Mohon tunggu...
Kris Kirana
Kris Kirana Mohon Tunggu... Pensiunan -

SMA 1KUDUS - FK UNDIP - MM UGM | PERTAMINA - PAMJAKI - LAFAI

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Nasib dan Masa Depan Dokter Umum

19 April 2016   09:28 Diperbarui: 21 April 2016   00:55 1166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nasib dan Masa Depan Dokter Umum…

  1. Kesalahan Pemahaman Istilah Dokter “Umum”
  2. Spesialis Dokter Layanan Primer
  3. Kronik Dokter Keluarga dan Dokter Umum Indonesia
  4. Sekilas Reformasi Pelayanan Kesehatan Primer
  5. Sekilas Patient-Centered Medical Home

Pada akhir tahun 2014 tercatat sebanyak 102.180 dokter umum, hanya yang memiliki surat tanda registrasi (Depkes, 2015).

Peran dan citra dokter umum yang makin merosot tidak terjadi hanya di Indonesia tetapi hampir di semua negara. Perkembangan ekonomi dan ilmu pengetahuan serta teknologi kedokteran telah menumbuhkan industrialisasi kesehatan. Dinamika yang sulit dibendung dan telah menimbulkan erosi pada tatanan pelayanan kesehatan...

Perubahan global dan kompleks mediko-industrial telah menyeret arah kebijakan dan prioritas rasional telah menyimpang jauh dari nilai-nilai dasar pelayanan kesehatan primer. Pelayanan kesehatan cenderung makin berorientasi pada pelayanan spesialis terutama di lingkungan rumah sakit, disebut hospital-centrism. Timbul fragmentasi dan komersialisasi pelayanan kesehatan (WHO, 2008).

Pelaksanaan program JKN seharusnya dapat memberikan “harapan”, bukan hanya untuk dokter umum, tetapi jauh lebih besar yaitu perbaikan pada sistem kesehatan yang telah menyimpang dari nilai-nilai dasar pelayanan kesehatan primer. Nilai-nilai dasar yang tidak terlepas dari harkat, martabat dan kehormatan dokter umum.

[caption caption="PHC Now More Than Ever - What Should We Do (koleksi pribadi)"][/caption]

1.  Kesalahan Pemahaman Istilah Dokter “Umum”

Di Indonesia, persepsi terhadap istilah dokter umum dan pelayanan primer mungkin berbeda dari makna sebenarnya. Berikut cuplikan tulisan dr Nugroho Wiyadi dalam grup milis Dokter Keluarga (Wiyadi,2008):

  • ……… di Indonesia ada beberapa kesalahan pemahaman. Pertama, istilah “general” pada “general practitioner” bukan berarti “umum” yang artinya “biasa” atau “tidak istimewa” (dan berarti inferior), tetapi yang benar adalah dekat arti kata “menyeluruh” yang memiliki makna “holistic” atau “comprehensive” (dan berkonotasi positif). Menyeluruh dalam hal cara memandang (bio-psiko-sosio-kultural-spiritual) yang kemudian mendasari salah satu prinsip family medicine (comprehensive).
    Kedua adalah istilah “primary” pada “primary care” yang sering diterjemahkan sebagai pelayanan “dasar” saja, dikonotasikan tidak boleh canggih, para pelakunya “kurang pintar” karena pelayanan hanya dasar. Istilah “primary” dalam “primary care” adalah “yang utama” berbeda jauh dengan makna “dasar” Salah satu karakteristik pelayanan primer harus match dengan special needs dari community nya. “Utama” artinya yang paling dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat, sehingga para pelakunya juga harus advance dalam hal skills nya, pengetahuannya dan teknologinya...  
     – Terimakasih dan salam sukses selalu, Oho

Dokter umum juga disebut general practice physicians, general practitioners, general physicians dan generalist physicians.

Munculnya istilah dokter keluarga (family physician) terkait sejarah pendidikan kedokteran keluarga di AS yang dimulai karena merosotnya minat menjadi dokter umum pada tahun 1950-an dan 1960-an. Minat menjadi dokter umum tahun 1964 hanya 19% dan terus menurun, dibandingkan 47% pada tahun 1900. Pada tahun 1966 pertama dipublikasikan konsep dokter umum praktik sebagai generalist merupakan spesialisasi baru (Pisacano, 2005).

Lima belas program percontohan kedokteran keluarga diakui oleh American Board of Medical Specialties (ABMS) pada Februari 1969.  Kanada memulai program pasca sarjana gelar spesialisasi sejak tahun 1960-an. Di Belanda dan beberapa negara Eropa memulainya pada 1970-an. Di Singapura dan Filipina akhir tahun 1980-an.

2. Spesialis Dokter Layanan Primer

Konsep pendidikan profesi program dokter layanan primer (DLP) dituangkan dalam UU No 20/2013 tentang Pendidikan Dokter, yang diundangkan 6 Agustus 2013. Istilah "dokter layanan primer" tertulis 35 kali dan "program dokter layanan primer" tertulis 26 kali, tetapi masih menimbulkan pertanyaan karena keterbatasan penjelasan.

Pendidikan profesi program DLP tidak lepas dari kontroversi, tetapi permohonan uji materi UU No 20/2013 yang diajukan oleh PDUI ditolak seluruhnya oleh Mahkamah Konstitusi (HukumOnline, 2016).

DLP adalah dokter setara dokter spesialis di bidang generalis yang secara konsisten menerapkan prinsip-prinsip ilmu kedokteran keluarga, ditunjang dengan ilmu kedokteran komunitas dan ilmu kesehatan masyarakat dan mampu memimpin maupun menyelenggarakan pelayanan kesehatan primer. Estimasi kebutuhan DLP tahun 2016 mencapai 90.624 orang. (Depkes, 2015).

Program pendidikan masa transisi (non reguler) diharapkan mulai pada semester pertama tahun anggaran 2016, dan program pendidikan reguler mulai pada semester ke dua. Pendidikan DLP ditempuh selama 2-3 tahun (Syarifah, 2015).

Tidak lama setelah UU 20/2013 diundangkan, Dirjen BUK Kemkes dalam Rakesnas PERSI, 26 Agustus 2013 menegaskan bahwa Kementerian Kesehatan (Kemkes) berfokus pada penguatan pelayanan primer. Pelayanan sekunder dan tersier namun dalam satu kesatuan sistem pelayanan kesehatan sangat tergantung pelaksanaan pelayanan primer (Depkes, 2013).

Lebih dari setahun kemudian, Dirjen BUK Kemkes menyampaikan presentasi tentang “Kebijakan Pelayanan Kesehatan Primer” pada Pertemuan Ilmiah Tahunan VIII IDI Kota Bogor, 1 November 2014, yang antara lain menampilkan strategi penguatan pelayanan primer dan pendidikan dan kompetensi dokter dalam era JKN, dan area kompetensi DLP (Depkes, 2014).

[caption caption="Strategi Penguatan Pelayanan Kesehatan Primer (Dirjen BUK Kemkes, 2014) "]

[/caption]

[caption caption="Pendidikan & Kompetensi Dokter dalam Era JKN (Dirjen BUK Depkes, 2014)"]

[/caption]

Pada 23 Desember 2014, Menteri Kesehatan menyampaikan kepada Menteri Dalam Negeri bahwa paradigma sehat dan penguatan pelayanan kesehatan penting dalam mendukung terlaksananya program Indonesia Sehat. Kementerian Kesehatan mengharapkan dukungan dari Kementerian Dalam Negeri untuk penguatan pelayanan kesehatan primer, sistem informasi; serta sistem pembiayaan (Depkes, 2014).

Deklarasi implementasi program DLP dilakukan pada 13 November 2013. Pada acara pembukaan Pameran Pembangunan Kesehatan 2015 di Jakarta Internasional Expo Kemayoran, dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Nasional ke-51 tahun 2015 (MenristekDikti, 2015).

Diungkapkan bahwa BPJS Kesehatan mengalami defisit setiap tahunnya, dipicu angka kunjungan yang tinggi dan biaya pengobatan yang mahal di fasilitas pelayanan spesialis. Karena itu, penguatan fasilitas pelayanan primer seperti puskesmas, klinik, dan dokter praktek umum oleh pemerintah menjadi sebuah keharusan. Ini penting untuk menjamin keberlanjutan program JKN (Manafe, 2016).

Latar belakang dan tujuan DLM makin dikedepankan tampaknya sangat terkait penguatan pelayanan primer, yang diakui sampai saat ini masih belum menjadi kenyataan. Padahal semua telah paham betul bahwa bergerak menuju cakupan universal butuh penguatan sistem kesehatan berbasis pelayanan primer.

Tidak ada larangan untuk duduk diam dan menunggu, sambil berharap nanti ada yang akan membereskan semuanya …

3. Kronik Dokter Keluarga dan Dokter Umum di Indonesia

Perkembangan dokter keluarga dimulai Juni 1981 saat diterbitkan Majalah Dokter Keluarga pertama oleh redaksi yang diketua oleh Dr Biran Affandi. Kelompok Studi Dokter Keluarga (KSDK) didirikan pada 20 Desember 1981 oleh 16 dokter. Dr Biran Affandi terpilih menjadi Ketua. Dalam Kongres Nasional (Konas) pertama di Medan, 19-21 November 1987 dan terpilih Dr Kartono Mohamad sebagai Ketua Umum.

Di Konas ke II di Bogor, 20 Oktober 1990 nama KSDK berubah menjadi Kolese Dokter Keluarga Indonesia (KDKI). Dr Azrul Azwar, MPH terpilih sebagai Ketua Umum, dan berturut-turut terpilih lagi di Konas ke III di Banjarmasin, Oktober 1993; di Konas ke IV di Jakarta, Oktober 1997; dan di Konas ke V di Yogyakarta, Oktober 2000.

Nama KDKI berubah menjadi Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI) pada Konas ke VI di Surabaya, 2003. Dalam Konas ke VII di Makassar, 2006 terpilih Dr Sugito Wonodirekso sebagai Ketua Umum. Pada Agustus 2008 pertama kali PDKI memberikan gelar dokter keluarga ke sejumlah dokter praktik umum melalui program konversi (PDKI).[i] http://goo.gl/mBUJFF

Kronik Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) dimulai pada tahun 2007. Prihatin dengan kondisi dokter umum yang semakin terjepit, beberapa dokter berinisiatif membentuk perhimpunan dokter umum untuk mengangkat harkat, martabat, dan kehormatan dokter umum di Indonesia. Rencana ini dibicarakan dalam Lokakarya Dokter Umum Indonesia di Jakarta, Agustus 2007. Deklarasi PDUI pada 1 Juni 2008.

Kongres perdana PDUI diselenggarakan di Jakarta. 17 November 2009. Terbentuk presidium yang terdiri dari lima orang: Dr Mawari Edy, MEpid; Dr Abraham Andi Padlan Patarai, MKes; Dr Ahmad Budiarto; Dr Imelda Datau; dan Dr Dyah Agustina Waluyo. Mawari Edy terpilih sebagai Ketua Pengurus Harian PDUI (Farmacia, 2010).

“Saya bersama teman sejawat dokter umum punya mimpi yang sama” ungkap Mawari Edy (Medika, 2010).

Mimpi untuk berperan serta aktif berjuang dalam penguatan pelayanan primer, sesuai harkat, martabat, dan kehormatan dokter umum di Indonesia… Selaras dengan Deklarasi Alma-Ata, 12 September 1978.

4. Sekilas Reformasi Pelayanan Kesehatan Primer

Deklarasi Alma-Ata dalam Konferensi Internasional Pelayanan Kesehatan Primer, Alma-Ata, USSR, 6-12 September 1978 menyatakan bahwa kesehatan adalah hak asasi manusia yang mendasar. Jargon “health for all the people by the year 2000” dicuplik dari deklarasi ke X (WHO).

Deklarasi Alma-Ata muncul menjadi tonggak kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan primer merupakan kunci untuk mencapai kesehatan bagi semua penduduk. PHC dapat diterima secara praktis, ilmiah, sosial, dan teknologi, mudah diakses oleh individu maupun keluarga dengan biaya yang terjangkau, sesuai semangat kemandirian … (WHO).

Pada 6-8 Agustus 2008, WHO menyelenggarakan Konferensi Regional Revitalisasi Pelayanan Kesehatan Primer di Jakarta, Indonesia, yang diikuti 200 peserta dari 11 negara, dan dibuka oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Konferensi ini bertujuan untuk memajukan agenda pelayanan kesehatan primer di Asia Tenggara dan mengumpulkan rekomendasi revitalisasi pelayanan kesehatan primer untuk Komite Regional (WHO).

Dua bulan kemudian, WHO menyelenggarakan Konferensi di Almaty, Kazakhstan, 15-15 Oktober 2008 untuk memperingati ulang tahun ke-30 Deklarasi Alma-Ata.  Dipresentasikan Laporan WHO 2008: “Primary Health Care: Now More Than Ever” (WHO, 2008).  Reformasi pelayanan kesehatan primer menjadi sebuah gerakan global.

Perubahan dan perkembangan global telah mendorong sistem kesehatan berkembang ke arah salah, meninggalkan kesetaraan dan keadilan sosial. Kebijakan dan prioritas rasional pelayanan kesehatan menyimpang dari nilai-nilai dasar PHC. Cenderung berorientasi pada pelayanan spesialis (hospital-centrism), terjadi fragmentasi pada dan komersialisasi pelayanan kesehatan.

Reformasi pelayanan kesehatan primer diperlukan untuk mengembalikan sistem kesehatan pada nilai-nilai dasar pelayanan kesehatan primer dan berfokus mencapai cakupan universal. Struktur reformasi pelayanan kesehatan primer dalam 4 kelompok reformasi yaitu: reformasi cakupan universal; reformasi pemberian pelayanan; reformasi kebijakan publik; dan reformasi kepemimpinan (WHO, 208).

[caption caption="4 Sets of PHC Reform"]

[/caption]Pentingnya

penguatan primer pelayanan primer untuk mendukung progam JKN telah ditegaskan dalam Deklarasi Alma-Ata 1978 maupun dalam Laporan WHO 2008. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2015-2014 juga telah dinyatakan arah kebijakan dan strategi Kemkes (nomor 1) mengacu pada penguatan pelayanan kesehatan primer.

Tetapi penguatan pelayanan primer masih merupakan tanda tanya besar di Indonesia.

Masalah-masalah yang muncul di lapangan dalam pelaksanaan JKN telah menyerap perhatian serta sumber daya. Berbeda dari permasalahan fundamental yang kurang dikenali, padahal merupakan penyebab utama menimbulkan berbagai masalah serius dan kompleks. Terabaikan atau tidak ada cukup daya tersisa…

Prioritas penguatan pelayanan primer bukan sebatas wacana, rencana dan harapan tetapi harus dilaksanakan, segera. Digerakkan bukan dari cara-cara biasa, tetapi melalui inovasi/kreativitas dan program terobosan untuk menghadapi tantangan. Oleh siapa?

Oleh semua komponen bangsa, baik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat termasuk badan hukum, badan usaha, dan lembaga swasta. (Perpres No 72/2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional).

Termasuk BUMN dan badan usaha swasta…
Termasuk para dokter, termasuk dokter umum…
Tidak ada yang diperkenankan menghindar... atau menghalangi…
Tidak ada yang harus didera dan dipaksa, hanya boleh ada malu… bagi yang tak peduli masa depan negeri 

5. Sekilas Patient-Centered Medical Home

Istilah dokter pelayanan primer (primary care physician: PCP) di AS mulai mengemuka setelah terjadi gerakan untuk merubah dan memperbaiki pelayanan primer yang lebih berfokus kepada pasien (patient-centredness). Perubahan ini diawali oleh dokter keluarga di AS yang merasa frustrasi terhadap sistem pelayanan kesehatan yang tidak cukup memfasilitasi peran mereka dalam pelayanan primer.

Mereka kemudian menyelenggarakan konferensi yang disebut Keystone III pada Oktober 2000, yang bertujuan untuk meninjau kembali peran kedokteran keluarga di masyarakat dan menyusun rencana kedepan. Tujuh komunitas kedokteran keluarga berkolaborasi menyiapkan proyek the Future of Family Medicine (FFM) untuk merumuskan strategi transformasi memperbarui model praktek dokter keluarga. Proyek ini mendapat dukungan dari 9 kontributor, termasuk perusahaan farmasi (AAFP).

Pada akhir 2006 didirikan Patient-Centered Primary Care Collaborative (PCPCC), yaitu sebuah organisasi koalisi nirlaba untuk mendukung konsep Patient-Centered Medical Home (PCMH), oleh korporasi IBM dan Wal-Mart, komunitas pensiunan, komunitas pasien kanker, dan beberapa kelompok lainnya ikut bergabung bersama 4 komunitas kedokteran keluarga (Backer, 2009).

Di tahun 2005 AAFP mendirikan divisi TransforMed untuk melaksanakan proyek percontohan 24 bulan yang disebut National Demonstration Project (NDP) guna menguji prinsip-prinsip PCMH, yang dimulai Juni 2006. Terpilih 36 pelayanan primer di beberapa negara bagian (Steward, 2010).  Proyek kemudian mendapat dukungan beragam konstituen yang meliputi organisasi profesi, korporasi, asuransi, yayasan nirlaba, Pemerintah Daerah, dan lainnya termasuk Medicare (Nutting et al, 2009).

Pada tahun 2008 digulirkan proyek Safety Net Medical Home Initiative (SNMHI), disponsori oleh The Commonwealth Fund, didukung 8 co-founder lainnya. Proyek percontohan 5 tahun ini membantu 65 pusat kesehatan masyarakat di 5 negara bagian untuk bertransformasi menjadi PCMH (Phillips, 2013).  The Commonwealth Fund didirikan oleh Anna Harkness (1837-1927), istri Stephen V. Harkness (1818 -1888), yang mendirikan Standard Oil bersama John D. Rockefeller, Sr. ...
Masih ada banyak yang perlu dipelajari dari kisah selanjutnya…

Sepenggal dari kisah perjuangan untuk memperbaiki model pelayanan primer yang di inisiasi para dokter yang merasa frustrasi ini memberi ilustrasi tentang berkolaborasi dan koalisi. Sebuah kisah menarik yang layak untuk dibagi, nanti di lain kesempatan…
Banyak yang dapat dipelajari dari sejarah dan pengalaman masa lalu. Tak terkecuali cerita dibalik cuplikan rekam gambar tentang perjalanan berjuang untuk advokasi pelayanan primer, yang tak pernah bosan menghadapi hambatan maupun tantangan…

Jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah

Salam hangat jabat erat, Kris Kirana
#SalamAdvokasiDokterUmum

[caption caption="Strengthenig Primary Health Care"]

[/caption]

[caption caption="Training PHC"]

[/caption]

[caption caption="Mangkubumi & Radiopoetro"]

[/caption]

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun