Mohon tunggu...
Politik

Di Jakarta Kita Mencari Pemimpin Bukan Penjajah (Menjawab Kultwit Chico Hakim tentang Ahok)

30 Maret 2016   12:26 Diperbarui: 30 Maret 2016   22:00 914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Baru2 ini saya membaca kultwit dari Chico Hakim salah seorang tokoh yg cukup saya hormati. Pada inti nya isi dari Kultwit tsb adalah pada Pilgub DKI kita hanya akan memillih seorang administrator yang baik, dan dapat dipercaya memegang uang (menurut Pak Chico yg cocok dg kriteria tsb adalah Ahok), bukan memilih seorang pemimpin, oleh karena itu dalil2 agama tentang pemimpin tidak perlu dipakai dalam pertimbangan memilih Gubernur DKI Jakarta. Walaupun saya juga tidak mengerti mengapa Pak Chico menganggap Ahok adalah seorang administrator yg baik dan dapat dipercaya dengan uang, mengingat hampir semua indikator yg dapat dipertanggung jawabkan secara keilmuan menunjukkan hal sebaliknya (tidak mampu merealisasikan anggaran yg dia bikin sendiri, baik dari sisi penerimaan maupun pendapatan; pencatatan keuangan yg buruk, terlihat dr rating buruk yg diberikan oleh BPK sejak DKI dipimpin Jokowi dan Ahok; data2 BPS yg menunjukkan peningkatan org miskin, diikuti peningkatan kesenjangan atau indeks gini, mendapat nilai di antara yg terburuk pada penilaian kinerja yg dilakukan KemenPanRB dll), namun pada kesempatan ini saya hanya ingin memberikan argumentasi bahwa kita di Pilgub DKI memang memilih pemimpin bukan hanya seorang administrator.

Saya akan memulai argumentasi saya dengan membahas contoh kasus yg saat ini sedang banyak di beritakan, mengenai kasus penggusuran warga luar batang. Kasus ini menghangat ketika Ahok tidak terima dituduh akan menggusur Masjid Luar Batang dan kemudian ia dengan menepuk dada (ini bukan sekedar ungkapan, tapi Ahok benar2 menepuk dada) menyatakan bahwa ialah yang bikin keren Masjid Luar Batang. Namun pernyataan ini kemudian dibantah dengan kebingungan oleh pengurus Masjid, dan menyatakan bahwa Ahok kesini saja belum pernah, dan renovasi terakhir dilakukan di Zaman Foke. Ahok kemudian membantah dan menunjukkan foto2 bahwa ia benar2 telah bikin keren Masjid Luar Batang, dengan memberikan penerangan jalan, lampu LED, perbaikan jalan menuju masjid, dan juga pengecatan. Dan kemudian ia juga menyatakan bahwa ia memang belum pernah kesana tapi sering lewat karena sejalan dg arah dia pulang ke rumah. Ahok juga menyatakan akan terus melakukan relokasi warga di daerah tsb, biarpun ada panti asuhan anak yatim disitu, namun ia berjanji mereka akan dipindahkan ke tempat yg layak dan lebih nyaman. Kemudian Ahok dan para buzzer Ahok di Sosmed pun rame membully pengurus Masjid Luar Batang, dan bilang para pengurus masjid tidak tau terima kasih terhadap Ahok, dan ingin menjelek2an Ahok hanya karena rasis. Apakah benar para pengurus Masjid tsb sudah berbohong atau tidak tau terima kasih, serta ingin menjelek2an Ahok hanya karena Ahok non muslim dan dari etnis minoritas, menurut saya tidak. Yang sebenarnya terjadi adalah para pengurus masjid memang benar2 merasa Ahok tidak melakukan sesuatu yang berguna atas Masjid dan warga tsb. 

Mereka tidak butuh lampu LED yg bikin keren pd malam hari, mereka tdk butuh perbaikan jalan masuk menuju Masjid, mereka bahkan merasa tidak butuh lampu penerangan jalan dan pengecatan, dan yang pasti adalah mereka tidak butuh Masjid tsb terlihat keren dari jalanan yg jauh tempat Ahok lewat setiap mau pulang ke rumahnya. Yang mereka butuhkan adalah kenyamanan ketika beribadah didalam masjid, membina dan melakukan syiar Islam kepada warga sekitar, mereka tidak mau rumah anak yatim dan rumah penduduk dipindah, biarpun mungkin lebih nyaman, karena mereka merasa sudah menyatu dengan masjid, dan ini memang sesuai dengan ajaran Islam, masjid itu bukan suatu bangunan terpisah yang hanya diperuntukkan untuk keperluan ibadah ritual, akan tetapi masjid itu juga harus membangun dan membina masyarakat sekitar, dan pastinya masjid itu bukan berfungsi sebagai bangunan pajangan yang indah dilihat oleh para wisatawan, atau pengguna jalan yang lewat di depan masjid tersebut. Yang mereka juga butuhkan adalah perhatian dari seorang pemimpin, yang mau datang, berdialog dan mendengar sebelum menggusur kampung mereka yang sudah ada sejak sebelum negara Indonesia berdiri.

Perilaku dan cara berpikir Ahok dalam hal ini mungkin mirip dengan apa yang terjadi dimasa lalu yang diterapkan oleh penjajah kolonial . Penjajah dengan keangkuhannya merasa tau apa yg dibutuhkan oleh rakyat, mereka melakukan pembangunan dan modernisasi tanpa perlu mengajak dialog rakyat. Kemudian karena penjajah merasa telah melakukan pembangunan, mereka merasa dapat mengambil manfaat ekonomi dengan semena2, setelah itu mereka juga mengambil alih kekuasaan dg kekerasan. Ini juga yang dilakukan oleh Ahok bersama kroni2nya para pengembang properti dan reklamasi. Agar kroninya dapat mempertahankan kekuasaan para pengembang memberikan bantuan berupa pembangunan2 yg populis dari mulai kantor polisi, perbaikan fasilitas umum, RPTA, dan Bus2, hal ini diperlukan untuk menutupi ketidakmampuan kroninya dalam mengelola anggaran. Kemudian karena merasa sudah membantu (walaupun sebenarnya ini kewajiban mereka sebagai pengembang, tp utk Gubernur yg lain krn bukan kroninya mereka selalu berusaha mengakalinya), mereka merasa berhak untuk mendapatkan Hak Reklamasi dengan melanggar aturan2 dan dapat merusak lingkungan, mereka merasa berhak untuk menjual tanah Sumber Waras ke Pemprov DKI yang merugikan negara ratusan M. Mereka mungkin tidak peduli akibat kroninya gagal mengelola pemerintahan, kemiskinan dan kesenjangan sosial di DKI Jakarta meningkat (berdasarkan data BPS terakhir), fasilitas pendidikan semakin hancur (menurut Ahok sendiri 47% sekolah di Jakarta kondisinya tidak layak), kemacetan yang semakin parah (silakan dirasakan sendiri) dan muncul masalah2 sosial yg meresahkan. 

Mereka juga tidak peduli rakyat miskin yang terhina dengan terus digusur2 dengan kasar, sambil terus dicaci maki sebagai maling oleh kroninya yang sedang jadi penguasa. Yang mereka pedulikan hanyalah merebut suara kelas menengah ngehe (cluster terbesar dalam demografi pemilih di Jakarta) melalui propaganda konsultan politik yang berkolusi dengan media sampah, dengan memberikan bahan foto2 perbaikan2 kota yg berbiaya rendah dan tidak terlalu bermanfaat dalam peningkatan kualitas hidup manusia Jakarta, namun menarik dipakai untuk selfie sambil senyum manis oleh para buzzer. Mereka pikir penduduk miskin tidak menentukan, karena suara mereka mudah dibeli dg uang tunai pada saat pemilihan nanti. Namun mereka mungkin tidak belajar sejarah, ketika penguasa sudah menjadi terlalu arogan, dan merasa dapat memaksakan kebenaran versinya sambil terus menekan dan mencaci maki, akan muncul perlawanan. Dan kali ini dengan tulus (walaupun jujur saja sy mungkin bisa dikategorikan hater Ahok) saya harap ada yang mengingatkan beliau untuk lebih arif dan bijaksana dalam bertindak dan bersikap, terutama dalam kasus luar batang ini, karena apabila salah langkah dapat memicu sentimen rasial yang berbahaya untuk masa depan kemajemukan bangsa ini. Demi kepentingan kita semua saya harap ada yang mengingatkan beliau, bahwa ini bukan Kalijodo, ini adalah kampung yang mempunyai sejarah perjuangan nasional dan syiar Islam yg panjang. Apabila tetap dipaksakan untuk ditertibkan, cobalah dicari jalan keluarnya dengan dialog, cobalah mendengar apa keinginan rakyat disana.

Dari penuturan dan contoh kasus diatas Pak Chico Hakim, saya kira sudah cukup jelas, Jakarta bukan hanya butuh administrator, Jakarta butuh pemimpin, pemimpin yang peduli dan bertanggung jawab kepada rakyatnya dan mau berdialog serta mendengar, yg peduli akan pengentasan kemiskinan, yg peduli akan pembangunan manusia2 di Jakarta dengan memberikan fasilitas pendidikan dan kebudayaan yg layak, yg mengerti akan kearifan lokal masyarakat, yang peduli terhadap lingkungan, yang mempunyai moral dan perilaku yang baik. Ada banyak lagi kriteria seorang pemimpin ideal, dan mungkin jarang sekali ada pemimpin yg ideal, akan tetapi ada hal2 mendasar yang tidak boleh dilakukan seorang pemimpin, apakah menurut anda seseorang yang arogan, selalu merasa paling benar, dan selalu menyalahkan orang lain atau anak buah ketika ada masalah akan bisa menjadi seorang pemimpin yang baik?, itu saya serahkan kepada Anda untuk menjawabnya....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun