Mohon tunggu...
LuhPutu Udayati
LuhPutu Udayati Mohon Tunggu... Guru - ora et labora

Semua ada waktunya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perayaan Natal di Hati Leona

20 Desember 2021   13:21 Diperbarui: 20 Desember 2021   13:37 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto koleksi pribadi

Gerimis masih mewarnai kotaku saat kudapatkan buket bunga mawar dua  warna kesayangan kuning dan biru dengan dua batang Silverqueen di kamarku. Ia tertata rapi di antara deretan buku-buku fiksi pada perpustakaan mini di sebelah meja riasku.

"O, My God!..." aku memekik tak percaya.

Kubaca lagi dengan cermat sembari mengusap mataku agar lebih nyata bahwa yang kubaca nama pengirimnya adalah dia, dia, dan dia...

"Leona...," tetiba mama sudah ada di kamarku.

"Ada kiriman bunga untukmu," Mama menyampaikan dengan penuh senyum.

"Sepertinya Mama tahu deh siapa yang ngirim," tawa mama menggoda.


"Akh...Mama...," kupeluk manja mamaku, kurasakan wajahku  menghangat.

"Tapi...buat apa dia kirim-kirim lagi untukmu, Leona? " Mama sedikit keheranan, apalagi aku.

"Entahlah,Ma..." kulepas pelukanku ke Mama.

Perempuan kesayanganku mengambil buket mawar itu. Lalu mengangsurkannya padaku sambil menatapku lekat.

"Selalu ada alasan untuk semua hal yang terjadi pada perjalanan kehidupanmu, Naa." Mama tersenyum arif.

Tak dapat kudefinisikan perasaanku saat ini. Senang atau sedih? Benci atau sayang? Tak percaya atau harus percaya? Aku letakkan kembali buket mawar lalu memilih mandi untuk melepaskan penat kerja seharian.

Wangi sabun mandi serta segarnya air meski sedikit dingin karena hujan berhari-hari membuatku lebih nyaman. Seperti biasa, aku menaburi bedak bayi setiap kali habis mandi ke seluruh wajahku. Aku menyukai harumnya. Sembari menyisir rambut di depan cermin, ekor mataku malirik mawar kuning dan biru.

Aku mengambilnya dan memilih memperhatikan lebih dekat sambil merebahkan diri sejenak di tempat tidurku. Aku menaruh punggung di antara tumpukan bantal.

Kuciumi satu-satu harum mawar kuning dan biru sambil menikmati coklat yang menemaninya. Aku membuka perlahan kartu ucapan yang ternyata terselip satu tulisan tangan yang rapi dan sangat kukenali.

Leona yang masih kusayang,

Perayaan Natal selalu mengingatkanku padamu, tak pernah pergi dari setiap pikiran dan perasaanku. Begitu pula mawar kuning dan biru, tak pernah pudar mewarnai hidupku.

Jika saja surat, mawar dan coklat ini sampai di tanganmu, itu artinya kita masih terhubung. Tuhan masih izinkan kita menata kembali harapan dan mimpi yang terserak di kehidupan kita, pada perayaan Natal kali ini.

"Kita?" batinku terusik.

"Bukan kita, tetapi kamu, Gerry," gumamku marah.

Tiga tahun bukan waktu yang pendek untuk mendewasakanku. Aku berjuang untuk dapat kembali ke kotamu ini. Bertugas di sini, agar tak ada lagi kata egois darimu, Naa...

Masih kuingat...

Misa Malam Natal di Katedral yang megah di kotaku,aku menungguinya dengan setia bersama satu kursi kosong yang sengaja kusiapkan untuknya. Tapi apa yang terjadi? Hingga saat penerimaan Komuni ia tak kunjung datang.

 Adikku Ello yang memahami kekecewaanku hanya menghiburku dengan kalimat, " Mbak ini Malam Natal yang indah, jangan Mbak Naa...gantungkan perasaanmu pada dia yang ga jelas."

Ketika itu aku terlalu pengecut untuk mengambil keputusan yang layak buat kita,Naa. Aku lebih memilih Melania dan membuang mimpi-mimpi kita ke lorong hatiku yang paling tersembunyi. Namun demikian, justru yang paling kusembunyikan ternyata tak pernah beringsut. Dia selalu mengusikku, mendorong hatiku untuk mengindahkannya lagi. Kulepaskan Melania setahun sejak melukai hidupmu. Aku tak kuat pada kesakitan merinduimu ,yang bodohnya, kesakitan itu kuciptakan sendiri...

Kali ini aku membiarkan tangisan mengaliri setiap nadiku. 

Kamu tak akan pernah tahu Gery, betapa aku seperti layangan putus waktu itu. Kamu sungguh egois dan tak bertanggung jawab atas semua komitmen yang kita ucapkan. Hanya karena Melania direktur pada perusahaan tempatmu bekerja, tak ada pembelaan sedikitpun atas hubungan kita, Gery?? Kamu menampik setiap dering telponku sesudah malam Natal itu. Sakitku sedemikian rupa, Gerry...

Aku masih tak pernah lupa jika mawar kuning melambangkan harapanmu atas cinta kita, Naa...dan Mawar biru yang selalu kamu katakan agar  selalu merasa nyaman dan teduh bersamaku. Aku tak penah lupa itu,Naa. Maka hari ini, aku mengirimkannya lagi untukmu,Leona. 

Aku makin tersedu, tapi aku tak paham untuk apa aku menangis. Untuk masa lalu yang sedih atau untuk masa depanku? 

Nada panggilan di WA memutuskan lamunanku ke tiga tahun silam, pada perayaan Natal yang mengerdilkan perasaanku waktu itu.

"Leonaaaa, aku ada di depan , tolong buka pintu rumahmu. Izinkan aku menemuimu...," suara yang tak berubah.

Kumatikan handphoneku. Entah dari mana dia tahu nomerku, aku tak peduli lagi!

Aku lebih peduli  pada cinta nyataku yang telah bertahta hampir dua bulan di jari manis kiriku. 

"Aku lebih mencintaimu, Mas Aksa. Kita sedang mempersiapkan hari H pernikahan kita bulan depan . Tak kurelakan siapapun lagi menghancurkan mimpi dan harapan kita," kukecup cincin pertunangan kami dengan penuh hikmat.

Handphone masih terus berdering, dan aku membiarkannya...

(Desember kali ini masih berhujan, seperti Desember tiga tahun lalu)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun