masih sering terjadi di dunia kerja sampai sekarang, kan ... Beberapa bawahan bahkan berusaha membangun relasi dengan atasan demi mendapatkan perhatian dan dukungan.
Tapi, hati-hati. Sikap seperti ini muda dibaca sebagai tindakan yang kadang cenderung tidak terpuji. Dalam beberapa persoalan, tidak jarang sesama bawahan akan saling menjatuhkan demi karir pribadi. Ini soal etika pergaulan dan etika kerja.
Tampil Dengan Prestasi KecilÂ
Ada ungkapan mengatakan, pelajari karakter atasanmu, dan kejar mimpimu. Pada dasarnya, atasan juga memerlukan dukungan dari bawahannya. Maka, tidak ada salahnya berusaha untuk menunjukkan prestasi-prestasi kecil yang secara tersirat akan "meminta" pujian.Â
Misalnya dengan membagikan progres pekerjaan tanpa diminta. Meski begitu, kadang tekanan dari atasan tetap ada. Kadang, bawahan mendapat kritik tanpa alasan yang jelas, dan itu membuat semangat naik turun.Â
Mau tidak mau, harus berusaha mengambil sisi positif dari setiap kritik itu, menganggapnya sebagai tantangan untuk meningkatkan kemampuan diri. Pengalaman demi pengalaman, idealnya memberi manfaat tentang arti kesabaran dan ketekunan.Â
Orang juga perlu menyadari pentingnya komunikasi yang baik, meski tak selalu berjalan mulus. Selain membuka diri dengan rekan kerja  untuk meminta saran atau masukan, membangun jejaring juga perlu agar saat satu pintu solusi tertutup, masih ada pintu lain yang bisa dijelajahi untuk menjawab persoalan yang dihadapi.
Ketika seorang bawahan memilih bertahan, sebenarnya di hati kecilnya ia percaya, bahwa jika ia terus bekerja dengan tekun dan bijaksana, suatu saat pimpinan akan melihat usaha dan dedikasinya.
Perlukah mulai mengatur agar tidak menaruh harapan yang terlalu tinggi pada atasan? Mungkin juga tergantung pada situasinya ya. Dalam kondisi tertentu, sikap seperti ini membuat seseorang merasa lebih realistis agar tidak mudah kecewa.Â
"Yang penting gue sekarang fokus menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya dan menjaga hubungan baik dengan semua pihak," begitu kira-kira kata orang. Terdengar egois ya.Â
Tapi memang, kembali kepada alasan seseorang bekerja. Tantangan utamanya adalah menyelesaikan tugas yang diberikan. Selebihnya bersifat dukungan untuk menyelesaikan tantangan itu.Â
Membangun Mindset
Pengalaman menghadapi atasan yang jarang mendukung memang tidak mudah. Orang merasa sedih dan tertekan. Kalau bisa bertahan, itu menjadi seperti latihan mental dan memiliki karakter lebih tahan banting serta tidak mudah menyerah.
Atasan biasanya memiliki caranya sendiri dalam menilai dan memberi perhatian kepada bawahan. Sikap atasan yang acuh atau tidak mendukung sering kali  datang dari ketidakpuasan, kurangnya pemahaman tugas dari bawahan itu sendiri. Â
Menunjukkan prestasi tanpa harus terus-menerus mencari perhatian menjadi cara untuk menunjukkan hasil kerja yang nyata.Â
Pengalaman seperti itu perlu juga menjadi bahan refleksi tentang rasa empati. Perlu juga untuk melihat dari sudut pandang atasan tanpa harus mengorbankan harga diri. Kan, bisa saja atasan juga menghadapi tekanan tersendiri sehingga tidak memberi perhatian pada bawahan.Â
Terlalu berharap pada pengakuan dari pimpinan, akan membuang energi yang besar. Fokuslah pada kualitas kerja dan hubungan interpersonal. Ada baiknya juga belajar memisahkan antara emosi dengan pekerjaan agar suasana kerja tetap profesional.
Keuntungannya adalah seseorang akan menjadi lebih mandiri dan kreatif dalam mencari solusi. Bawahan tidak lagi menunggu perintah atasan, tetapi mulai mengambil inisiatif. Ini berarti, bawahan akan merasa lebih berharga dan berdaya. Ya, ragam persoalan, ragam pula solusinya. Bagaimana dengan Anda?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI