Akan tetapi seperti ada yang tidak sinkron dengan itu: awalnya Veronika Gultom mengatakan gampang bosan, tapi mengapa sejak lama masih menggeluti dunia yang sama, dunia pemrograman?
"(Dunia) IT itu selalu berkembang dan cepat sekali berubahnya, jadi tiap projek mempunyai masalah yang berbeda untuk diselesaikan, dicarikan solusinya," ujarnya.
"Suka mengerjakan yg susah-susah," lanjutnya.
Tidak hanya itu, sebagai freelancer Veronika Gultom juga kini mengerjakan projek lainnya, yakni Financial Planner.
Jadi, pada satu waktu, Kompasianer Veronika Gultom sempat mencoba bekerja di perusahaan asuransi. Di sana Ia belajar marketing dengan jadi agen asuransi.
Meski tampak berbeda 180 derajat, ternyata antara Financial Planner dan Data Modelling punya kesamaan: Sama-sama mencarikan solusi atas permasalahan yang dibutuhkan lewat data yang dikumpulkan.
"Sederhananya, ada banyak data yang serba tidak teratur untuk diseragamkan, seperti itu," ungkapnya.
Malah ketika bekerja masih bertemu orang yang tidak percaya asuransi. "Belajar bertemu dengan orang lain, dan yang paling penting untuk mempengaruhi orang lain itu ada caranya, tidak mesti memaksa."
Nah, sepanjang pengalamannya menjadi Financial Planner Veronika Gultom kerap menemukan beberapa masalah kliennya yang tidak bisa mengatur keuangannya karena gengsi.
"Bagaimanapun setiap orang butuh asuransi. Mengalokasikan dana untuk biaya asuransi memang berat, namun pengeluaran akan lebih berat jika terjadi risiko hidup," tulis Veronika Gultom, lewat artikelnya yang berjudul "Perlukah Mengalokasikan Dana untuk Biaya Asuransi?"
Perkembangan AI dan Kesiapan Orang Indonesia
Teknologi berkembang pesat, tapi tidak dengan penggunanya. Kira-kira seperti itu ilustrasi yang saat ini tengah terjadi di sekitar kita.