Mohon tunggu...
KOSIS
KOSIS Mohon Tunggu... Freelancer - dalam ketergesaan menulis semaunya

Merawat ingatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dualisme Ruang: Kesadaran dan Penyadaran

10 November 2019   09:01 Diperbarui: 18 November 2019   22:18 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam Entitas Bisnis, sebagai Restoran Kedai Kebun memiliki Aliran udara yang terbuka lebar menciptakan ruang yang sejuk dan semilir. Merancang hidangan yang sehat sampai dengan Toilet yang higienis.

Sebagian orang justru menganggap toilet adalah ruang yang sepele, tapi tidak bagi Mbak Neni. Bahwa toilet yang bersih memberi impresi yang membuat orang lain merasa nyaman dan merdeka, sehingga orang lain seperti berada di rumahnya sendiri. Fungsi toilet lebih jauh bahkan mencerminkan paradigma kebudayaan masyarakat

Untuk urusan seni Mbak Neni sebagai manajemen seni bersama Mas Agung yang notabene seorang seniman rupa, sekaligus Direktur Artistik di kedai kebun banyak melihat fenomena hiruk pikuk kesenian

Banyak seniman muda yang mumpuni namun tidak mampu membuat pameran tunggal. Mas Agung sebagai seniman tentu sangat mengerti bahwa membuat pameran itu sulit, perlu ruang dan segala tetek bengeknya, apa lagi ruang pamer banyak dikuasai oleh negara, sementara seniman cenderung enggan berurusan dengan kerumitan dan administrasi birokrasi. Berangkat dari feomena tersebut KKF kemudian membuat galeri dan ruang pertunjukan.

Namun situasi sekarang sudah jauh berubah. Media sosial punya peran penting dalam menempatkan posisi yang lebih prestise. Ada ruang galeri yang bernama Instagram, Facebook, dan lain sebagainya. Media sosial menjadi ruang yang sama signifikannya dengan galeri-galeri offline. Sehingga tak heran banyak seniman yang menggunakan media sosial sebagai ruang alternatif

Menjawab perubahan ini, Mas Agung menekankan pada mereka yang ingin menggunakan ruang di KKF bahwa seniman harus membawa narasi yang berbeda dengan mainstream seni rupa di Indonesia

Karena sejatinya kesenian itu berbicara persoalan yang sering dilupakan. Dan seni itu menyampaikan narasi yang tidak banyak dibicarakan. Itulah tugas seniman bersama ruang berkaryanya

KKF tidak lantas berjalan dengan mulus tanpa halang rintang. Ia juga menghadapi krisis besar yang terjadi di indonesia dari krisis 98 yang mengubah platform politik indonesia secara general. Perang sipil yang juga berdampak pada industri pariwisata, sampai gempa di tahun 2006 yang membawa perubahan dalam konteks geografis

Namun semua krisis yang terjadi mampu dilalui. Karena memang dari awal mereka tidak berambisi untuk membuat ruang yang lebih, tidak berkompetisi dan hanya menyesuaikan kemampuan yang ada. Pada akhirnya KKF sebagai ruang kecil, mampu bertahan bahkan meginspirasi banyak galeri dan ruang seni yang ada di Indonesia.

-kosis-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun